MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Setiap Kali Kematian Itu Datang

Jumat, 21 Februari 2020
Semua kita tentu tahu, bahwa kematian tak dapat ditolak kehadirannya. Bahkan tak bisa direschedule kedatangannya. Namun entah mengapa, setiap kali berita kematian itu terdengar, telinga seolah hanya menggelegar sebentar. Biasa! Setiap yang bernyawa pasti kan menemukan kapan masanya berpisah raga dengan jiwa. Begitulah.

Pertanyaannya, apakah kita benar sudah siap menjemput masa itu? Kematian seperti apa yang telah kita minta kepadaNya? Amalan apa yang bisa kita bawa? Berapa kalikah taubatan nasuha sudah kita lakukan? Kebiasaan baik apa yang sudah kita tanam sehingga bisa menyisakan kebaikan demi kebaikan?

Benarlah apa yang pernah dinasehatkan seorang guru kepada saya, bahwa semakin lama hidup di dunia, semakin beratlah godaan untuk tertawan hati padanya. Hati semakin cinta dunia, dan kemudian merasa takut akan kematian. Perpisahan dengan orang terkasih karena kematian pun menjadi hal yang tak diinginkan. Sehingga tak jarang, kita lupa untuk mempersiapkan.

Sebentar! Tampaknya kita lupa, bahwa hidup adalah untuk mati. Karena sesungguhnya, kematian itu adalah awalan menjemput kehidupan yang hakiki. Oh ilahi Rabbi ... Bantulah kembali hati ini agar bisa menata cinta pada hari yang dinanti. Dimana kehidupan kekal abadi, penuh kebahagiaan sejati.

Hilangkanlah rasa takut akan bersua dengannya. Kuatkanlah tekad untuk mempersiapkan diri berjumpa dalam amalan terbaik diri ini. Istiqomahkanlah tanpa harus melihat untuk manusia mana kita beramal melainkan untuk tujuan akhirat apa kita beribadah. Tidak! Bukan karena dia melainkan untuk dan karena Dia! Terus! Dan terus demikian hingga masa yang pasti itu datang menyapa. Anugrahkanlah senyuman dan ketenangan, begitupun untuk yang ditinggalkan. Kuat! Kuatkanlah mereka. Dan berikanlah manusia-manusia dunia petunjuk kehidupan indah di akhirat kelak. Agar semangat terus memghambakan diri, tanpa pamrih dan lelah diri.

Rabb! Istirahatkanlah kami dalam keadaan terbaik bersama amalan terbaik kami.





Menemukan Gairah Belajar

Kamis, 20 Februari 2020
Ga afdol rasanya kalo udah lama ga ngeblog langsung bercuap-cuap ke tema tulisan. Jadi kudu harus ada pemberitahuan kenapa ga nulis blog lagi 😅.

Masa Penyesuaian (Lagi dan Lagi)
Setelah 1 bulan lebih menetap di Bandung dengan sedikit kerempongan pindahan yang ga kelar-kelar, akhirnya saya agak bisa bernafas lega karena bisa menepati rumah sendiri yang ga pernah dihuni sejak awal dibeli tahun 2015. Meski perlahan menata rumah mungil ini menjadi rumah yang ramah anak, satu persatu bisa terwujud dan anak-anak mulai bisa ngatur aktivitas karena ga ada lagi alasan nunggu barang kargo datang 😂.

Bagi yang baru baca atau ngikutin blog saya, FYI aja, saya sekeluarga itu baru pulang merantau dari benua seberang. Pulangnya sih sejak bulan September 2019 lalu. Tapi baru kumpul lagi kumplit baru bulan Januari ini. Jadi bisa dikatakan dari bulan September saya dan anak-anak-anak terus beradaptasi, mulai dari adaptasi tempat tinggal, aktivitas belajar dan juga bahasa. Maklum, dari bulan September kami ga langsung ke Bandung, tapi diem dulu di Payakumbuh, di rumah orang tua saya.

Baca Juga: Babak Baru Pendidikan Anak

Jadi, lebih kurang 5 bulan ini, anak kembar saya tidak ke sekolah formal lagi. Tapi bukan berarti mereka ga belajar ya hehehe.

Nah, tulisan blog kali ini, atau mungkin tulisan-tulisan saya kedepan bakal lebih banyak mengulas tentang belajarnya Zaid dan Ziad (ZaZi). Karena kedepan kayanya blog ini bakal saya jadiin media dokumentasi belajar ZaZi. Kaya jaman awal-awal ngeblog dulu gitu, yang mana isi blog tentang curhatan saya ketika membesarkan ZaZi 😅.

Jadi mau nulis apa nih? Hmmm, bisa dikatakan ini prolog yang bakal jadi pijakan atau landasan berfikir saya kenapa memilih Homeschooling (HS) untuk si kembar. Yup! Bismillahirrahmanirrahim ... Officially saya pengumuman Zaid dan Ziad fiks HS!

Tapi saya ga akan pengumuman di medsos, karena terlalu ramai dan hectic. Sedangkan di blog, cukup orang-orang yang terdampar nemu tulisan ini aja yang diskusi kan  😁. Dan disclaimer dulu deh, saya masih terus belajar ya. Makanya judul tulisannya juga "Menemukan Gairah Belajar" 😅😁. Jadi plis, jangan terlalu menyoroti konten apalagi pasca saya ga ngeblog, saya akui bahasa tulisan saya yang tadinya pas-pas an ini jadi memburuk.

Ga Sekolah Bukan Berarti Ga Belajar
Meminjam judul yang sering dilontarkan praktisi homeschooling dari Rumah Inspirasi, pikiran saya memang menjadi terbuka ketika mendengar kalimat di atas. Karena selama ini mindset saya, ketika anak tidak sekolah, artinya mereka ga ngapa-ngapain alias ga belajar. Padahal???

Padahal kalo mau lebih jeli dan detil sedikit saja, anak-anak itu ternyata pembelajar sejati. Bahkan tanpa kita suruh pun mereka belajar. Sayangnya kita sering ga ngeh. Akhirnya anak-anak pun semakin besar semakin melempem semangat belajarnya.

Saya pun mencoba untuk bertenang diri dan sedikit menambah kesabaran dalam menjalani hari-hari bersama anak-anak. Berharap, saya mampu menangkap pancingan yang sudah anak-anak berikan. Sehingga bisa saya olah menjadi aktivitas belajar yang menyenangkan. Bagaimana hasilnya? Ternyata anak-anak lebih menikmati proses belajar dibandingkan biasanya. Dan mereka justru lebih memiliki keinginan untuk eksplorasi lagi dan lagi. Less drama kalo kata ibu-ibu urban 😁.

Mengubah Mindset
Sebagai pendatang baru di dunia Homeschooling, banyak mindset baru yang harus saya simpan baik-baik agar semangat belajar terus menyala. Salah satu mindset yang saat ini sedang saya doktrin ke diri sendiri adalah "homeschooling bukanlah memindahkan sekolah ke rumah. Bukan juga menjadikan diri sendiri sebagai guru bagi anak sendiri. Homeschooling adalah sebuah program dari keluarga, untuk keluarga dan oleh keluarga agar saling menyalurkan semangat belajar sepanjang hayat."

Dengan mindset seperti itu, tidak ada alasan bagi saya untuk kemudian merasa 'tidak pantas' menjalankan homeschooling ini. Yang harusnya muncul adalah, harus semakin semangat mengingat banyak sekali pahala dan amalan yang bisa diambil dengan melakukan homeschooling ini. Karena dalam pandangan saya, homeschooling bukan sekedar solusi kegalauan dan kekhawatiran akan sistem pendidikan yang ada, melainkan lebih dari itu. Yaitu untuk menjalankan pendidikan paripurna di dalam keluarga dengan kesadaran bersama dalam memperoleh tujuan dan cita-citanya, sehingga kekhawatiran dan kegalauan bisa berganti menjadi perhatian utuh menyeluruh.

Bersama, Melatih Lebih Peka
Ibaratkan bayi, saya itu masih merah tak berdaya. Masih perlu terus menyesuiakan diri, dan tak jarang terdampak sakit. Salah satu hal yang sebenarnya sudah cukup lama ada namun tak pernah terlalu dirasa keberadaannya yaitu kepekaan. Yang jika selalu bersama, dengan kemauan utuh, bisa semakin diasah sehingga mampu melihat apa yang selama ini tak nampak. Seperti potensi dan keunikan anak.

Selain itu, jika bersama, saya pun akan lebih peka terhadap kelemahan anak. Tak perlu menerka atau meraba-raba lagi seperti jaman mereka sekolah saat di US dulu. Setiap teacher-parents conference, saya hanya bisa menerka dan meraba bagaimana anak-anak saya selama di sekolah berdasarkan laporan dari guru saat itu.

Tipikal anak-anak, mereka tergolong anak pertengahan. Tidak terlalu menonjol dalam hal akademis, pun tidak menonjol dalam hal lain yang kurang baik. Jadi bisa dikatakan mereka kalo di sekolah ga ada hal yang perlu dikhawatirkan. Namun justru hal ini membuat saya merasa terhalang untuk menemukan potensi anak-anak yang terlihat kecil. Sehingga, dengan selalu bersama menjelang mereka baligh, saya berharap bisa membantu mereka menemukan jati diri dengan melihat potensi meski potensi itu terkesan kecil dan tidak menarik.

Belajar lagi, Belajar Terus
Dengan sedikit tulisan pemikiran saya yang kurang terstruktur ditambah bumbu ngantuk, saya berharap kedepan bisa terus belajar bersama anak-anak dengan rasa saling. Sehingga kami selalu belajar lagi dan belajar terus. Seperti hari ini, yang berjalan cukup mindful. Dimana anak-anak memancing cukup banyak aktivitas produktif, mulai dari bermain angka dengan mengenal konsep angka, menggambar figur favorit mereka, dan muraja'ah hafalan baru mereka. Masya Allah Tabarakallah.

Batujajar, 20 Februari 2020

Tanggal cantik geuning saya nulis teh 🤭

Zaid Mursyid Atsabit