MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Ungkapan Rindu untuk Abi

Kamis, 31 Desember 2015

★★ Zaid Kangen Abi? ★★
Sumber: putrihasma.blogspot.com
Kemaren sore, tepatnya pukul 16.00, anak-anak bangun dari tidur siang mereka dan, Zaid (Za) tantrum lagi ... #garuk-garuk tembok deh eike sambil mewek ...
Memang sudah dari hari Senin Za pasti tantrum satu kali dalam sehari. Alhamdulillah cuma Za saja, jadi Ziad (Zi) bisa saya titip ke Om, Uncu atau Oma nya. Dan kemaren sore kali ketiganya Za tantrum tanpa ada pemicu yang jelas. Biasanya, jika pun tidurnya belum pulas, ketika ada hal yang saya lakukan namun dia-nya ga seneng, cukup dikomunikasi kan baik-baik semuanya beres. Tapi tidak untuk 3 hari belakang ini. Apapun yang saya komunikasikan mental. Parahnya, semua hal yang saya lakukan dan tawarkan mental dan malah bikin Za makin meradang. Mamaaaaaaaaaah #mewekmenjadijadi
Saya mengakui memiliki PR BESAR dalam kontrol emosi. Karena saya mengetahui titik lemah saya ada di poin itu. Terlebih ketika kemumetan pikiran menjadi pemantik emosi saya baik karena situasi psikis dan fisik saya yang letih. Jujur Hayati lelah bang Zainudiiiiiiiiiin #meweklagi
Senin dan Selasa saya bablas memarahi Za saat tantrum. Marah pemirsah!!! Marah benar-benar marah. Ah sudahlah ,,. :( Dan selasa malam nya, setelah membaca sebuah artikel, saya menangis sejadi-jadinya menyesali apa yang saya lakukan. "Bantu Umi belajar menjadi orang tua yang baik nak, pliiiiiiiis"... dan tangisan saya berujung di pulau kapuk (alias ketiduran setelah chat dan curhat via chat WA dengan tuan suami).
Rabu, kemaren, tantrum lagi?????!!!! Ya Allah ... sabar kan hamba... :( Sabar... Sabar... Sabar...
Ketika Za menangis sejadi-jadinya, saya berpindah posisi dari ruang tengah ke kamar. Sontak Za pun mengikuti saya terbirit-birit dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi. Setelah dia juga masuk kamar, pintu langsung saya kunci. Zi pun memanggil dari luar. Saya membuka pintu. Tadinya saya fikir Zi mau masuk juga. Tapi Za, yang tadinya minta keluar malah menutup pintu dengan sikap tantrumnya yang semakin menjadi-jadi. Akhirnya, sambil menahan pintu agar tetap terbuka, saya bilang ke Zi "dede, abangnya lagi rewel, dede main sama oma dulu ya.." dan Zi pun mengangguk. (Ziad memang dekat dengan oma opa dan uncu nya).
Drama pun masih berlanjut sesaat setelah pintu kamar ditutup. Lebih kurang 20 menit lebih Za tantrum. Dalam kurun waktu itu saya melakukan berbagai macam hal. Dimulai dari mendiamkan, bernegosiasi, menawarkan pelukan dan gendongan sambil menebak-nebak apa yang sebenarnya menjadi akar dari tantrumnya Za yang tidak biasa ini. Saya pun penasaran membuktikan, apa benar Za kangen sama abinya? (Nada ga yakin.. hehee peace abi,,,). Saya coba melontarkan pertanyaan "Abang kangen abi?". Namun seperti pertanyaan-pertanyaan lain saat negosiasi saya lakukan, He only said 'NO!!!'. Bedanya 'No' kali ini lebih besar dan bereskpresi sedih. Saya akhirnya saat itu menyerah. 20 menit lebih sodara!!! Rekor waktu untuk kontrol emosi yang pernah saya lakukan. Belum lagi ibu saya yang teriak-teriak dari luar minta agar saya keluar dan bilang kasian anak, nanti perutnya tegang. Bla bla bla. Saya under pressure. Disatu sisi ingin memecahkan teka teki ini, disisi lain saya cape. Psikis saya belum begitu stabil dengan LDR kali ini. Tapi ya itulah, bagian hidup saya yang ini harus tetap saya jalani agar bisa menjemput bagian hidup yang lain #serius >_<
Dengan nada lelah, cape penuh kelemahan. Saya ajak Za ngobrol dari hati ke hati. Entah kenapa hati saya tergetar. Saya ingat artikel yang saya baca di malam sebelumnya. Saya berjanji tidak akan menggoreskan luka lagi pada anak-anak terutama Za.
"Umi janji bang... Tolong bantu umi. Umi ga kuat melihat abang nangis kaya gini. Umi takut kepancing emosi. Umi takut bablas mukul kamu lagi. Umi mau Zaid tumbuh jadi anak yang lembut. Tidak kasar seperti Umi. Umi mohon..." #asliinisayanangis :'(
Dan memang, hati hanya bisa digenggam oleh hati. Meski sebelumnya saya berdoa di hati agar Allah melembutkan hati Za, tapi ketika hati saya sendiri masih keras, tidak akan mungkin bisa doa itu sampai pada hati anak yang fitrahnya sangat lah lembut. Allah ... Ya! Allah lah yang memberikan saya kelembutan hati sehingga untuk yang pertama kalinya saya hanya bisa menangis menghadapi anak tantrum. Perlahan tangisan Za mulai terdefinisi kan. Kami menangis berdua. Dan tangisan kami semakin deras saat Za teriak memanggil Abinya ... Ya rahman... ternyata dia memang rindu Abinya. Sambil menunjuk arah luar Za terus menangis sesegukan.
"Abang mau telp abi?" Za pun mengangguk sambil bilang "Bi...". Saya buka video call LINE. Tentunya tidak ada jawaban. Karena disana masih dini hari. Subuh disana nyaris jam 7. Karena saya dan Za sudah saling menyatu hatinya, alhamdulillah saya coba negosisasikan ke hal lain dan negosiasi pun tidak mental alias berhasil. Za yang saya gendong memeluk saya erat. Dan kami pun merasakan keromantisan antara ibu dan anak. Jujur, baru kali ini saya berhasil memahami perasaan anak saya.
Anak yang berusia 2 tahun 5 bulan. Yang kemampuan verbalnya masih dikhawatirkan karena belum mampu bercuap-cuap seperti anak seumurannya. Karena hal inilah saya, sering dihadapkan pada situasi dimana saya harus menterjemahkan keinginin si kembar ini, dalam bahasa ala-ala mereka. Dalam keadaan normal saya mampu menerjemahkan dengan baik. Namun dalam keadaan tidak normal seperti tengah tantrum ini, saya menyerah.
Alhamdulillah ... Alhamdulillah ... Alhamdulillah
Materi kontrol emosi dan mengatasi anak tantrum akhirnya bisa saya praktekan dengan baik meski menguras energi dan pikiran. Akhirnya saya bisa menyimpulkan, bahwa inti utama dari ilmu parenting itu adalah "meyakini bahwa Allah lah yang berada dibalik semua peristiwa"
Payakumbuh, 31 Desember 2015
Tulisan ini saya persembahkan untuk suami saya, yang selalu setia membaca tulisan-tulisan acak saya... :)

Copas dari FB tertera di foto

Selasa, 29 Desember 2015

Wahai Ibu, tidakkah engkau menyimpan surga di telapak kakimu?

Tetiba mata terbelalak. Kerongkongan terasa tercekat. Napasku memburu. Dan tak habis pikirku setelah membaca sebuah postingan seorang ibu yang lewat di berandaku. Seorang ibu menggetok kepala anaknya dengan piring hingga terbelah.... ya Allaah, hatiku menangis. Batinku teriris. Semoga saja sang anak tidak apa2. Seperti yg dikatakannya dlm sebuah komentar....

Disini sy tidak akan menghakimi sang ibu yg bisa melakukan hal setega itu dan sy berharap itu yg pertama dan terakhir kali ia lakukan.
Disini sy ingin mengajak kepada semua wanita yg bergelar IBU untuk sama2 bercermin. Sama-sama bermuhasabah...

Wahai Ibu, SeREWEL dan seNAKAL apapun tingkah dan polah anak kita, tetaplah kita TIDAK BERHAK untuk melukai dan menyakiti mereka.
Ketahulah, melotot, mengancam dan membentak bisa membuat hati anak terluka.
Apalagi, mencubit dan memukul tubuhnya.
Tubuhnya bisa kesakitan. TAPI yang lebih sakit sebenarnya apa yang ada dalam tubuhnya.

Wahai Ibu, sebelum kita mengeluhkan anak2 kita, selayaknya kita bertanya apakah telah memenuhi hak-hak mereka?

Jangan-jangan kita marah kepada mereka, padahal kitalah yg sesungguhnya berbuat durhaka kepada anak kita.

Jangan-jangan kita mengeluhkan kenakalan mereka, padahal kitalah yang kurang memiliki kelapangan jiwa dalam mendidik dan membesarkan mereka.

Kita sering berbicara kenakalan anak, tapi lupa memeriksa apakah sebagai orangtua kita tidak melakukan kenakalan yg lebih besar.

Kita sering bertanya bagaimana menghadapi anak, mendiamkan mereka saat berisik dan membuat mereka menuruti apa pun yg kita inginkan, meskipun kita menyebutnya dengan kata taat. Tetapi sebagai orangtua, kita sering lupa bertanya apakah kita telah memiliki cukup kelayakan untuk ditaati.

Kita ingin anak2 mengerti keinginan kita, tapi tanpa kita mau berusaha memahami pikiran anak, kehendak dan jiwa mereka.

Ketahuilah, salah satu hak anak-anak yg harus ditunaikan orang tuanya adalah memberinya kasih sayang sebagaimana yg dicontohkan oleh Rasulullah. Bagaimana Rasulullah bercanda dgn anak2, memberi pengertian kpd mereka, juga mendoakan mereka. Dan kisah Rasulullah memendekkan solat saat mendengar tangis anak dan memanjangkan sujudnya saat cucu2 beliau menaiki punggungnya.

Tentang mencintai anak, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda,

"Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi mereka rezeki." (HR. Ath-Thahawi).

Pada sebuah kisah yg lain diriwayatkan pula dlm sebuah hadist,

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : جَاءَتْنِى مِسْكِيْنَةٌ تَحْمِلُ ابْنْتَيْن لَهَا، فَأَطْعَمْتُهَا ثَلَاثَ تَمْرَاتٍ، فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيْهَا تَمْرةً لتَأَكُلهَا، فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا، فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيْدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا، فَأَعْجَبَنِى شَأْنَهَا، فَذَكَرْتُ الَّذي صَنَعَتْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَ :

إِنَّ اللهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ، أََوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مَنَ النَّارِ .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Aisyah radiyallahuanha pula, berkata: Aku didatangi oleh seorang wanita miskin yang membawa kedua anak gadisnya, lalu aku memberikan makanan kepada mereka itu berupa tiga biji buah kurma. Wanita itu memberikan setiap sebiji kurma itu kepada kedua anaknya, sebuah seorang dan sebuah lagi diangkatnya ke mulutnya hendak dimakan sendiri. Tiba-tiba kedua anaknya itu meminta supaya diberikan saja yang sebuah itu untuk mereka makan pula lalu wanita tadi memotong buah kurma yang hendak dimakan itu menjadi dua buah dan diberikan pada kedua anaknya. Keadaan wanita itu amat mengherankan aku, maka aku beritahukan apa yang diperbuat wanita itu pada kedua anaknya. Keadaan wanita itu amat mengherankan aku, maka aku beritahukan apa yang diperbuat wanita itu kepada Rasulullah saw. kemudian beliau bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk wanita itu masuk surga karena kelakuannya tadi, atau Allah telah membebaskannya dari api neraka."
(HR Muslim)

Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1329; Muslim, hadis no. 4763; al-Tirmizi, hadis no. 1838; Ahmad, hadis no. 22926, 23433, 23470, 24167 dan 24866.

Sekarang... marilah bercermin, apa yg sudah kita lakukan terhadap anak-anak kita?

Sudahkan kita memanjangkan sabar dan melapangkan maaf dalam mendidik dan merawat buah hati kita?

Sudahkan kita memberi kebahagiaan kpd mereka dgn menyapa ruang jiwanya, menyediakan punggung kita sebagai pelana untuknya, agar terpenuhinya kebutuhan psikis mereka n menjadikan mereka tumbuh sbg pribadi yg bahagia, kokoh dan kuat?

AKAN TETAPI wahai Ibu...
Itu bukan berarti kita tidak boleh punya perasaan kecewa, sedih, capek, dan pusing menghadapi anak-anak. Perasaan2 negatif terhadap anak itu wajar. YANG JADI PERHATIAN, bagaimana menyalurkannya shg tak sampai menyakiti anak-anak. BAGAIMANAPUN kita bukanlah orang tua malaikat.  Maka yakinlah anak kita pun bukan anak malaikat yg bisa selalu baik dan menyenangkan. Maka maklumilah tingkah polah anak-anak kita krn mereka sedang berproses.

Cobalah sekali-kali tengoklah wajah anak anak yg telah tertidur. Cobalah untuk mengusap-usap kepalanya, keningnya dan tak lupa wajahnya. Sentuhlah dengan perasaan yg tulus. Dan lihatlah, alangkah sedikit yang telah kita lakukan. Masih banyak kelalaian dan kealpaan kita thdp anak anak kita. Padahal kitalah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Kitalah yang akan ditanya di hari kiamat nanti.

Astaghfirullahal 'adzim....

Semoga Allah mengampuni kedzaliman kita...
Semoga pula Allah mengampuni keangkuhan kita kepada anak-anak kita sendiri....

Jangan pernah berharap akan disayangi oleh anak anakmu... tetapi engkau tak pernah menanam cinta dan kasih sayang di hati mereka...

Jangan pernah engkau berharap akan dirindukan oleh anak2 disaat tuamu kelak... tetapi engkau tak pernah punya waktu untuk sekedar mendengar celotehan mereka dan tertawa bersama mereka....

Kurniaty Prayuni K.
Semarang, Desember 2015

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

Maafin umi zaid .. ziad .. maafin umi .. umi sayang kalian

#tulisan ini saya save untuk menjadi pengingat diri yang masih sangat lemah ini. Ya allah ...

Biar Tak Ada Luka

'Lidah tak bertulang'

Begitulah istilah yang mungkin sangat sering kita dengar. Dan menurut saya, istilah tersebut memiliki makna betapa mudahnya kata terlontar dari sebuah mulut. Begitu lebih kurang yang saya pahami.

Pernah menjadi anak dan saat ini telah menjadi orang tua, membuat saya sedikit banyaknya menjadikan pembanding pengalaman hidup yang telah saya lewati dengan pengalaman hidup anak-anak yang akan saya ukir nanti. Tentunya semua terjadi karena ada rasa tidak ingin melakukan keteledoran yang sama dengan apa yang mungkin dulu pernah dilakukan oleh orang tua kita. Keteledoran seperti apa? Salah satunya keteledoran dalam bersikap dan berucap.

Mungkin sudah sangat sering kita baca dan temui bahwa dalam membesarkan dan mendidik anak, hal pertama yang harus kita sadari adalah bahwa anak merupakan manusia, sama seperti kita. Ketika kita memiliki hal yang tidak disenangi, anak pun demikian. Ketika kita menyenangi sesuatu, maka anak pun memiliki kesenangan terhadap sesuatu hal.

Suka/senang atau tidak suka/senang ini, biasanya bisa terlihat ketika seorang ibu sedang berselisih paham dengan anaknya. Poin utamanya bukan soal perbedaan pemahamannya. Namun alur yang tercipta dalam ritme ceritanya. Dan setiap individu ibu dan anak memiliki cara yang berbeda di masing-masing keluarga. Ada ibu yang memilih jalan diam ketika berselisih pendapat dengan anaknya. Ada anak yang keras kepala dalam menanggapi pendapat orang tuanya. Macam-macam. Dan saya sangat meyakini bahwa setiap keluarga mempunyai karakteristik komunikasi masing-masing.

Karakteristik komunikasi inilah yang seringnya tidak disadari oleh seluruh anggota keluarga. Misal seperti keluarga saya. Ada sebuah kebiasaan adu argumen yang cukup alot dan berlangsung panas ketika terjadi perbedaan pendapat. Sementara di keluarga suami saya perbedaan pendapat di tanggapi dengan santai tanpa kealotan. Dan pola dari keluarga saya dan suami ini masing-masing menjadi karakteristik. Jika disederhanakan, keluarga saya karakter keras, keluarga suami karakter lunak.

Entah saya saja yang berfikir tentang hal ini. Bagi saya, sangat penting menyadari pola komunikasi dan karakteristik keluarga kita masing-masing. Kenapa? Agar ketika terjadi sebuah situasi dimana terdapat permasalahan yang cukup runyam, kita, masing-masing anggota keluarga bisa menyikapi tanpa harus berlebihan dan fokus pada solusi. Bukan malah adu argumen atau malah merasa pendapat tidak diakomodir.

Ngomong-ngomong soal pola dan karakteristik komunikasi, tampaknya bagi kita yang masih berstatus orang tua muda bisa memulai dari sekarang dalam menciptakan pola dan karakteristik komunikasi keluarga kita. Misal, pola seperti apa yang akan kita terapkan ketika anak-anak menunjukan sikap yang kurang baik. Atau pola komunikasi seperti apa yang akan kita perkenalkan kepada anak-anak ketika anak-anak dihadapkan dalam sebuah pilihan. Termasuk pola-pola lain terkait komunikasi, baik komunikasi verbal ataupun non verbal.

Dalam keseharian, hal yang biasa terjadi adalah, ibu mengambil peranan sebagai 'toa' buat anak-anak. Dan ayah sebagai pemegang toa nya. Maksudnya. Ibu yang memiliki suara yang lebih nyaring, sedangkan ayah cukup sebagai pengomando saja. Ketika kita memilih sebagai toa, disinilah kita harus berhati-hati. Bagaimana suara yang kita hasilkan jangan sampai menggoreskan luka di hati anak-anak kita. Luka yang seperti apa? Seperti menghujat, menghakimi atau pun memberi tekanan berupa perbandingan-perbandingan. Karena balik lagi seperti yang saya sampaikan di atas. Anak adalah manusia seperti kita. Ketika kita tidak menyukai dihujat, makan demikian puka dengan anak.

Jika memang tak sanggup menjadi orang tua, cukuplah doa sebagai kekuatan utama. Hingga diam dalam cinta menjadi pilihan kita, biar tak ada luka.

Optimisme vs Takabur

Minggu, 27 Desember 2015

★★Optimisme vs Takabur★★

Akhir-akhir ini saya sering mentok ide. Selain karena faktor berkurangnya intensitas menulis, saya juga kekurangan intensitas membaca. Jangankan membaca buku, membaca hikmah kehidupan pun akhir-akhir ini sering tak saya lakukan. Ya, memang beginilah jika hidup tak lagi 'dirasa' bermasalah. Namun sebaliknya, ketika hidup kita sedang disoroti Allah dengan diberikan sedikit masalah, maka naluriah, ada proses berfikir yang kita lakukan dalam menghadapi masalah tersebut. Proses berfikir itulah yang nantinya akan menelurkan buah fikir atau bisa disebut hikmah.

Saat ini, beberapa hal yang sedikit menantang dalam hidup saya satu persatu mulai ditunjukan arah tujuannya. Mulai dari status pekerjaan suami, status studi suami hingga kejelasan keberangkatan saya dan anak-anak menyusul suami ke tempat studinya.

Sejujurnya dan seharusnya, saya belum bisa tenang sampai akhirnya urusan adiministrasi saya dan anak-anak selesai. Namun entah mengapa saya jadi merasa adem ayem atau lebih tepatnya diberi ketenangan oleh Allah. Saya berharap ketenangan ini memang sebagai bentuk optimisme ya. Bukan sebaliknya, bentuk ketakaburan (naudzubillah). Dua hal ini memang tampak berbeda. Tapi jika diaplikasikan, wujud optimis bisa saja berubah takabur atau sebaliknya. Lalu apa yang membedakannya?

Pertanyaan itulah yang tampaknya ingin dititik tekankan suami kepada saya. Apakah karena saya terkesan pesimis atau kenapa?

Jadi ceritanya, ini kali keduanya saya ditinggal pergi oleh suami untuk studi. Pertama kalinya saat usia pernikahan kami masih 8 bulan. Suami studi master di negri Paman Sam. Rencana terus berganti, dari awal ketika kami masih berstatus tunangan, hingga sampai akhirnya saya positif hamil baby kembar. Jadilah rencana akhir, saya dan suami harus LDR (Long distance Relationship).  Dan kemudian saat ini, dimana saya untuk yang kedua kalinya harus berpisah dari suami. Sekitar 6 bulan suami harus memulai perkuliahan doktor nya tanpa saya dan anak-anak karena faktor dana tunjangan keluarga yang baru mengucur di bulan ketujuh (suami saya memperoleh beasiswa dari LPDP kementrian keuangan).

Ada beberapa hal yang harus saya persiapkan. Namun jujur, saat saya berdiskusi dengan suami mengenai keiikutsertaan saya dalam mendampingi studinya kali ini, memang ada nada pesimis yang saya lontarkan. Dan saya sangat menyadari bahwa sikap saya ini merupakan salah satu faktor yang ada kaitannya dengan masa ketika suami studi masternya dulu. Selain itu, ada pemikiran dimana saya tidak mau terlalu berbesar hati untuk bagian hidup yang belum tentu disuratkan sebagai garis takdir saya.

Di poin inilah saya sedang diuji. Bagaimana saya harus tetap optimis bahwa Allah mengizinkan saya dan anak-anak mendampingi suami studi doktoral nya. Disisi lain saya harus tetap mempersiapkan diri bahwa kehidupan kedepan tidak ada yang tau bagaimana garisnya. Entah nanti visa, kesehatan, atau bahkan hal lain diluar kendali kita yang akan membelokan garis takdir ini. Rumit memang pola berfikir saya. Namun, sikap seperti ini saya rasakan sangat penting. Sikap dimana kita manusia harus mampu proporsional dalan mengelola optimisme sehingga optimis tersebut tidak berubah wujud menjadi takabur.

Sebagai manusia saya harus melakukan ikhtir fisik berupa kelengkapan dokumentasi dan prosedur untuk keberangkatan. Dan sebagai hamba Allah saya pun harus mampu menata hati agar proses hidup yang saat ini sedang dan akan saya lalui merupakan anugrah dari Allah. Dan apabila Allah berkehendak membelokannya, bisa saja apa yang saya persiapkan ini mental. Apakah saya siap? Lalu, apa yang harus dilakukan agar optimis tak berubah takabur? Menurut saya pasrah dan menyerahkan diri pada Allah lah dengan senantiasa berdoa dan berdoa agar Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk bisa belajar mengitari bumi Allah yang luas dan kaya ini menjadi satu-satunya tindakan yang harus konsisten saya lakukan.

Inilah perenungan saya. Untuk satu sisi hidup saja kita manusia tak mampu mengotak atiknya. Apalagi untuk semua sisi kecuali atas izin Allah. Dan semoga saya dijauhkan dari rasa takabur.

Terimakasih suami, yang senantiasa memberikan saya kesempatan untuk memetik hikmah.

Semoga segala urusan kita lancar.

Jika Allah izinkan saya hidup lama, maka izinkan saya untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Jika hidup saya tak berlangsung lama, tunjukanlah cara yang tepat agar saya bisa menjadi bermanfaat.

Payakumbuh, 27 Desember 2015

Selamat Hari Ibu Ma...

Selasa, 22 Desember 2015
Lagi heboh ya hari ini dengan testimoni. Kali ini bukan testimoni barang dagangan, tapi testimoni tentang ibu masing-masing. Betul betul betul ...? :)
Testimoni saya apa? Hmmmm apa ya... heu. Jujur ga tau harus nulis testimoni apa. Bagi saya mama ya mama. Baik atau buruknya, tetaplah mama. Yang pasti air mata akan menetes jika berjauhan dengannya. Rindu akan membuncah saat hati tak lagi dalam kondisi suka. Udah itu aja.
Saya memang terlalu buruk dalam mengingat kebaikan mama. Karena menurut saya, apa yang dilakukan mama memang seharusnya hal yang harus dilakukan oleh seorang ibu. Ah mama, maafkan anakmu yang tak bisa berkata manis seperti halnya orang-orang yang tengah mama nonton di televisi. Maafkan juga anakmu yang belum bisa mewujudkan mimpi dan harapan mama. Bahkan sering sekali anakmu ini melakukan hal yang menurutmu kurang tepat. Ah sudahlah, maafkan anakmu yang keras kepala ini mama.
....... Bagiku bahasa diam saat ini lebih indah ma. Jika tahun-tahun terdahulu selalu kuukir kata dalam pesan elektronik untuk dikirimkan kepadamu. Namun saat ini ku lebih memilih tuk berucap dalam diam. Kenapa? Karena malu ini terlalu besar ma. Malu tak bisa menjadi sesempurna yang mama harapkan.
Banyak perbedaan ya ma antara mama dan aku. Namun aku yakin perbedaan yang tak jarang berujung konflik ini tak mengurangi rasa cinta mama padaku. Karena perasaan yang dulu tak bisa kuraba itu sekarang bisa dengan nyata kurasakan setelah aku menjadi seorang ibu. Dan benar saja, cinta ibu itu terlalu besar dan kuat untuk dihilangkan dan dikikis.
Ma, testimoni singkat ini biarlah menjadi catatan sejarah saja ya ma. Tak perlu dibacakan. Karena indah hidup hari ini belum tentu kita jumpai dihari esok. Jadi biarlah tulisan ini hadir ketika esok memang butuh energi indah dari tulisan ini, meskipun hanya bisa menghibur sedikit dari hidup mama. Jikapun tak pernah dibaca, biarkanlah semua menjadi doa.
Semoga mama menjadi ibu yang bahagia dunia akhirat. Maafkan anakmu yang mungkin pernah berkata dusta, keras kepala dan tak mendengar kata. Semoga mama diberikan kehidupan yang barakah dan berakhir khusnul khatimah. Semoga mama didekap penuh cinta olehNya ... Sang Maha Pecinta. Hingga akhirnya kita dipertemukan di surga.
Ah.. semakin kutulis kata, semakin hati ini tertata dalam air mata, tergerus haru ma. Tak tau harus berkata apa karena 27 tahun ku bersamamu terlalu complicated dan tak bisa dijabarkan dengan detail.
Terima kasih mama ... doamu sangat berarti bagiku ...
Payakumbuh, 22 Desember 2015
Dari anakmu

Hari Ibu

Tepat di 'Hari Ibu', suamiku kembali berjuang demi setitik ilmu untuk mengarungi samudra kehidupan kami. Dan tepat hari ini saya (kembali) sendiri meski tak dalam waktu yang lama (in sya allah).

Ah apalah saya ini, hanya remah2 dedak rendang ... hehehe. Jujur saya tengah tak mau bersedih-sedih, meski memang, mengingat jasa mama itu akan membuat rasa haru makin membuncah. Dan meski juga saya tak pernah tau perjuangan real mama seperti apa, at least saya bisa membayangkan perjuangan macam apa yang telah dilalui mama setelah saya sendiri  menjadi ibu untuk anak-anak saya.

Satu hal yang ingin saya bahas saat ini adalah perihal hubungan ibu dan anak. Setuju atau pun tidak, menurut saya hubungan ibu dan anak itu unik. Dan lebih spesifik lagi hubungan antar ibu dengan masing-masing anaknya lebih unik lagi. Hanya ibu yang tau beda dari cara perhatian yang diberikannya kepada masing-masing anaknya. Sementara para anak (tampaknya) tidak akan pernah tau beda perhatian ibu kepadanya dengan saudara-saudaranya yang lain. Meskipun rumit, tapi rasa 'kasih dan sayang' seolah memberikan kesederhanaan gambaran akan perhatian seorang ibu kepada seluruh anaknya. Tak peduli dengan cara seperti apa. Layaknya anak tak ingin dibandingkan dengan anak lain, begitu pula ibu. Ibu tak akan pernah ingin anak nya membandingkan cara yang telah dia berikan, karena cara itu, tercipta natural tanpa direkayasa. Begitu juga kasih, sayang dan cinta ibu ada tanpa diminta.

Ah bicara apalah aku ini. Anak kemaren sore.

Selamat hari Ibu ... 20 Desember 2015

Speech Delay (my experience)

Sabtu, 19 Desember 2015

★★ SPEECH DELAY (Lagi)★★
KETERLAMBATAN BICARA
Sumber: putrihasma.blogspot.com

Memiliki batita usia 2 tahun 5 bulan lebih namun belum bisa berbicara komunikatif? Yap, saya salah satu orang tua yang diamanahi anak dengan kemampuan verbal berkembang agak sedikit lambat.
Saya tidak mengatakan mereka belum bisa bicara. Anak2 hanya belum mampu memproduksi kalimat sederhana. Dan mereka juga belum mampu mengekspresikan keinginan dalam bentuk kalimat sederhana. Namun saya bersyukur, meski tidak terlalu signifikan, perkembangan bahasa anak2 perlahan menunjukan kemajuan. Kata yang tadinya tidak begitu jelas pengucapannya, sudah terdengar fasih. Selain itu mereka sudah bisa memproduksi frasa yang terdiri dari 2 kata seperti, umi mau-oma udah-opa yuj (opa hayu) dll. Kemudian mereka juga sudah mampu mengerti berbagai macam instruksi dan mulai memahami situasi seperti contohnya, situasi saat ini dimana saya tengah sakit gigi dan saya tidak terlalu bisa banyak bicara dan bantu mereka.
Perkembangan kecil dan sederhana ini tentunya harus benar2 saya sadari, agar saya tidak terjebak (kembali) pada kondisi dimana saya depresi menghadapi anak2 dengan segenap keinginan mereka yg belum bisa diungkapkan dengan bahasa verbal. Nah, untuk meningkatkan kesadaran saya bahwa anak2 berkembang cukup bagus, maka saya coba tuliskan di page pribadi ini. Selain untuk keperluan pribadi, saya berharap pengalaman saya bisa sedikit membantu para ibu yang tengah khawatir dengan perkembangan anaknya.

Oh ya, sedikit info mengenai keterlambatan bicara. Hal yang perlu kita cermati sebelum mengkhawatirkan perkembangan bahasa si kecil adalah (saya coba poinkan ya)
1) cek pendengaran si kecil
Hal ini bisa kita lakukan sejak si kecil berumur 3 bulan hingga seterusnya. Salah satu cara untuk mengecek pendengaran si kecil yaitu dengan memberikan rangsangan berupa bunyi2an. Jika si kecil merespon bunyi tersebut, berarti bisa dikatakan tidak ada masalah dengan pendengaran si kecil. Nah, setelah si kecil makin bertumbuh, bisa dicek dengan memanggil namanya atau menstimulus dengan musik kesukaannya.
2) faktor prematuritas
Bagi bayi yang terlahir prematur, bisa menjadi salah satu faktor si anak mengalami keterlambatan bicara. Namun, tidak semua anak prematur ya mengalami hal ini :)
3) cek riwayat genetis
Keterlambatan bicara bisa terjadi karena faktor genetis. Coba tanyakan pada pasangan anda, apakah ketika kecil, masing2 pasangan memiliki riwayat keterlambatan bicara. Jika ya, kita bisa bersiap mental untuk menghadapi anak yang mengalami keterlambatan bicara juga
4) cek levelnya
Keterlambatan bicara itu ada berbagai macam tingkatannya. Anak baru akan dikatakan mengalami 'speech delay / keterlambatan bicara' jika anak pada usia lebih dari 3 tahun
●kurang merespon lingkungan dengan baik
●produksi kata belum terlihat
●masih bubbling seperti bayi
●tidak merespon instruksi dengan baik

Jika sebelum usia 3 tahun anak terindikasi 4 ciri di atas, selain terus melatih anak, tidak ada salahnya jika kita konsultasikan kepada dokter ahli agar kita bisa mengetahui kondisi perkembangan bahasa anak.

Demikian share pengalaman yang saya coba ingat dari berbagai macam sumber dan pengalaman saya langsung tentunya. Semoga bermanfaat.. :)

Si kembar: kak Ana dan Ani

Rabu, 02 Desember 2015

1 DESEMBER 1986

gak ada yang nyangka gue bakal lahir kembar sama ini anak........
sampe gue hapal betapa resek nya ini anak....
1) waktu gue tidur pules loe tarik kaki gue sampe gue jatuh dari kasur.
2) waktu dari kecil sampe kuliah tiap beda pendapat akhirnya jambak-jambakan terus ngakak bareng kayak orang gila
3) Inget suka rebutan nonton tivi gara gara gue lebih suka nonton film horor dan loe sukanya nonton barbie.

4) Inget gue mainan mobil-mobilan dan loe mainan pasar pasaran

segala yang setiap mau kita lakukan berdua pasti kita pake adat bertengkar dulu baru kita kerjain bersama..

Gue bangga bisa merasakan bertengkar sama loe
gue bangga bisa merasakan berkelahi sama loe
Tiap kita bertengkar berdebat bikin suasana jadi hidup kagak sepi kayak kuburan..

Kita sekarang udah sama-sama menikah
udah punya kehidupan masing-masing.
Gue yang selalu cemburu tiap suami gue ngobrol sama eloe karena gimanapun juga suami gue adalah mantan pacar loe..

dan loe yang selalu cemburu tiap suami loe ngobrol sama gue

Persaudaraan kita memang unik ya say.
Penuh dengan pertengkaran perdebatan perkelahian tapi itu lah yang membuat kita berdua semakin saling meyayangi.

Seliana Muichtar Lubis adalah musuh yang sangat gue sayangi. Musuh yang sangat gue banggakan.

Orang-orang gak akan mengerti kenapa kita kembar kok suka bertengkar karena mereka gak ngerti bahwa ANA dan ANI adalah 2 individu yang bebas seperti burung yang bebas terbang dilangit.

I LOVE YOU MY BEAUTIFUL ENEMY
HAPPY BIRTHDAY

Ekspektasi

Selasa, 24 November 2015

Hai, apa yang menjadi topik utama kamu saat malam pertama? Hehehe. Seperti yang kita tau. Malam pertama bagi pengantin baru merupakan malam dimana kita dan pasangan saling mengenal lebih dekat. Ada kekakuan. Ada kecanggungan. Ada keringat dingin. Kikuk dan nervous. Salah tingkah bahkan merasa aneh karena sekarang sekamar dengan makhluk asing #eh.

Nah, saya jadi teringat moment perbincangan saya dengan suami saat malam pertama resmi menjadi suami dan istri. Entah siapa yang memulai perbincangan, dan pada akhirnya kami memperbincangkan perihal ekspektasi. Ya, ekspektasi masing-masing kami terhadap satu sama lain.
Wah, saat itu, seingat saya, ekspektasi disampaikan dengan bahasa yang dikemas sedemikian rupa sehingga terkesan bukan ekspektasi melainkan sebuah harap tentang kehidupan kedepan akan hidup dengan pasangan seperti apakah kami. #hadeh panjang beneeeeer.

Kala itu... (berasa mendongeng...) saya menyampaikan ekspektasi saya. Bahwa saya menginginkan suami yang bisa menjadi imam saya sepenuhnya. Sepenuhnya alias ga sepotong-sepotong. Hehehe. Maksudnya, saya secara tersirat ingin menyampaikan bahwa saya orangnya gimana orang yang paling berpengaruh... :D So, jadilah orang yang paling berpengaruh baik dalam kehidupan saya kedepan, selamanya. (Duh maaf ya ga detail, terlalu general. Hahaha... sengaja sih. Biar bingung :P )
Nah, sang suami pun menyampaikan ekspekatsinya. Jujur saya tidak ingat semua, hanya saja yang paling saya ingat, suami sangat berharap saya yang sudah menjadi istrinya bisa menerima aktivitas nya dengan segenap kesibukannya. Dan saya juga siap untuk hidup dengan tak selalu berada disamping suami.

Hmmmmm ... apa itu maksudnya. Hahahaha... curiga ini bakal ditinggal-tinggal. (Padahal waktu itu saya tau sih memang bakal ditinggal belajar selama +- 2 tahun :D ).

Seiring berjalannya waktu, tak bisa direkayasa, hidup sebagai sepasang suami istri merupakan hidup yang tak bisa dibuat-buat bahkan sekedar untuk memenuhi ekspektasi pasangan kita. Dan saya mulai menyadari, ada ekspektasi yang tak terpenuhi. Baik ekspektasi saya maupun suami. Dan hal inilah sedikit banyaknya yang menjadi pemicu 'kengambekan' saya. (Kengambekan means pertengkaran kecil .. hehehe ). Sebagai manusia normal, saya tentunya tidak mau terus-terusan hidup ngambek terus. Dan inilah mungkin yang dinamakan proses. Proses pendewasaan. Saya mulai berhenti berekspektasi berlebih. Saya mulai berdamai dengan janji yang yang coba dibuat suami dan mengatakan padanya untuk tidak perlu lagi berjanji demi bahagiaku di masa depan.

Perlahan saya mulai menyadari, bahwa janji bukanlah hal yang mendatangkan bahagia. Karena janji ketika tak ditepati hanya menghasilkan luka. Dan saya akhirnya memilih untuk berdamai dengan janji. Mencoba memperkecil ekspektasi. Dan memang, ketika realita yang terjadi melebihi ekspektasi, maka kebahagiaan akan tercipta dengan sendirinya. Saya yakin kamu pernah merasakan hal yang sama dengan saya.,, :)

Ada yang mau berbagi ceritanya tentang kebahagiaan dengan tak terlalu berekspektasi tinggi?  Share yuk ceritanya... :)

'Ruangan' untuk Marah ('Time Out' untuk semua)

Minggu, 22 November 2015

Marah marah marah >_<
Geraaaaaaaaam. Huffft...
Saya itu ibu yang pemarah. Asli dan sangat jujur. Kalo udah marah ... hiks ... malu dan sedih kalo ngingetnya.

Gini gini... Saya sekarang sedikit mau berbagi hal terkait marah. Kayanya sih udah ada yang dapetin broadcast nya ya. Tapi biar semua pada tau, saya copas-in aja ya ...

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

Hati-hati menjaga lisanmu wahai ibu... !!!

كنت في يوم من الايام انظف بيتي وجاء ابني وهو طفل واسقط تحفة من الزجاح فانكسرت
Suatu hari, saya sedang membersihkan rumah. Tiba-tiba anak lelaki saya datang, ia masih kecil waktu itu, ia menjatuhkan satu hiasan yang terbuat dari kaca, dan pecah.
فغضبت عليه اشد الغضب لانها غالية جداً واهدتني اياها امي فأحبها ، واحب ان احافظ عليها ...
Saya benar-benar marah ketika itu. Karena hiasan itu amat mahal harganya. Ibu saya telah menghadiahkannya dan saya amat menyukainya, maka saya menjaganya dengan amat baik...
ومن شدة الغضب دعوت عليه قلت : 
( عسى ربي يطيح عليك جدار يكسر عظامك )
Karena terlalu marah, saya melontarkan kata-kata: "semoga kamu tertimpa dinding bangunan dan tulang-belulangmu hancur!"
مرت السنين ونسيت تلك الدعوة ولم اهتم لها ولم اعلم انها قد ارتفعت الى السماء ... 
Beberapa tahun berlalu, saya lupa akan doa itu, saya pun tak menganggapnya penting, dan saya tidak tau bahwa ternyata doa itu telah naik ke atas langit...
كبر ابني مع اخوانه واخواته ..
وكان هو احب ابنائي الى قلبي ؛ 
اخاف عليه من نسمة الهواء ...
ويبر فيَّ اكثر من اخوانه واخواته ...
درس وتخرج وتوظف واصبحت ابحث له عن زوجة
Anakku lelakiku itu dan saudara-saudarinya yang lain semakin besar. Rasanya, dialah yang paling saya cintai dari anak2ku yang lain. Dialah yang paling saya khawatirkan. Ia pula yang paling berbakti kepadaku dibandingkan saudara/i nya yang lain. Dia telah tamat belajar, bekerja, dan sudah waktunya untuk saya mencarikannya pasangan...
. . . 
وكان عند والده عمارة قديمة ويريدون هدمها وبناءها من جديد
Ayahnya memiliki sebuah gedung tua yang hendak direnovasi.
.
ذهب ابني مع والده للعمارة وكان العمال يستعدون للهدم
Maka pergilah anakku bersama ayahnya ke gedung itu. Para pekerja sudah siap-siap untuk merenovasinya..
وفي منتصف عملهم ذهب ابني بعيداً عن والده ولم ينتبه له العامل فسقط الجدار عليه ..
Ditengah-tengah aktivitas mereka, anakku pergi agak jauh dari ayahnya, para pekerja tidak mengetahui bahwa ada ia disana, bangunan yang sengaja dirobohkan untuk direnovasi itu jatuh menimpanya...
وصرخ ابني ... ثم اختفى صوته ... 
توقف العمال ، واصبح الجميع في قلق وخوف ... 
Anakku berteriak hingga suaranya tak terdengar lagi. Semua pekerja berhenti. Mereka ketakutan! Mereka khawatir!
ازالوا الجدار عنه بصعووووبة وحضر الاسعاف 
ولم يستطيعوا حمله لانه اصبح كالزجاح اذا سقط وتكسر ...
Mereka menyingkirkan dinding yang menghimpit anakku itu dengan susah payah dan segera memanggil ambulans. Mereka tidak bisa mengangkan badan anakku. Ia remuk. Seperti kaca yang jatuh, pecah berkeping-keping...
حملوه بصعوبة ونقلوه للعناية ...
وعندما اتصل والده ليخبرني
كأن الله اعاد امام عيني تلك الساعة التي دعوت فيها على ابني وهو طفل ... وتذكرت تلك الدعوة ...
Mereka membawanya dengan amat sulit dan segera memindahkannya untuk pertolongan lebih lanjut.. . Ketika ayahnya menghubungi saya untuk mengabarkan hal itu, seakan Allah menghadirkan kembali apa yang telah saya doakan untuknya dahulu ketika ia kecil...
بكيت حتى فقدت وعيي ..
واستيقظت في المستشفى ... وطلبت رؤية ابني ...
Saya menangis hingga jatuh pingsan. Ketika sadar, saya berada di rumah sakit.. Dan saya meminta untuk melihat anak saya...
رأيته ، وليتني لم اره في تلك الحالة ..!
رأيته وكأن الله يقول : 
هذه دعوتك ... استجبتها لك بعد سنين طويلة ؛لأن دعوة الوالدين مستجابة ... والان سأخذه من الدنيا 
Ketika melihatnya, ah! Andaikan aku tidak melihatnya dalam keadaan sebegitu... Saya melihatnya, seakan-akan Allah berkata "nih, ini doamu kan? Sudah saya kabulkan setelah sekian lama; doa orang tua itu mustajab, dan sekarang Aku akan mengambilnya..."
وفي تلك اللحظات توقف جهاز القلب ... 
Ketika itu, jantung aaya seakan berhenti berdetak...
ولفظ ابني انفاسه الاخيرة ..
Anak saya menghembuskan nafas terakhirnya...
صرخت وبكيت وانا اقول : 
Sembari berteriak dan menangis saya berkata:
ليته يعود للحياة .. ويكسر تحف البيت جميعها ...
Andaikan ia hidup lagi! Tidak mengapa jika dia hancurkan semua perabot rumah...
ولا افقده ..
Asalkan saya tidak kehilangan ia...
ليت لساني انقطع ولا دعوت عليه تلك الدعوة ..!
Andaikan saja lidah saya ini terpotong dan tidak mendoakannya sebegitu!
ليت وليت وليت ولكن .......... ليتها تنفع كلمة •• ليت ••
Andaikan... Andaikan... Andaikan... Tetapi, andaikan kalimat 'andaikan' ini berguna...
رسالتي لكل ام : 
لاتتسرعين في وقت غضبك بدعائك على ابنك ...،
Risalah kepada para ibu: jangan terburu-buru mendoakan anakmu ketika sedang marah...
استعيذي بالله من الشيطان ... وان اررتي
ولكن لاتدعين عليه ...
فتندمين كما ندمت ""
Berlindunglah kepada Allah dari godaan setan,... Jika kamu ingin memukulny, pukul aaja, tapi jangan mendoakannya macam-macam, sehingga kalian akan menyesal seperti saya...
اكتب لكم هذه الكلمات ودمعاتي تسبق كلماتي ... 
Saya menuliskan ini dengan airmata yang membanjir...
ليت روحي تلحق روحك يابني واستريح من هذا الالم الذي اعيشه بعد وفاتك ...
""""""""""
Andaikan ruhku pun turut bersamamu, nak. Hingga saya bisa beristirahat dari kepedihan yang saya rasakan sepeninggalmu...
قصة مؤثرة ..
""""""""""""
ارجو نشرها لجميع النساء
الدعوة مقبولة .. ولو بعد حين
Kisah yang menginspirasi. Tolong sebarkan keseluruh wanita, doa itu akan terjawab, walau setelah beberapa lama...
#copas#

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

Jujur, setelah baca BC di atas, saya jadi berusaha mengingat-ingat kembali apa saja kata-kata yang saya lontarkan ke anak-anak ketika marah. Tapi saya gagal mengingatnya. Alhasil, saya cuma bisa beristighfar dan memperbarui doa kepada Allah..

"Ya Allah, tariklah semua doa-doa buruk yang pernah terlontar dari mulutku. Sungguh Engkau Maha Pemurah. Ampunilah hambaMu yang penuh khilaf ini" :'(

Tolong di aminin ya... pliiiiis... semoga kita terhindar ya dari hal-hal buruk.

Nah, nyambung lagi ke perihal emak-emak pemarah nih ya. Saya coba putar otak alias mikir cara biar saya ga perlu keceplosan kalo marah. Mikir mikir mikir ... dan akhirnya saya nemu sebuah cara, yaitu dengan menyediakan ruangan khusus untuk marah. Jadi gimana tuh aturan mainnya?

Begini...

Saya berhasil mencontohkan marah kepada anak-anak. Jadi saat ini anak-anak ketularan pemarah nya saya. Karena mereka sudah tertular yang membuat mereka melakukan self defense dengan marah melalui tindakan fisik (memang fase nya juga sih). Misal dengan nyubit, mukul dan nendang bahkan mencakar. Belum lagi banyak faktor lain yang bisa memancing marah, mulai dari mood anak-anak yang sedang buruk apakah karena mereka masih mengantuk, kecapean, atau kelaparan. Atau bisa jadi karena rebutan mainan. Banyak hal dan saya yakin semua orang tua sangat tau itu.

Dalam agama, kita sudah diberikan langkah-langkah dalam mengatasi marah. Seperti berpindah posisi dan diakhiri berwudhu dan melaksanakan amalan sunnah jika memang marah itu sudah sangat memuncak. Namun hal ini agak sedikit menantang jika yang memancing marah itu adalah tingkah unik anak-anak. Tentunya anak-anak akan menunjukan sikap lainnya apabila kita diam dalam rangka menahan marah. Misal, anak-anak rewel karena ingin sesuatu. Langkah pertama dengan memberi pengertian bahwa yang mereka inginkan itu belum bisa diberikan sekarang karena alasan tertentu, tidak diindahkan. Kemudian kita coba memberikan tawaran pikihan dan ternyata anak tetap keukeuh dan mulai menunjukan gejala rewel. Kita pun mencoba closing dengan pilihan yang kita coba tawarkan dan menyampaikan bahwa hanya itu yang bisa dilakukan, dan akhirnya anak tantrum.

Berdasarkan teorinya, anak tantrum karena ada keinginan mereka yang tidak terpenuhi sebaiknya dibiarkan saja sekitar beberapa menit. Namun karena situasi tertentu kita sebagai orang tua dengan keterbatasan kapasitas daya tampung masalah tentunya bisa meledak juga mendapati anak yang 'tidak paham' ini. Terlebih jika anaknya seperti anak-anak saya. Belum lagi kalo kitanya lagi banyak pikiran.. ciile gaya.. hahaha. Tantrum nya anak-anak bukanlah bergolek dilantai melainkan mengikuti kemana saya pergi dan menarik-narik tangan dan baju saya ke arah yang mereka maksudkan. Dan memberikan toleransi dengan mengikuti kehendak mereka dalam keadaan tantrum seperti ini sama saja saya menyerah dan membuat anak-anak berfikir bahwa tangisan bisa meluluhkan saya. BIG NO!!! Jangan atur umi dengan tangisan kalian. (Umi galak)

Dan disinilah fungsi ruangan khusus yang saya maksud. Ruangan untuk marah. Saya atau pun anak-anak akan berada diruangan ini. Ruangan apapun yang sedang tidak ada orang. Ruangan dimana saya atau pun anak-anak bisa melepas marah atau bisa sering disebut 'Time out' dalam prakteknya. Kenapa ruangan, dan juga berlaku untuk saya? Karena sesungguhnya inti masalah nya ya saya. Jika saya sedang good control, anak-anak se rewel apapun bisa saya atasi. Karena memang pada dasarnya anak-anak saya anak-anak yang mudah mengerti. (Anak-anak semuanya saya yakin mudah untuk mengerti kok ya. Kitanya aja orang tua yang rada cepet tidak sabar).

Ngomong soal 'Time Out (TO)' yang memang sedang happening. Jujur, praktek TO ini gagal berkali-kali saat diterapkan ke anak-anak saya. Disamping mereka yang belum mengerti, mereka juga bukan tipe anak-anak biasa, mereka luar biasa. Hehehe. Karena ketika di TO, ada saudaranya yang akan membantu. Dan mendistraksi saudara yang sdg di TO. Nasib nasib... anak kembar. Dari dalam perut sudah punya PIC alias partner in crime.. hehehe.

Jadi gimana efektifitasnya ruangan ini? Sangat efektif untuk saya mengkondisikan anak-anak dan saya sendiri. Saya jadi bisa menghindari marah yang aneh. Marah yang ga penting. Yang sekedar pelepas nafsu aja. Hiks. Dan anak-anak pun jadi mengerti, bahwa marah itu hal yang buruk. Sesuatu yang umi sendiri juga sedang berjuang mengendalikannya. Sesuatu yang harus dihindari. Terlebih jika marah tanpa alasan. Siapapun, dirumah ini yang marah tanpa alasan, silahkan masuk ke sebuah ruangan dimana kamu disana sendiri.

Nb: konsepnya sama seperti konsep TO, namun sepemahaman saya, TO pemberlakuan hanya untuk anak. Sedangkan karena sikon di keluarga saya yang sedikit berbeda, sehingga TO diberlakukan juga jika orang tua (dalam hal ini saya) mulai kesel dan akan marah.

Oh ya, NB lagi: saya bukan ahli teori parenting, saya mencoba mempraktekan teori yang saya tau dan pahami, dan memodifikasinya sesuai kebutuhan anak-anak saya.

Bandung, 23 Nov 2015

Peduli Apa Ikut Campur?

Kamis, 19 November 2015

BeTi ... alias Beda Tipis. Yups! Beda PEDULI sama IKUT CAMPUR itu tipis. Dulu sih udah pernah posting di status FB tentang 2 hal ini. Eh ternyata sekarang, lagi kealaman di 'peduli'in sama orang. Peduli yang mengundang jiwa menjadi membara.

Tepatnya kemaren, saat lagi kring-kringan sama kakak, ada telp masuk. Pas di cek, eh ternyata seseorang yang saya hormati. Karena saya menghormatinya, saya telp balik. Daaaaaaaaan, dari 30 menit lebih durasi nelpon, 90% obrolan untuk mengorek informasi tentang kehidupan saya. Percaya ga si putri ada yang kepoin? Ah percaya ga percaya deh ya. Pokoknya, semua hal ditanyain. Dan jujur, saya ga bisa berkilas alias 'berbohong elegan'. Ditanya A ya jawab A, ditanya G ya jawab G. Meski terbersit rasa kurang nyaman dengan bahan obrolan, saya masih terus berusaha berfikir positif bahwa orang ini sangat PEDULI dengan saya. Tapi .......

Sesaat sebelum maghrib, orang tua saya menelpon. Bercerita tentang sesuatu hal terkait orang ini. Dan alangkah kaget nya saya ketika mendapati cerita aneh dari orang ini tentang saya dan suami. Hiks hoks. Ternyata pedulinya orang itu ada embel-embel nya. Dia bukan nya peduli tapi lebih cenderung ikut campur dengan sedikit bumbu SOTOY!!!! Asli bikin esmosi.

Tapi daripada emosi, mending saya tulis aja perbedaan Peduli sama Ikut Campur. Kayanya banyak deh yang ngalamin kejadian serupa. Misalnya, ada yang peduli kita ga punya duit, akhirnya kasih pinjem duit. Pas kita udah minjem duitnya, mungkin karena merasa berjasa, dia malah atur-atur urusan hidup kita. Terutama terkait masalah finansial. Jadinya ya sok nasehatin kalo cari duit tu begini begitu. Padahal kita tau, dia orang nya culas. #ini contoh ya...

Nah ini nih, poin-poin yang saya dapetin, yang punya poin tambahan, monggo di komen ya, biar saya masukin ke list. Hehehe,, lumayan, buat bagi-bagi pengalaman biar ga banyak orang-orang lugu kaya saya bermaksud cerita karena merasa lagi ada yang peduli, eh ga taunya peduli terselubung.

★★PEDULI★★
^_^ bertanya seperlunya
^_^ tidak memaksa
^_^ memberikan solusi
^_^ menenangkan hati si objek
^_^ pembicaraan didominasi yang curhat
^_^ kesimpulan untuk dijadikan pelajaran

■■IKUT CAMPUR■■
>_< bertanya beruntun dan banyaaaaaaaak
>_< memaksa
>_< memberikan 'support' alias manas-manasin
>_< membakar hati si objek
>_< pembicaraan didominasi yang dicurhatin
>_< kesimpulan untuk dijadikan perbandingan dan gunjingan

Hmmmm apa lagi ya... silahkan tambahin deh. Saya berharap budaya 'kepo' ga dilestarikan. Biar ga lestari, tampaknya media sosial harus dibasmi. Eh salah, maaf. Ngomong asal. Saya nya udah ngantuk.

Bandung, 19 November 2015

Help me... (anak kembar bertengkar???)

Selasa, 10 November 2015

PleasePernah ga ngerasain sebuah perasaan ingin membagikan hal yang sedang kamu alami agar semua orang tau betapa sulitnya dirimu? Kalo pada ga pernah, oke baiklah, saya sedang kacrut. Huft.. hehehe..

Saya kurang yakin sebenarnya untuk berbagi tulisan ini. Tapi saya butuh tempat muntah. Terakhir muntahan saya berupa tulisan 5 hari yang lalu belum totalitas. :D Masih ada yang nyangkut di kerongkongan... heu ...

Saya sangat gundah gulana akhir-akhir ini. Si kembar 'perangnya' makin keren. Gondognya, orang-orang di rumah malah kaya jadiin pertengkaran mereka jadi kaya hiburan. Atuhlaaaaaaaah (mewek deh..).

Memang sih, anak kecil berantem itu lucu. Ada skill terasah disana. Life skil untuk mempertahankan diri dan membela diri. Tapi ya ga dijadiin bahan tertawa juga lah ya kaya yang lagi nonton srimulat aja. Ya mbo bantu saya melerai dan memberikan pengertian ke masing-masing mereka bahwa si ini ga sengaja, si itu mau ajak main, atau hal lain yang memang perwakilan dari perasaan mereka.

Anak-anak saya 28 bulan 5 hari yang lalu memang belum bisa produksi frase. Mereka baru bisa memproduksi kata per kata. Dan perkembangan kata mereka perhari tidak signifikan tapi sekalinya bisa bikin surprise juga. Intinya, mereka belum bisa ngobrol (ngobrol ya bukan ngomong).

Saya sempat bertanya-tanya dengan yang berpengalaman, kalo anak-anak lagi berantem, gimana cara kasih pengertian nya... Rata-rata pada jawab: kasih pengertian ke kakaknya kalo "kakak sudah besar. Adik kan masih kecil. Jadi kakak mengalah dulu ya....".

Trus kalo anak kembar kaya anak-anak???? Mereka pan seusia. Beda menit doank. Makin aja saya galau. Udahlah akhirnya saya menerapkan sistem siapa yang berbuat, dia yang harus bertanggung jawab. Terus perihal rebutan mainan, saya berlakukan siapa yang duluan/cepat maka dia yang berhak main duluan/ dia yang dapat.

Jujur saya sendiri belum yakin dengan cara saya. Barangkali ada yang mau berbagi ilmu tentang cara penyikapan ketika anak kembar berantem? Pliiiiis help me... :'(

Aku (pernah jadi) Anak ROHIS

Kamis, 05 November 2015

Siapa yang hidup dijaman 2000an yang umur nya masih remaja belia mempesona waktu itu cuuuuuung.... hehehe
Tahun 2000 awal menurut saya tahun menggeliat nya dakwah. Mulai dari siswa SMP, SMA dan tentunya mahasiswa. Pada saat itu semua tampak berbondong-bondong menjadi aktivis dakwah. Kalo dulu itu istilahnya anak Rohis, singkatan dari Kerohanian Islam.
Eh, saya jadi ingat lagu khas anak Rohis jadinya. Begini bunyinya ...

•••••••••• Aku anak rohis                     
Selalu optimis                          
Bukannya sok narsis          
Kami memang manis  •••••••••••••

Dan masih banyak gubahan-gubahan lirik lainnya dengan irama sama. Ah saya memang lagi rindu masa-masa itu. Huwo huwoooo (mewek).

Pada masa itu, ada satu kata yang bagi saya sangat sakral, HIDAYAH. Kenapa? Karena saya sangat takut ketika hidayah sudah datang pada saya, saya tidak mampu mengenalnya. Pikiran ini menggelayuti diri saya semenjak awal memperoleh materi tentang 'Menjemput Hidayah'. Ada sebuah konsep yang ditekankan bahwa hidayah itu ada karena dijemput. Bukan karena datang dengan sendirinya. Dan pada masa itu, menurut saya, hidayah bisa saya jemput dengan konsisten berada di tengah-tengah lingkungan yang telah memberi saya pencerahan awal tentang hidayah, yaitu Rohis.

Waktu berjalan begitu cepat. Sekarang saya baru tersadar, nyaris 10 tahun saya bersama kumpulan orang-orang yang melingkar. Ada hal yang saya rasakan berbeda. Ada nilai yang saya rasa samar dan perlahan pudar. Ah mungkin hanya saya saja yang merasakannya, tepis pikiran saya.

10 tahun tentunya bukan waktu yang sebentar. Dalam kurun waktu inilah saya menjadi saksi perjalanan saya sendiri dan generasi angkatan saya. Menyaksikan perlahan penggerak dakwah yang mulai berguguran. Memilih tak lagi melingkar karena berbagai macam pertimbangan dan faktor. Penggerak dakwah yang dulunya menjadi pioneer garda dakwah terdepan namun saat ini memilih menjadi 'orang biasa' menjalani hidup tanpa visi misi dakwah.

Saya, perjalanan saya memang bukanlah hal yang luar biasa. Saya hanyalah anak sekolahan yang sangat senang dengan pribadi-pribadi anak Rohis. Di kampus saya mulai diberi amanah tak sekedar pembuat acara keputrian dan penampung titipan saudara agar dijadikan bidikan dakwah saja melainkan ada hal lebih. Kejenuhan tentunya hal yang sangat akrab. Lelah? Manusiawi. Bosan? Wajar.

Rasa-rasa negatif itu kemudian seperti memberi kekuatan pada saya untuk sekedar 'menyicip' sedikit kehidupan diluar jalan ini. Saya berfikir, saya harus melihat hal lain. Hal yang tak semuanya hijau sejuk dipandang dan membuat saya nyaman. Saya beranggapan bahwa saya akan kuat untuk kemudian keluar sejenak dari jalur dakwah ini demi memperoleh rasa penasaran saya. Namun ternyata saya keliru. Jangankan kuat bertahan ditengah heterogenitas, saya malah sempat mengikuti arah yang tak lagi sejalur dengan jalan dakwah. Seperti apa? Ah tak usah dibahas.

Memang urusan hidayah itu hanya Allah yang punya hak. Istiqomah ataupun tidak, juga cukup menjadi urusan Allah. Saya berfikir bahwa setiap manusia punya jalannya sendiri untuk menjemput hidayah. Dan setiap orang juga punya jalannya sendiri untuk meraih istiqomahnya.

Dulu, saya berfikir, sesuatu yang baik yang dianugrahkan Allah ke saya akan senantiasa seperti itu. Ternyata saya keliru. Ibaratkan siswa berprestasi, perlu usaha khusus oleh siswa itu agar bisa 'istiqomah' mempertahankan prestasinya. Syukur-syukur bisa meningkatkan prestasinya.

Saya menuliskan tulisan ini sebagai salah satu hasil renungan saya, Allah melangkah seribu langkah ketika kita hanya melangkah selangkah itu saat ini baru benar2 saya rasakan. Sebebal apapun hati saya membangkang akan suatu hal baik jika Allah meluluhkan hati saya, maka jangan kaget jika airmata tak henti mengalir tatkala sujud dalam setiap rakaat shalat.

Hari ini kita boleh merasa bangga masih diberi istiqomah ditengah banyaknya saudara2 kita yang menurut kita sudah tak lagi berada di jalan Allah ini. Tapi menurut saya, tidak bijak rasanya jika kita turut menghakimi mereka dengan ungkapan kekecewaan dan menjadi obrolan dalam lingkaran kajian semata untuk dijadikan kajian hikmah.

Kenapa tidak doa yang dominasi kita layangkan. Kenapa tidak kita sapa kembali mereka dengan bahasa iman bercahaya berbekal rutinitas ruhiyah yang optimal agar mereka memperoleh kembali hidayah mereka.

Berkumpul dengan orang sekufu memang nyaman. Namun jika semua kita berfikir demikian, jangan salahkan jika teman2 kita yang dulunya aktivis dakwah akhirnya berkata, "Aku pernah jadi anak Rohis" tapi sekarang tidak. Karena tidak dengan mereka pun aku bisa menemukan sumber kebaikan yang lebih membuatku nyaman. Toh perihal iman tak dilihat dari penampilan dan hanya Allah lah yang tahu siapa yang paling beriman diantara kita.

Bandung, 11 November 2015

Teruntuk siapapun yang telah memilih jalan kebaikan nya sendiri. Sungguh, tidak ada yang salah di dunia ini. Yang ada hanyalah kurang tepat. Semoga Allah meluruskan apa2 yang sudah bengkok dari diri kita,

Hai Anakku... (syukur 3)

Hai anak-anak ku... rasanya setelah 28 bulan, umi baru menyadari kalau kalian itu lucu. Kepolosan dan kebebasan kalian bikin umi iri. Entah mengapa sesaat umi berfikir, ah bagaimana nanti kalian besar. Saat dimana kalian sudah mulai menghadapi masalah tak lagi dengan kepolosan kalian, tapi dengan berbagai macam prasangka kalian.

Hai anak-anak ku. Betapa umi iri. Rasanya rindu kembali ke masa kanak-kanak seperti kalian. Masa dimana teman akan selamanya teman meski sesaat sebelumnya terjadi sebuah pertengkaran. Masa dimana masalah bukanlah hal utama yang berada dipikiran kalian melainkan menjadikannya tantangan untuk diselesaikan tanpa diminta. Keinginan kalian sangat kuat. Pantang menyerah dan tak kenal lelah. Ah rasa-rasanya ingin umi sampaikan kepada kalian untuk tumbuhlah dewasa, tapi tetaplah dengan kepolosan kanak-kanak mu. Tanpa berharap sesuatu pada makhluk karena yang kalian tahu hanyalah pencapaian dan pencapaian dalam setiap pembelajaran tulus yang kalian lakukan.

Hai anak-anak ku... hidup kalian kedepan akan lebih berat dari hidup umi saat ini. Umi hanya bisa berdoa agar kalian terlindung dari fitnah dunia. Terlindung dari jeratan dan makar-makar yang membelenggu. Semoga keluarga kita dilindungi dari kekeluan lidah dalam membaca Alquran. Dan menjadi keluarga yang diselamatkan dari pedihnya hidup di akhir zaman. Aamiin...

Bandung, 5 November 2015

Waktu Kita Sama (syukur 2)

Senin, 02 November 2015

°○•●○○°°●◇◇◆11 Januari bertemu...°°○▪▪▪●□◇◇◆¤■
Eh maksudnya 11 hari yang lalu...Yups. 11 hari udah ga nulis. Hiks. Padahal bertekad di dalam diri bakal nulis lagi 1 hari 1 tulisan. :(

Hari ini asli maksain banget buat nulis. Biar dapet momen nya gitu ... awal bulan masanga semangat... hari senin lagi awal bulannya. Kumplit kan tuh semangatnya. Hehehee (harap harap cemas gitu nunggu suami gajian... watcauuu!!!)

Ngomong-ngomong soal waktu, saya jadi inget satu surat di dalam Alquran tentang waktu. Al Asr nama suratnya. Kalo di artikan jadinya Demi Masa alias Demi Waktu. Jujur, kalo udah ngomong soal waktu saya langsung speechless. Kenapa tidak? Nyaris 24 jam waktu saya losscontrol. Padahal sama-sama 24 jam. Tapi tingkat produktivitas saya sangat berbeda dengan suami (ga usah bandingin jauh-jauh lah ya...bandingin sama suami sendiri aja. Hiks).

Disitu saya sering merasa sedih (nada polwan di 86 nya Net..hehee). Apa sih yang udah saya lakukan? Dari 24 jam waktu, berapa jam waktu saya yang produktif? Trus, untuk emak-emak rumah tangga kaya saya ini, indikator produktivitas nya apa ya? Huwo huwooooo (teriak ga ketulungan kencengnya deh pokoknya saya di dalam hati).

Hmmmm...daripada sedih, mending kita coba untuk produktif dari hal-hal terkecil yuks. Misalnya, produktif berdoa setiap mengawali aktivitas, produktif berfikir menata agenda harian, produktif mengeksekusi agenda harian tersebut, produktif beraktivitas dengan anak-anak, .... (mangga dilanjutkan...hehe).

Ok ok ... saya tidak sedih lagi. Taro gadget, dan mainkan aktivitas mu...

Selamat Sore ...

#shaumgadgetlagi ah....

Alhamdulillah (syukur 1)

Selasa, 20 Oktober 2015

"Hiduplah seperti seekor burung yang terbang dengan 2 sayapnya. Sayap sabar dan syukur"

Kutipan di atas saya peroleh sejak saya SMA. Yang saya ingat seperti itu bunyinya. Dan saya lupa lagi itu ungkapan siapa. Yang pasti, sabar dan syukur 2 hal yang disandingkan Allah dalam firmanNya surat At-taubah:45.

Ceritanya ini tulisan pertama saya (pertama setelah pertama yang lainnya) setelah mengalami fase stuck yang berkepanjangan dengan dalih sedang fokus menyapih anak-anak. Anak-anak sudah tersapih, tetap saya tak kunjung menulis melainkan hanya sedikit. Saya kembali merasakan bahwa menulis itu beban. Saya kehilangan kenikmatan menulis. Menulis apapun yang saya inginkan, pikirkan dan rasakan dari setiap detik hidup saya.

Alhamdulillah setelah sempat ingin menghilang dari segala jenis dunia sosial (alias ingin menjadi individualis) termasuk sosial media, saya akhirnya tersentak bahwa hati nurani saya berkehendak lain. Bahwa saya adalah makhluk sosial. Bahwa saya hidup di dunia tak sendiri melainkan ada jutaan penduduk dunia lain. Saya bertanya terus menerus pada diri sendiri tentang sudah seberapa bermanfaatkah saya di dunia ini. Tak peduli manfaat sekecil apapun. Tak peduli diketahui oleh orang banyak.

Entah saya saja mungkin yang mengalami hal ini. Saya mengalami disorientasi hidup. Berkarya yang dulunya saya pandang sakral sekarang berubah menjadi sebuah ajang pamer kebolehan. Padahal tidak semua orang yang berkarya ingin pamer dan 'unjuk gigi'. Ada yang niatnya untuk memotivasi orang lain, ada yang niatnya memberi inspirasi dan ada juga sebagai pelekat memori saja. Saya sibuk menerka-nerka apa motivasi setiap orang-orang yang berkarya dan memposting karyanya tersebut di media sosial. Kesibukan ini membuat saya akhirnya lupa sendiri untuk berkarya.

Selain itu, saya sibuk mencari-cari aktivitas yang penuh eksistensi. Aktivitas yang memfasilitasi narsisme pribadi. Dan lagi-lagi saya lupa, bahwa ada projekan Tuhan yang dititipkan pada saya, my lovely twin boys.

Memang inspirasi itu datang hanya dari seseorang yang tulus. Karena ketulusannya berbagi itulah, hati saya yang keras jadi melembut dan tersentuh dengan apa yang dilakukannya. Pribadi tulus inilah yang meski tak pernah bertatap wajah dan bertegur sapa, hanya mengenal lewat tulisan dan cerita dari orang terdekatnya, saya terketuk sekaligus tertampar. Ya, sosok seperti inilah yang saya butuhkan. Tokoh (yang belum ditokohkan ini) yang selalu mengajak untuk mencintai Khadijah sebagai suri tauladan. Ibunda Khadijah yang telah berhasil menjadi pendamping orang termulia sejagat raya, Rasulullah Muhammad Saw.

Entahlah ini jawaban dari sekian jawaban yang saya rasa itu adalah jawaban atas permasalahan psychology saya, tapi saya berharap Allah tak lelah menuntun saya menemukan kembali value yang sudah lama menghilang dari diri saya.

Alhamdulillah.. alhamdulillah.. alhamdulillah..

Catatan syukur pertama ini, saya dedikasikan untuk seluruh teman2, teteh-teteh, dan semua orang-orang yang tidak mengenal saya secara langsung melainkan hanya dari dunia sosial media. Saya bersyukur, masih dipertemukan dengan orang-orang yang penuh inspirasi. Dan jujur, saya masih lemah untuk bertemu dengan orang-orang hebat seperti kalian, karena saya harus mempersiapkan diri saya yang masih rapuh ini. Agar tak ada ekspektasi berlebihan yang saya sematkan pada kalian semua. Karena kita semua, manusia, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.

Senin, 19 Oktober 2015
Syukur 1

Weaning with Believe

Kamis, 17 September 2015

Horeeeeeeeee eh alhamdulillah maksudnya. Akhirnya amanah itu tertunaikan juga... #haru. Amanah memberi minuman terbaik untuk sikembar selama 2 tahun lebih akhirnya selesai meski sengaja saya ngaretin 2 bulan kurang, karena dari dulu memang pengen nyapih di usia koreksi anak2. Hehehe... #ngeles

And now, Alhamdulillah anak2 sudah 1 bulan lebih disapih. And I am really happy... lho kok bisa? Bukannya biasanya emak2 kalo nyapih anak itu sedih ya bawaannya???

Hehehehehe... tenang... saya juga sedih kok tadinya. Baca aja tulisan saya yang di sini. Kebaca lah kalo yang nulis lagi galau dan sok serius. Dan bener aja. Menyapih membuat saya harus hengkang sesaat dari dunia maya dan dunia per-blog-an demi bisa fokus ke anak2 dan demi bisa menenangkan diri lebih baik lagi tanpa terganggu dengan hiruk pikuk dunia maya #huhengappanjangbanget. Pokoknya saya kacau deh waktu itu. Sedih akut plus plus saya PMS #nyengir.

Ceritanya begini...

Bulan Agustus akhir... Saya mantapkan hati saya untuk menyapih anak2. Saya pun sudah sounding ke mertua dan suami.
Kami kemudian sepakat merekayasa penyapihan ini agar terkesan natural sebagai salah satu cara untuk memperlancar penyapihan, yaitu memisahkan dua anak kembar inih (natural ga sih??? Ya anggap saja umi lagi dinas keluar kota). Hiks sediiiiiiiih ... bukannya mau boongin anak, soalnya anggapan itu cuma ada pada anggapan saya. Ke Ziad yang ditinggal mah saya bilang kok jujur kalau Ziad temenin embu di Baleendah biar umi kebantu buat nyapih kalian. Dede latihan bobo ga pake nenen sama embu ya. Begitu lebih kurang saya soundingnya ke Ziad.
Kalo ada yang bertanya kenapa Ziad yang ditinggal (khawatir fans nya Ziad komplain), karena memang Ziad dari baby juga lebih mandiri ketimbang Zaid. Dan Ziad lebih dekat dengan neneknya ketimbang Zaid yang sangat nempel sama saya, uminya yang manis #janganmual.

Singkat cerita, selama 1 minggu Ziad di Baleendah, dan Zaid di Ciwaruga. Tapi selama 1 minggu itu, dari hari senin sampe sabtu, saya ga tahan sekali buat nyamperin Ziad di siang harinya. Jadilah hari Rabu saya terbang ke Baleendah pake ancot alias angkot berdua ma Zaid.
Kenapa sedih??? Ya sedih karena salah satu dari mereka harus ditinggal di mertua saya, dan satu yang lainnya akan bobo dengan abinya aja (eike bobo sendiri). Terus sedih karena mereka yang biasanya bareng jadi ga bareng lagi. Tapi saya harus yakin!!! Karena saya akan tidak waras jika menggunakan metode child-weaning center (bener ga sih istilahnya??? Heu ). Maksudnya, metode yang menunggu fase alami dimana anak akan menyapih dirinya sendiri. Huwooooooo ga kebayang deh pokonya harus menunggu fase yang penuh dengan ketidakpastian ini. Mohon dimaklumi aja, saya masih jet lag dengan kehidupan saya yang nomaden #udahgausahdibahas..hihihi.

Seminggu berjalan alhamdulillah anak2 sudah bisa mengerti kalo nipple umi lagi sakit. Kenapa sakit? Karena kuantitas ASI saya yang sudah sangat terbatas tapi intensitas ngeASI anak2 masih sangat sering. Jadi saya sering merasa kesakitan karena lecet.

Oh iya, dalam penyapihan, seperti halnya hal-hal lain terkait kehamilan dan baby care, penyapihan pun punya kontroversi tersendiri. Seperti lahiran normal vs caesar. Dalam penyapihan ada istilah WWL (Weaning with Love) vs tradisional. Apa yg beda dari 2 metode ini? Menurut saya yang sangat mencolok adalah dalam tindakan. Dalam WWL tidak disarankan tindakan sejenis membohongi anak. Sementara dalam tradisional, kita tentunya sudah tau, pengalihan isu sudah sangat biasa. Sebagai contoh yaitu memberi sesuatu pada nipple ibu, seperti patra wali, odol, bawang putih, lipstick, dll. Hal lain yang sering menimbulkan komentar kontroversi ketika menyapih anak adalah dengan memaksa anak disapih sebelum usia sapih tanpa pengkomunikasian terlebih dahulu.

Nah, saya sendiri gimana? Ah jujur saja, saya sempat merasa tertekan dengan segenap kontroversi ini. Padahal ngapain pusing ya. Toh ini semua hanya soal believe. Metode-metode terkait kehamilan dan babycare ini pun tidak semuanya berdasarkan penelitian ilmiah. Artinya, kita boleh mengikuti perkembangan terkini terhadap sebuah metode, tapi tetap saja, yang paling tau kondisi dan apa yang bisa diaplikasikan adalah diri kita sendiri. Dan hal inilah yang akhirnya yang saya pegang.

Nipple lecet dan terasa sakit sudah sangat sering saya komunikasikan pada anak2, namun anak2 yang memang belum baik kemampuan verbalnya tampaknya belum mengerti apa yang saya maksud. Akhirnya untuk memvisualkan rasa sakit itu, saya (kembali) mengoles nipple dengan odol. Kemudian mengkomunikasikan pada anak2 kalo nipple umi sakit dan lagi diobatin makanya umi "au au". Seperti itu lah bahasa verbal anak2 ketika ada yang sakit.

Alhamdulillah anak2 mengerti. Dan saya yakin kemengertian ini terjadi karena saya dan anak2 suda siap untuk sama2 memulai kehidupan baru. Ya. Kehidupan baru anak2 sebagai toddler, not baby anymore.

Dah ah...bye bye dulu. Kehidupan anak2 sebagai toddler itu bagi saya menyenangkan. #keliatan banget ya kalo saya ingin segera merdeka. Apapun itu .. setiap ibu punya cara dan believe nya sendiri dalam merawat dan mendidik anak. See u.. ;)

Bandung, 5 Oktober 2015

Weaning with Love (jilid 2)

Rabu, 26 Agustus 2015

26 Agustus 2015. 24 jam lebih kurang Zaid di sapih. Ziad nyaris 48 jam. Ya Allah... sungguh ini lebih berat dari pada memberi ASI... >_<

Sebelumnya saya sudah bercerita sedikit ttg WWL. Dan dari 8 poin, baru 3 poin yang saya jabarkan berdasarkan aplikasi oleh diri sendiri. Di jilid 2 ini, saya coba lanjutkan ya poin2nya...

Kompak, disiplin, dan konsisten
Saya kurang tau bagaimana harus menjabarkannya. Saya yakin secara makna pasti kita semua sudah paham maksudnya.

Kompak ■■ Tentunya tim sukses ya yang dimaksud disini. Menurut saya, kekompakan disini sangat terkait dengan pemahaman masing2 tim sukses tentang metode WWL. Pada kenyataannya, tim sukses yang saya bentuk (dadakan) hanya mengetahui tujuan utama yaitu 'penyapihan'. Lain dari itu, baik terkait konsep, prinsip dan peran masing2 tim sukses memang belum terbentuk dengan baik. Dan semua ini tentunya kesalahan saya yang kurang mengedukasi tim sukses jauh2 sebelum proses penyapihan ini dilakukan.

Disiplin ■■ Artinya harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Kita harus mampu membagi aktivitas terkait penyapihan dengan baik. Kapan anak diajak bermain, kapan waktunya tidur, dan kapan waktunya makan dan nyemil. Tapi sejujurnya aplikasi disiplin sendiri saya masih linglung. Heu..

Konsisten ■■ berarti ga boleh goyah. Dan... saya pun goyah. Semalam, Zaid tidur pukul 20.30 dengan cara digendong keluar rumah (karena dia ga mau di dalam rumah). Pukul 11.00 Zaid bangun dan mendapati saya tidak di kamar (saya tidur memisahkan diri). Meski sudah saya sugesti berkali2, anak butuh proses untuk mengerti apa yang dimaksud ibunya. Karena mosi tidak percaya pada suami terkait cara pengalihan yang dilakukan suami, akhirnya setelah 10 menit Zaid belum nyaman dengan Abinya, saya keluar kamar persembunyian. Dan menyerah untuk memberi ASI. Di hati saya berdalih, "ya sudah, tidak usah terlalu saklek dan drastis, bertahap saja".  Huft... dan hal ini jangan dicontoh yak... :(

Persiapan Pengalihan
Kayanya semua ibu tau deh, kalo ASI itu minuman ajaib sebagai mood booster si bayi. Artinya, apapun yang terjadi pada bayi, ASI lah hal pertama yang kita sodorkan. Betul tidak...
Nah, sebagai hal utama yang sangat berharga buat bayi, tentunya kita perlu menyiapkan pengalihan untuk calon toddler kita. Agar mereka tidak kaget dan pelan-pelan bisa beradaptasi tanpa ASI.
Caranya seperti apa? Hmmm ... setau saya, yang pasti cari pengalihan yang agak serupa dengan ASI. Yups! Susu. Saya disini tidak menyebutkan susu formula ya. Tapi S-U-S-U. Susu sapi, susu kambing atau pun susu kedelai. Dan sebenarnya pengenalan terhadap susu tambahan ini memang sebaiknya dilakukan sebelum anak disapih. Sehingga ketika proses penyapihan dilakukan, anak sudah terbiasa meminum susu tambahan.
Selain itu, pengalihan lain yang perlu kita siapkan yaitu pengalihan aktivitas. Anak yang sedang di sapih tentunya akan mengalami kebingungan ketika perasaannya mulai tidak nyaman. Baik karena mengalami pertengkaran dengan teman, ataupun karena ada keinginan yang tidak terpenuhi. Selain itu energi mereka mulai perlu disalurkan agar tidak berlebih yang bisa membuat anak menjadi rewel. Nah, biasanya ASI lah pelipur lara si anak. Atau istilahnya kaya yang tadi saya bilang, mood booster. Selama masa penyapihan, demi menjaga konsistensi proses, perlu donk anak dikasih aktivitas menyenangkan yang membuat anak bahagia dan ceria. Misalnya dengan bermain. Para praktisi homeschooling tentunya sangat akrab ya dengan metode bermain untuk anak usia dini. Nah untuk ibu-ibu yang belum biasa menciptakan ide kreatif bermain dengan anak (seperti saya...hehe), bisa memanfaatkan ide bermain dengan memanfaatkan kegiatan sehari2. Seperti melibatkan anak mencuci baju, menyapu rumah, ngepel, dll. Atau bisa juga dengan melihat contoh2 aktivitas yang cukup banyak di share ibu2 muda di media sosial.

Persiapan Mental
Wah .... ini poin terpenting nih. Tokoh utama dalam proses menyapih. Kenapa? Karena ketika mental tidak siap, siap2 saja penyapihan gagal (dan saya mengalaminya, baca aja disini :) )
Persiapan mental disini terkait ibu dan anak ya... jadi maksudnya, ga hanya anak saja yang harus siap disapih, tapi ibu juga harus siap. Nah, biasanya yang ga sadar mentalnya udah siap apa belum itu ya emaknya. Jadi disatu sisi si ibu ingin sekali segera menyapih agar bisa 'merdeka'. Tapi disisi lain, si ibu baru menyadari betapa momen menyusui buah hati itu merupakan momen terindah antara kita dan buah hati (#curhat). So, ibu-ibu...lurusin niat sebelum mendeklarasikan menyapih anak yak... :P Emang niat yang lurus itu seperti apa? Jawab aja lah ya sendiri... hihihi
Terkait kesiapan anak, jika ada yang bertanya apa tanda-tandanya? Berdasarkan pengalaman saya, anak akan berkurang intensitas menyusuinya. Selain itu anak sudah siap dialihkan ketika meminta ASI ke hal lain seperti ke mainan.

Sabar dan Doa
Sampailah di ujung penjelasan. Bagi saya, 7 poin di atas hanyalah ikhtiar fisik yang bisa kita lakukan demi kesuksesan penyapihan. Tapi ingat... anak itu ada dalam kendali Allah ... meminta lah kepada Allah agar diberi kemudahan dan kesabaran dalam menjalani proses penyapihan ini. Sabar dan teruslah berdoa. Sesungguhnya anak itu hanya titipan... dan semoga kita terhindar dari rasa memiliki yang berlebihan... :)

Bandung, 10 November 2015

"Hari pahlawan ... hari dimana saya bertekad mengalahkan sejuta alasan demi satu tujuan: menebar manfaat!!!"

Selamat hari pahlawan... :)

Weaning With Love

Selasa, 25 Agustus 2015

Ada yang tau kan dengan judul di atas??? Kalo emak2 kayanya bakal tau deh. Secara itu istilah yang dipakai untuk menyapih sang buah hati.

Dunia emak-emak itu ibaratkan universitas sepanjang hayat. Pokoknya kalo udah jadi emak-emak, ya berarti sudah teregistrasi otomatis di universitas emak2. Paling jurusannya aja yang beda2. Ada jurusan tradisional, modernisme, urban, mix match sama naluriah. Dan mungkin ada banyak lagi cabang lainnya. Hehehe.

Istilah2 di atas hanya karangan saya aja ya. Berdasarkan yang saya rasakan dan amati. Secara sadar ataupun tidak, setiap ibu2 baik yang berada di desa ataupun di kota, yang bertetangga hidup bersosial ataupun individualis, sarjana ataupun tamatan S3 (SD, SMP, SMA), semua pasti akan tercemplung ke universitas ini. Karena universitas ini terbentuk secara alami sebagai hasil dari interaksi sosial.

Kembali lagi ke judul. Meski ga semua tau makna dari judul di atas, tapi kalo melihat para pembaca blog kebanyakan ibu2 urban modern, pasti yang baca tulisan ini pada tau deh. Atau paling ga, pernah denger.

Weaning with Love yang sering disingkat WWL ini, kalo dibahasa Indonesiakan jadi 'Menyapih dengan Cinta'. Oh berarti ada donk ya menyapih ga dengan cinta??? Ya bisa jadi. Saya kurang tau..hehehe.

Saya disini ingin berbagi tentang pengalaman yang belum seberapa ini plus sebagai catatan pribadi perjalanan hidup saya juga, bahwa saya pernah melewati fase penyapihan anak seperti ini. Seperti yang akan saya bagi, semoga mau yak baca nya.. :D

Sekitar bulan Juni, 1 bulan menjelang anak2 berumur 2 tahun. Saya mencoba menyapih anak2 dengan cara tradisional. Yaitu dengan mengoleskan odol ke sumber ASI. Hehe. Saya lupa kalo dalam WWL ga boleh yang gitu2an. Pas diingetin sama temen, jadilah saya merubah cara dan tentunya berdampak pada belum berhasilnya penyapihan saya.

Dalam metode WWL, kekuatan sugesti dan komunikasi itu penting. Makanya dari anak2 18 bulan saya sudah mengkomunikasikan ke mereka. Tapi ya saya tipe ortu yang kurang konsisten, jadilah ga setiap hari sugestinya saya lakukan. Terus pas kemaren baca2, ada ibu yang share kalo dia mensugesti anaknya sejak lulus ASIX 6 bulan. Saya cuma bisa nyengir kuda. Malu ma diri sendiri., wkwkwkwk.

Karena penyapihan belum berhasil, dan memang waktu itu ternyata saya masih berat hati melepas momen indah bersama anak2 yang sudah terutinkan sejak mereka brojol, proses ngeASI berlanjut sampai tgl 24 Agustus 2015. Dan hari ini, 25 Agustus 2015 adalah hari pertama anak2 berproses kembali. Dengan cara apa?

Sebelum saya kasih tau dengan cara apanya, saya ingin sedikit berbagi dulu tentang poin2 yang harus diperhatikan seorang ibu dalam menerapkan metode WWL dalam penyapihan. Info ini saya kutip darisini

1) Siapkan Tim sukses
2) Dont offer but dont refuse
3) Sugesti berulang2 (hypnoterapi)
4) Tidak membohongi anak
5) Konsisten, disiplin dan kompak
6) Persiapkan pengalihan
7) Persiapkan mental
8) Sabar dan doa

8 poin yang saya dapat ini menurut saya sangat logis. Jadi saya mencoba untuk menerapkannya meski ada beberapa hal yang bisa jadi agak kurang tepat setelah dipraktekan karena terkait situasi kondisi juga.

Siapkan tim sukses
Tim sukses yang bisa dibentuk hanya 5 orang. Saya, suami, si kembar yang akan disapih, dan satu lagi ibu mertua saya. Sebenarnya dalam penyiapan tim sukses, harus benar2 dipahamkan bahwa cara menyapih yang disarankan adalah seperti apa. Kenapa menyapih dengan mengolesi puting atau sejenisnya tidak dianjurkan. Kemudian sampaikan bahwa anak adalah cerdas, mereka bisa menyapih diri mereka sendiri di saat yang tepat.
Jujur saya tidak mempersiapkan tim sukses ini dengan baik. Saya hanya mencoba mengkondisikan si kembar, bahwa mereka sudah anak2, tidak lagi bayi yang menyusu ke ibu. ASI umi hanya untuk bayi. Zaid dan Ziad sudah besar dan sudah bisa tidur sendiri. Seharusnya sugesti dengan diksi senada dengan ini terus dilakukan oleh semua timses. Nah, kelemahan saya dalam melakukan sugesti adalah saya kurang percaya diri karena terpengaruh dengan pemikiran sendiri terkait kemampuan verbal anak2 yang belum berkembang baik. Saya seperti tidak yakin apakah mereka mengerti atau tidak. Karena dari referensi yang saya baca, rata2 setiap ibu memberi sugesti anak2 nya yang semakin hari semakin mengerti komunikasi 2 arah, dan sudah memberikan respon terhadap sugesti tersebut. Selain itu baik suami ataupun mertua belum begitu memahami urgensi WWL. Dan saya bukan tipe presentator yang baik dalam hal ini. Salah satu penyebabnya, karena saya segan dengan mertua yang notabenenya aktivis posyandu. (Khawatir salah cara menyampaikan) hiks...
Mesko demikian, saya coba yakinkan diri sendiri. Dan memantapkan hati untuk memulai tahapan penyapihan mereka. Terutama karena Ziad sudah menunjukan kemandirian dan tidak tergantung lagi pada saya. Lebih memilih beraktivitas ketika tida menemukan saya. Sedangkan Zaid, masih sangat nempek ke saya. Bismillah ,,, Perihal hasil, biarlah Allah yang menentukan.

Dont offer but dont refuse
Ini adalah sebuah prinsip. Dan harus kita ingat. Tampak sederhana namun sering terlupa oleh saya. Ketika kondisi sudah sangat melelahkan, saya sering menyerah sehingga menawarkan anak2 untuk tidur. Bagi mereka, tidur atau "bubu" itu adalah nenen. Dan ketika saya menawarkan tidur, artinya mereka akan nenen. Dan hal ini masih pernah terjadi di antara masa penyapihan awal bulan Juni hingga kemaren hari. Ketika kondisi seperti ini menimpa, saya hanya bisa berharap anak2 paham dan mengerti apa yang saya sugestikan setiap mereka minta, lagi, dan sesudah nenen.
Untuk menolak permintaan mereka ngeASI alhamdulillah saya belum pernah lakukan. Saya hanya sering tertidur posisi miring sehingga anak2 menangis paduan suara ketika bangun tengah malem karena mendapati posisi saya yang menyulitkan mereka untuk ASI. #emaknyakebluk

Sugesti berulang2 (hypnoterapi)
Hal ini yang saya singgung di atas. Sugesti. Sampaikan kepada anak, kenapa mereka harus disapih, tidak ASI lagi. Sebelumnya lakukan secara bertahap sugesti yang dilakukan. Misal, kondisikan anak paham dimana saja boleh ASI. Kapan saja. Pelan2 komunikasikan kalo beberapa waktu lagi ASInya udahan. Pahamkan kalo mereka sudah besar. Tidak bayi lagi. ASI hanya untuk dedek bayi. Metode ini bagi penerap hypnotherapy mungkin sudah sangat terbiasa. Tapi bagi yang belum terbiasa, apalagi belum terbangun komunikasi dengan anak, akan merasa kesulitan. Dan saya sempat merasakan hal tersebut seperti yang saya sampaikan dipoin pertama. Namun ternyata saya keliru, anak2 itu memang cerdas, meski tida membalas dengan respon yang memadai, mereka memperlihatkan perubahan yang siginifikan dalam merespon hal2 yang telah saya ajarkan. Misalkan meminta izin untuk bermain kotor2an, merapikan mainan sesudah bermain. Memang belum konsisten, tapi bagi saya hal seperti ini saja sudah menjadi tanda bahwa anak2 memang pembelajar yang baik.

Tidak membohongi anak
Hal ini yang sering dilakukan oleh ibu2 kita jaman dahulu. Saya yakin mereka tidak bermaksud membohongi, karena yang saya tangkap, cara seperti itu mereka gunakan karena memang mujarab. Dan toh anak tidak akan apa2.
Tapi ternyata, perkembangan ilmu memberikan informasi bahwa penyapihan dengan cara seperti ini bisa memberikan efek negatif pada anak. Selain 'melucuti' nilai2 kejujuran, anak juga akan merasa sangat terpukul karena hal yang selama ini bisa jadi penenang mereka ketika galau, tiba2 tidak ada. Dan cara seperti ini akan menjadi lebih tidak adil lagi bagi anak ketika orang tua seolah tidak peduli dengan perasaan anak ketika disapih dan cenderung tidak memberikan mereka pengalihan aktivitas malah memarahi atau mencueki anaknya. Mudah2an kita tidak seperti itu ya. Yang perlu diingat dalam menyapih adalah, dalam proses penyapihannya, ada cinta di dalam nya. Ada komunikasi sehingga anak paham sudah saatnya mereka disapih.

Oh ya, prinsip poin yang satu ini bagi saya masih sangat ngambang ya. Tapi kalo saya bahas disini jadi ikut ngambang bahasannya.

Konsisten, disiplin dan kompak

Bersambung ...

ESA [masa lalu yang tak pernah berlalu]

Jumat, 21 Agustus 2015

Sebelum jadi emak-emak rempong, saya pernah jadi mahasiswi kece lho... ga percaya? Beuuuuuuh. Liat aja noh poto-poto saya di album FB. Wkwkwkwk.
2006, 9 tahun silam (cieeeee). Saya diterima di kampus negri, di jurusan yang katanya paling paporit (lafal sunda), English Department.  Kalo di bahasa Indonesiain jadi jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Jujur saya bukannya senang malah setres keterima di jurusan ini. Welcome to the jungle of strangers lah pokonya. Bismillah... ikhlas. Hehehe

Awal registrasi, sayq dikenalkan dengan yang namanya ESA. Ini bukan nama orang ya. ESA itu nama himpunan mahasiswanya. Kepanjangannya "English Students' Association" (kalo baca kepanjangannya saya bawaannya nyanyi terus...hehe. Anak ESA pasti paham). Nah himpunan inilah salah satu organisasi yang bikin saya jadi manusia normal. Ga lagi jadi manusia di tengah kerumunan orang aneh. Heu.. (yang tau kisah saya pasti ngerti... #banyak rahasia amat yak tulisan ini).

Waktu saya jadi MaRu alias mahasiswa baru nan imut, saya ga disambut tuh sama Presiden ESA nya. Huh gimana sih... hehehe... Untungnya ada bapak sekjen yang kata orang waktu itu cakep. Hmmmm... iya gitu??? Cakep mah relatif ah... hihihi. Entah magnet apa yang membuat saya tertarik gabung di himpunan ini. Ingin bersosialisasi dan wara wiri menghabiskan energi yang berlebih (tapi kalo belajar ngantuk teyuuuus). Jadilah saya anggota ESA semenjak tahun 2006 itu. Jadi pengurusnya baru tahun 2007. Karena sayanya salihah kali ya (aamiin), jadilah saya disuruh ngurusin departemen kerohanian Islam. Yah, karir saya mentok di ROHIS dah. Wkwkwkwk. Padahal saya punya bakat debat lhooo tapi pake bahasa Indonesia sama bahasa Minang, :P

Walaupun saya di ROHIS, primbon kaderisasi, saya yang khatam duluan ketimbang ketua pengkaderannya sendiri, #colek Riansyah. Terus ya, walaupun bahasa Inggris saya pas-pasan, primbon event terbesar departemen penalaran yaitu AECS (Annual English Contests and Seminar) saya yang kuasai... #aseeeeeek.

Pasti pada ngirain saya sombong ya.... No! BIG NO!. Saya itu bangga. Bangga karena senior saya berani mempercayakan amanah yang sangat menantang kepada saya. Entahlah waktu itu seperti apa saya melakoninya, satu hal yang saya ingin sampaikan, terima kasih karena telah membuat saya merasa hidup di jurusan yang sangat saya tidak sukai. Oh andaikan kalian tau, ruh saya dalam menulis skripsi adalah ESA. Pembuktian bahwa aktivis ESA juga bisa lulus normal (normal di jurusan bahasa Inggris itu 5 tahun ya.... :P. Kalo kurang dari 5 tahun itu hanya sebiji aja jumlahnya. Ga tau tah kalo sekarang).

Dulu itu, saya sangat berkesan dengan sebuah gedung yang bernama Pentagon. Gedung unik berbentuk segi 5 sesuai namanya. Dimana kolor dan payung bersatu ingin mengeringkan diri. Puntung rokok dan kulit kacang terbuang tak diaku. Di gedung ini semua ide dan kreativitas terjadi. Berbekal layar PC yang sudah sangat lusuh, keyboard pasrah dipencet-pencet, tumpukan draft yang sangat lengkap sebagai primbon ESA yang harus dikuasai anggotanya. Ruangan remang-remang ini selalu hidup 24 jam. Tidak usah kaget jika dipagi hari menemukan 'kuncen' himpunan masih ngorok dipojok ruangan berbekal sarung lusuh. Tak peduli ada yang datang, tidurnya kuncen tetaplah tidur meski gempa datang.

Ah sudahlah. Kenangan dahulu tentang mahasiswa sangat berbeda tampaknya dengan sekarang. Dahulu, belel itu sebuah kebanggaan. Almamater yang sengaja tak pernah dicuci. Jeans bolong plus rambut gondrong kumplit dengan kaos oblong, jadi ciri khas mahasiswa teruatama mahasiswa fakultas dimana saya berada, FPBS.

Ah ESA ku. Warna yang telah engkau berikan membuat ku bisa berfikir bahwa hidup tak selamanya baik. Karena kebaikan tak akan berarti jika tak ada keburukan. Dihimpunan ini aku menemukan makna hidup yang berbeda. Nyaris 5 tahun aku bersama dan membersamai ESA. Belajar dari setiap individu nya. Belajar dari setiap aktivitasnya. Ilmu dan life skill berdampingan mesra disini. Meski kadang tawa diselingi air mata. Tapi kebersamaan membuat kenangan yang tadinya begitu pahit berubah manis.

Ah kenapa saya jadi melow begini ketika menuliskan tentang ESA ini. Kenapa tetiba saya rindu orang-orang ini. Sosok teteh yang pertama kali menyambut saya sebagai mahasiswa baru, teh Indah Jayanti. Dan sosok sekjend yang sok cool bahkan sampai detik terakhir saya bertemu dengannya, kang Wafi wifqatillah (maap kl nama lengkapnya salah). Dan tentunya sosok Presiden pecicilan bernama kg Opiek yang begitu energik memberi semangatnya. Ada teh Imot yang selalu nempel kaya perangko sama Mba Sari di beberapa event ESA. Mereka berdua setia banget menghuni sesi acara. Dan selalu tampil keren mengemas acara ESA. Teh Nunun yang suka setress dan duduk letih di kursi sambil minta dipeluk dan bilang 'uni,,,,'. Ih aku kangen kalian deh. Saat menulis ini aku kebayang acara AECS 2008. #eh

Kayanya AECS 2008 tu berkesan banget deh. Mungkin karena ini acara yang pertama kali saya benar-benar 'in' dan 'on'. Eh ga taunya ketua pelaksananya sekarang jadi suami saya. Aduh duniaaaaaaa.... Jaman AECS nya aja saya cuma komunikasi di awal aja sama ketuplak nya. Sekarang udah jadi suami aja. (Banyak banget ajanya).

Duh maaf ya tulisan ini ngacak banget. Ini bener2 ungkapan kerinduan saya aja. Dan ketakjuban saya karena ternyata jodoh saya ga jauh-jauh dari anak ESA. Sama pengen berbagi cerita aja sih, barangkali ada anggota aktif ESA yang baca. Terus terus ... biar sejarah tentang ESA ada archive nya di blog saya yang masih seumur jagung. Harusnya saya dari dulu ya nulis blog. Jadi setiap kegiatan di ESA dituliskan di blog deh. Jadi biar bisa dibaca ntar sama anak cucu versi laporan lengkapnya.

Teman-teman angkatan saya, dan adik-adik yang pernah berinteraksi dengan saya. Makasi ya dah mewarnai hidup saya. Gadis2 centil umbrella yang meramaikan survey lokasi PAB. Panitia P2M yang sempet cekcok ma saya,, hiks. Maafkan saya. Tapi habis P2M semua jadi terasa lebih dekat. Panitia KAB spesialnya ibu komandan Tia yang bener2 keren ngatur PAB mpe ga tidur. Aduh semuanya deh. Pokonya semuanya. Kalo saya sebut semua disini kok ya jadi ucapan terima kasih buat skripsi ya. Hehehe...

Sekian dulu aja deh. Reunian ESA ditunggu banget. Reunian dengan anak pinaknya kita bakal lebih rame. Tapi No smoking ya. Hihihihi... ga nyambung. Tapi disambung-sambungin aja deh.

Kang apis sama kg aghe.. saya pengen nyebut nama ente berdua ah.

^^
Bandung, Ciwaruga
21 Agustus 2015
11.44 AM