MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Suka Duka Menulis

Minggu, 18 Februari 2018

Menulis tapi tak membaca itu namanya
tong kosong. Baca tapi tak menulis itu namanya tak manfaat.

Itu karang-karangan saya aja sih. Buat renungi nasib diri yang memang lagi jadi tong kosong 😣😣😣.

Saya memang sedang melatih diri untuk terus menulis menulis dan menulis. Makanya postingan saya akhir-akhir ini 'sapanjang tali baruak'. Yakin banget kalo para pembaca yang 'nyasar' ke blog ini akan jenuh dan lelah baca tulisan saya yang ... tong kosong 😩

Mau lanjut atau berhenti menulis? Mau lanjut in sya Allah. Meski sadar banget masih jauh dari kata 'berkualitas' atau 'bernas' atau 'kece' atau lainnya, saya akan terus latihan. Salah satunya dengan meningkatkan jumlah bacaan 💪💪💪

Setiap memulai hal baru pasti ada tantangannya ya. Salah satunya ya mengatasi semangat kendur ketika kemampuan tak kunjung menunjukkan perbaikan ke arah yang lebih baik 😅. Ya begitulah, apapun pasti ada suka dukanya.

Manusiawi kan ya kalo semangat kita fluktuatif. Keimanan aja yazid wayankus hehehe. Udah sunatullah nya kata orang mah. Yang terpenting cara mengatasinya. Begitu bijaknya 😆

Di era sosial media seperti sekarang, setiap orang bisa menuliskan apapun di media sosialnya. Mau panjang atau pendek, berisi curhatan atau opini, tema politik atau rumah tangga, aneka ragam dan bebas. Meskipun demikian, menjadi penulis 'berbobot' tak lantas semudah menjadi penulis lepas di media sosial.

Berbobot dalam artian, yang kita tuliskan itu 'daging' semua atau penuh hikmah. Selain itu, menulis tentunya tak sekedar menuang pemikiran berbentuk kata, tapi bagaimana menata pikiran sehingga tulisan lebih terarah dan bermakna. Jadi, pembaca ga pusing baca tulisan yang terlalu banyak 'main idea'. Dan inilah kesulitan saya 😂😂😂

Seringkali saya terjebak dengan alur pemikiran sendiri yang ketika dibaca ulang, lho? Kok setiap paragraf  dan kalo dikembangkan lagi bisa jadi satu judul tulisan lagi 😂😂😂 untuk setiap paragraf itu.

Jujur, saya akui saya kurang baca. Jadi wajar saja jika tulisan saya banyak yang ngatung tidak komprehensif. Dari sinilah saya merenung, bahwa budaya literasi itu penting.

Bagi saya, menulis adalah sebuah aktifitas dan keahlian yang tak akan lekang oleh waktu. Meski nanti teknologi makin berkembang menggantikan setiap peran manusia, keahlian menulis tetap akan dibutuhkan. Sehingga, kebutuhan untuk membaca pun harus kita jaga.

Ya ... mohon doanya ya teman-teman semoga saya makin rajin baca hehehehe.

Kan kalo rajin baca, paling tidak memberikan ulasan tentang buku yang saya baca bisa jadi memperkukuh pengetahuan saya tentang ilmu yang terdapat di buku itu. Jika ingin dikembangkan, tinggal tambahkan opini di dalamnya.

Tapi itulah dukanya saya. Butuh waktu lama sehingga saya mampu untuk mengulas sebuah buku, film ataupun ulasan informasi lainnya. Terlalu 'maruk' untuk mau ini dan itu membuat saya tidak memenej kemampuan menulis yang mana dulu yang hendak dikembangkan. Mengingat jenis tulisan itu sangatlah banyak.

Kok saya ribet? Menulis mah ya menulis aja. Kan gampang.

Hmmm ... ibarat orang yang haus, ketika dia diberi minum teh ternyata hausnya belumlah hilang. Minum lagi coke, malah makin haus, minum sirop tetap belum hilang dahaga. Bahkan ketika sudah meminum air putih pun, tak jarang kita masih sering merasakan haus.

Begitulah lebih kurang analoginya. Saya ingin memiliki skill. Seperti halnya orang-orang yang memiliki keahlian menjahit, merajut, menari, olahraga, fotografi, dan lain-lain, saya ingin bisa menulis. Syukur-syukur jadi penulis.

Untuk itulah saya terus-terusan berlatih dan memulai dengan cara membaca diri dan mengejawantahkannya dalam tulisan.

Sulit ya? Begitulah suka dukanya. Setiap keahlian itu memang dituntut kegigihan dan keuletan. Jika tidak, ya siap-siap saja jalan ditempat atau malah mundur. (duh beuraaaaat euy ... semoga ga omdo 🙄)

Bagaimana jika apa yang kita lakukan diledek atau tidak mendapat penerimaan yang baik dari khalayak? Entahlah ya, yang pasti saya pun sedang terus menerus menempa diri untuk bisa memilah mana masukan mana yang bukan.

Tak jarang kan, terkadang kita mendapati 'ejekan' dari sekitar terhadap apa yang sedang kita usahakan. Prinsipnya, selagi yang kita usahakan itu positif, maka 'let it go'. Tak usah didengar. Tetaplah pada penempaan diri kita sembari terus meluruskan niat.

Jadi, buat teman-teman yang sedang semangat menulis, tetaplah semangat ya meski banyak suka dukanya. Tulislah kebaikan dan ilmu. In sya Allah tidak akan ada yang sia-sia. Daripada waktu luang kita pakai untuk scroll up-down timeline media sosial, mending isi dengan menuliskan ya ... Pahalanya dapet eksisnya dapet #eh

Ya udah, segitu dulu ulasan suka duka menulis dari saya, Semoga ada manfaat yang bisa dipetik 😆😆😆

Columbus, 17 Februari 2018



1 komentar on "Suka Duka Menulis"
  1. Bener banget, ada yang bilang sekarang buku dan menulis itu udah nggak zaman. Zamannya sekarang youtube, dan media interaktif yang dikemas lebih menarik. Pikirku, emang kalo bikin film, video, itu enggak butuh script? Bikin scriptbkan juga nulis. Nggak mungkin sekonyong2 bisa nransfer pemikiran ke audiens cuma pake pandangan mata.

    BalasHapus

Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗