MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Ekspektasi

Selasa, 24 November 2015

Hai, apa yang menjadi topik utama kamu saat malam pertama? Hehehe. Seperti yang kita tau. Malam pertama bagi pengantin baru merupakan malam dimana kita dan pasangan saling mengenal lebih dekat. Ada kekakuan. Ada kecanggungan. Ada keringat dingin. Kikuk dan nervous. Salah tingkah bahkan merasa aneh karena sekarang sekamar dengan makhluk asing #eh.

Nah, saya jadi teringat moment perbincangan saya dengan suami saat malam pertama resmi menjadi suami dan istri. Entah siapa yang memulai perbincangan, dan pada akhirnya kami memperbincangkan perihal ekspektasi. Ya, ekspektasi masing-masing kami terhadap satu sama lain.
Wah, saat itu, seingat saya, ekspektasi disampaikan dengan bahasa yang dikemas sedemikian rupa sehingga terkesan bukan ekspektasi melainkan sebuah harap tentang kehidupan kedepan akan hidup dengan pasangan seperti apakah kami. #hadeh panjang beneeeeer.

Kala itu... (berasa mendongeng...) saya menyampaikan ekspektasi saya. Bahwa saya menginginkan suami yang bisa menjadi imam saya sepenuhnya. Sepenuhnya alias ga sepotong-sepotong. Hehehe. Maksudnya, saya secara tersirat ingin menyampaikan bahwa saya orangnya gimana orang yang paling berpengaruh... :D So, jadilah orang yang paling berpengaruh baik dalam kehidupan saya kedepan, selamanya. (Duh maaf ya ga detail, terlalu general. Hahaha... sengaja sih. Biar bingung :P )
Nah, sang suami pun menyampaikan ekspekatsinya. Jujur saya tidak ingat semua, hanya saja yang paling saya ingat, suami sangat berharap saya yang sudah menjadi istrinya bisa menerima aktivitas nya dengan segenap kesibukannya. Dan saya juga siap untuk hidup dengan tak selalu berada disamping suami.

Hmmmmm ... apa itu maksudnya. Hahahaha... curiga ini bakal ditinggal-tinggal. (Padahal waktu itu saya tau sih memang bakal ditinggal belajar selama +- 2 tahun :D ).

Seiring berjalannya waktu, tak bisa direkayasa, hidup sebagai sepasang suami istri merupakan hidup yang tak bisa dibuat-buat bahkan sekedar untuk memenuhi ekspektasi pasangan kita. Dan saya mulai menyadari, ada ekspektasi yang tak terpenuhi. Baik ekspektasi saya maupun suami. Dan hal inilah sedikit banyaknya yang menjadi pemicu 'kengambekan' saya. (Kengambekan means pertengkaran kecil .. hehehe ). Sebagai manusia normal, saya tentunya tidak mau terus-terusan hidup ngambek terus. Dan inilah mungkin yang dinamakan proses. Proses pendewasaan. Saya mulai berhenti berekspektasi berlebih. Saya mulai berdamai dengan janji yang yang coba dibuat suami dan mengatakan padanya untuk tidak perlu lagi berjanji demi bahagiaku di masa depan.

Perlahan saya mulai menyadari, bahwa janji bukanlah hal yang mendatangkan bahagia. Karena janji ketika tak ditepati hanya menghasilkan luka. Dan saya akhirnya memilih untuk berdamai dengan janji. Mencoba memperkecil ekspektasi. Dan memang, ketika realita yang terjadi melebihi ekspektasi, maka kebahagiaan akan tercipta dengan sendirinya. Saya yakin kamu pernah merasakan hal yang sama dengan saya.,, :)

Ada yang mau berbagi ceritanya tentang kebahagiaan dengan tak terlalu berekspektasi tinggi?  Share yuk ceritanya... :)

'Ruangan' untuk Marah ('Time Out' untuk semua)

Minggu, 22 November 2015

Marah marah marah >_<
Geraaaaaaaaam. Huffft...
Saya itu ibu yang pemarah. Asli dan sangat jujur. Kalo udah marah ... hiks ... malu dan sedih kalo ngingetnya.

Gini gini... Saya sekarang sedikit mau berbagi hal terkait marah. Kayanya sih udah ada yang dapetin broadcast nya ya. Tapi biar semua pada tau, saya copas-in aja ya ...

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

Hati-hati menjaga lisanmu wahai ibu... !!!

كنت في يوم من الايام انظف بيتي وجاء ابني وهو طفل واسقط تحفة من الزجاح فانكسرت
Suatu hari, saya sedang membersihkan rumah. Tiba-tiba anak lelaki saya datang, ia masih kecil waktu itu, ia menjatuhkan satu hiasan yang terbuat dari kaca, dan pecah.
فغضبت عليه اشد الغضب لانها غالية جداً واهدتني اياها امي فأحبها ، واحب ان احافظ عليها ...
Saya benar-benar marah ketika itu. Karena hiasan itu amat mahal harganya. Ibu saya telah menghadiahkannya dan saya amat menyukainya, maka saya menjaganya dengan amat baik...
ومن شدة الغضب دعوت عليه قلت : 
( عسى ربي يطيح عليك جدار يكسر عظامك )
Karena terlalu marah, saya melontarkan kata-kata: "semoga kamu tertimpa dinding bangunan dan tulang-belulangmu hancur!"
مرت السنين ونسيت تلك الدعوة ولم اهتم لها ولم اعلم انها قد ارتفعت الى السماء ... 
Beberapa tahun berlalu, saya lupa akan doa itu, saya pun tak menganggapnya penting, dan saya tidak tau bahwa ternyata doa itu telah naik ke atas langit...
كبر ابني مع اخوانه واخواته ..
وكان هو احب ابنائي الى قلبي ؛ 
اخاف عليه من نسمة الهواء ...
ويبر فيَّ اكثر من اخوانه واخواته ...
درس وتخرج وتوظف واصبحت ابحث له عن زوجة
Anakku lelakiku itu dan saudara-saudarinya yang lain semakin besar. Rasanya, dialah yang paling saya cintai dari anak2ku yang lain. Dialah yang paling saya khawatirkan. Ia pula yang paling berbakti kepadaku dibandingkan saudara/i nya yang lain. Dia telah tamat belajar, bekerja, dan sudah waktunya untuk saya mencarikannya pasangan...
. . . 
وكان عند والده عمارة قديمة ويريدون هدمها وبناءها من جديد
Ayahnya memiliki sebuah gedung tua yang hendak direnovasi.
.
ذهب ابني مع والده للعمارة وكان العمال يستعدون للهدم
Maka pergilah anakku bersama ayahnya ke gedung itu. Para pekerja sudah siap-siap untuk merenovasinya..
وفي منتصف عملهم ذهب ابني بعيداً عن والده ولم ينتبه له العامل فسقط الجدار عليه ..
Ditengah-tengah aktivitas mereka, anakku pergi agak jauh dari ayahnya, para pekerja tidak mengetahui bahwa ada ia disana, bangunan yang sengaja dirobohkan untuk direnovasi itu jatuh menimpanya...
وصرخ ابني ... ثم اختفى صوته ... 
توقف العمال ، واصبح الجميع في قلق وخوف ... 
Anakku berteriak hingga suaranya tak terdengar lagi. Semua pekerja berhenti. Mereka ketakutan! Mereka khawatir!
ازالوا الجدار عنه بصعووووبة وحضر الاسعاف 
ولم يستطيعوا حمله لانه اصبح كالزجاح اذا سقط وتكسر ...
Mereka menyingkirkan dinding yang menghimpit anakku itu dengan susah payah dan segera memanggil ambulans. Mereka tidak bisa mengangkan badan anakku. Ia remuk. Seperti kaca yang jatuh, pecah berkeping-keping...
حملوه بصعوبة ونقلوه للعناية ...
وعندما اتصل والده ليخبرني
كأن الله اعاد امام عيني تلك الساعة التي دعوت فيها على ابني وهو طفل ... وتذكرت تلك الدعوة ...
Mereka membawanya dengan amat sulit dan segera memindahkannya untuk pertolongan lebih lanjut.. . Ketika ayahnya menghubungi saya untuk mengabarkan hal itu, seakan Allah menghadirkan kembali apa yang telah saya doakan untuknya dahulu ketika ia kecil...
بكيت حتى فقدت وعيي ..
واستيقظت في المستشفى ... وطلبت رؤية ابني ...
Saya menangis hingga jatuh pingsan. Ketika sadar, saya berada di rumah sakit.. Dan saya meminta untuk melihat anak saya...
رأيته ، وليتني لم اره في تلك الحالة ..!
رأيته وكأن الله يقول : 
هذه دعوتك ... استجبتها لك بعد سنين طويلة ؛لأن دعوة الوالدين مستجابة ... والان سأخذه من الدنيا 
Ketika melihatnya, ah! Andaikan aku tidak melihatnya dalam keadaan sebegitu... Saya melihatnya, seakan-akan Allah berkata "nih, ini doamu kan? Sudah saya kabulkan setelah sekian lama; doa orang tua itu mustajab, dan sekarang Aku akan mengambilnya..."
وفي تلك اللحظات توقف جهاز القلب ... 
Ketika itu, jantung aaya seakan berhenti berdetak...
ولفظ ابني انفاسه الاخيرة ..
Anak saya menghembuskan nafas terakhirnya...
صرخت وبكيت وانا اقول : 
Sembari berteriak dan menangis saya berkata:
ليته يعود للحياة .. ويكسر تحف البيت جميعها ...
Andaikan ia hidup lagi! Tidak mengapa jika dia hancurkan semua perabot rumah...
ولا افقده ..
Asalkan saya tidak kehilangan ia...
ليت لساني انقطع ولا دعوت عليه تلك الدعوة ..!
Andaikan saja lidah saya ini terpotong dan tidak mendoakannya sebegitu!
ليت وليت وليت ولكن .......... ليتها تنفع كلمة •• ليت ••
Andaikan... Andaikan... Andaikan... Tetapi, andaikan kalimat 'andaikan' ini berguna...
رسالتي لكل ام : 
لاتتسرعين في وقت غضبك بدعائك على ابنك ...،
Risalah kepada para ibu: jangan terburu-buru mendoakan anakmu ketika sedang marah...
استعيذي بالله من الشيطان ... وان اررتي
ولكن لاتدعين عليه ...
فتندمين كما ندمت ""
Berlindunglah kepada Allah dari godaan setan,... Jika kamu ingin memukulny, pukul aaja, tapi jangan mendoakannya macam-macam, sehingga kalian akan menyesal seperti saya...
اكتب لكم هذه الكلمات ودمعاتي تسبق كلماتي ... 
Saya menuliskan ini dengan airmata yang membanjir...
ليت روحي تلحق روحك يابني واستريح من هذا الالم الذي اعيشه بعد وفاتك ...
""""""""""
Andaikan ruhku pun turut bersamamu, nak. Hingga saya bisa beristirahat dari kepedihan yang saya rasakan sepeninggalmu...
قصة مؤثرة ..
""""""""""""
ارجو نشرها لجميع النساء
الدعوة مقبولة .. ولو بعد حين
Kisah yang menginspirasi. Tolong sebarkan keseluruh wanita, doa itu akan terjawab, walau setelah beberapa lama...
#copas#

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

Jujur, setelah baca BC di atas, saya jadi berusaha mengingat-ingat kembali apa saja kata-kata yang saya lontarkan ke anak-anak ketika marah. Tapi saya gagal mengingatnya. Alhasil, saya cuma bisa beristighfar dan memperbarui doa kepada Allah..

"Ya Allah, tariklah semua doa-doa buruk yang pernah terlontar dari mulutku. Sungguh Engkau Maha Pemurah. Ampunilah hambaMu yang penuh khilaf ini" :'(

Tolong di aminin ya... pliiiiis... semoga kita terhindar ya dari hal-hal buruk.

Nah, nyambung lagi ke perihal emak-emak pemarah nih ya. Saya coba putar otak alias mikir cara biar saya ga perlu keceplosan kalo marah. Mikir mikir mikir ... dan akhirnya saya nemu sebuah cara, yaitu dengan menyediakan ruangan khusus untuk marah. Jadi gimana tuh aturan mainnya?

Begini...

Saya berhasil mencontohkan marah kepada anak-anak. Jadi saat ini anak-anak ketularan pemarah nya saya. Karena mereka sudah tertular yang membuat mereka melakukan self defense dengan marah melalui tindakan fisik (memang fase nya juga sih). Misal dengan nyubit, mukul dan nendang bahkan mencakar. Belum lagi banyak faktor lain yang bisa memancing marah, mulai dari mood anak-anak yang sedang buruk apakah karena mereka masih mengantuk, kecapean, atau kelaparan. Atau bisa jadi karena rebutan mainan. Banyak hal dan saya yakin semua orang tua sangat tau itu.

Dalam agama, kita sudah diberikan langkah-langkah dalam mengatasi marah. Seperti berpindah posisi dan diakhiri berwudhu dan melaksanakan amalan sunnah jika memang marah itu sudah sangat memuncak. Namun hal ini agak sedikit menantang jika yang memancing marah itu adalah tingkah unik anak-anak. Tentunya anak-anak akan menunjukan sikap lainnya apabila kita diam dalam rangka menahan marah. Misal, anak-anak rewel karena ingin sesuatu. Langkah pertama dengan memberi pengertian bahwa yang mereka inginkan itu belum bisa diberikan sekarang karena alasan tertentu, tidak diindahkan. Kemudian kita coba memberikan tawaran pikihan dan ternyata anak tetap keukeuh dan mulai menunjukan gejala rewel. Kita pun mencoba closing dengan pilihan yang kita coba tawarkan dan menyampaikan bahwa hanya itu yang bisa dilakukan, dan akhirnya anak tantrum.

Berdasarkan teorinya, anak tantrum karena ada keinginan mereka yang tidak terpenuhi sebaiknya dibiarkan saja sekitar beberapa menit. Namun karena situasi tertentu kita sebagai orang tua dengan keterbatasan kapasitas daya tampung masalah tentunya bisa meledak juga mendapati anak yang 'tidak paham' ini. Terlebih jika anaknya seperti anak-anak saya. Belum lagi kalo kitanya lagi banyak pikiran.. ciile gaya.. hahaha. Tantrum nya anak-anak bukanlah bergolek dilantai melainkan mengikuti kemana saya pergi dan menarik-narik tangan dan baju saya ke arah yang mereka maksudkan. Dan memberikan toleransi dengan mengikuti kehendak mereka dalam keadaan tantrum seperti ini sama saja saya menyerah dan membuat anak-anak berfikir bahwa tangisan bisa meluluhkan saya. BIG NO!!! Jangan atur umi dengan tangisan kalian. (Umi galak)

Dan disinilah fungsi ruangan khusus yang saya maksud. Ruangan untuk marah. Saya atau pun anak-anak akan berada diruangan ini. Ruangan apapun yang sedang tidak ada orang. Ruangan dimana saya atau pun anak-anak bisa melepas marah atau bisa sering disebut 'Time out' dalam prakteknya. Kenapa ruangan, dan juga berlaku untuk saya? Karena sesungguhnya inti masalah nya ya saya. Jika saya sedang good control, anak-anak se rewel apapun bisa saya atasi. Karena memang pada dasarnya anak-anak saya anak-anak yang mudah mengerti. (Anak-anak semuanya saya yakin mudah untuk mengerti kok ya. Kitanya aja orang tua yang rada cepet tidak sabar).

Ngomong soal 'Time Out (TO)' yang memang sedang happening. Jujur, praktek TO ini gagal berkali-kali saat diterapkan ke anak-anak saya. Disamping mereka yang belum mengerti, mereka juga bukan tipe anak-anak biasa, mereka luar biasa. Hehehe. Karena ketika di TO, ada saudaranya yang akan membantu. Dan mendistraksi saudara yang sdg di TO. Nasib nasib... anak kembar. Dari dalam perut sudah punya PIC alias partner in crime.. hehehe.

Jadi gimana efektifitasnya ruangan ini? Sangat efektif untuk saya mengkondisikan anak-anak dan saya sendiri. Saya jadi bisa menghindari marah yang aneh. Marah yang ga penting. Yang sekedar pelepas nafsu aja. Hiks. Dan anak-anak pun jadi mengerti, bahwa marah itu hal yang buruk. Sesuatu yang umi sendiri juga sedang berjuang mengendalikannya. Sesuatu yang harus dihindari. Terlebih jika marah tanpa alasan. Siapapun, dirumah ini yang marah tanpa alasan, silahkan masuk ke sebuah ruangan dimana kamu disana sendiri.

Nb: konsepnya sama seperti konsep TO, namun sepemahaman saya, TO pemberlakuan hanya untuk anak. Sedangkan karena sikon di keluarga saya yang sedikit berbeda, sehingga TO diberlakukan juga jika orang tua (dalam hal ini saya) mulai kesel dan akan marah.

Oh ya, NB lagi: saya bukan ahli teori parenting, saya mencoba mempraktekan teori yang saya tau dan pahami, dan memodifikasinya sesuai kebutuhan anak-anak saya.

Bandung, 23 Nov 2015

Peduli Apa Ikut Campur?

Kamis, 19 November 2015

BeTi ... alias Beda Tipis. Yups! Beda PEDULI sama IKUT CAMPUR itu tipis. Dulu sih udah pernah posting di status FB tentang 2 hal ini. Eh ternyata sekarang, lagi kealaman di 'peduli'in sama orang. Peduli yang mengundang jiwa menjadi membara.

Tepatnya kemaren, saat lagi kring-kringan sama kakak, ada telp masuk. Pas di cek, eh ternyata seseorang yang saya hormati. Karena saya menghormatinya, saya telp balik. Daaaaaaaaan, dari 30 menit lebih durasi nelpon, 90% obrolan untuk mengorek informasi tentang kehidupan saya. Percaya ga si putri ada yang kepoin? Ah percaya ga percaya deh ya. Pokoknya, semua hal ditanyain. Dan jujur, saya ga bisa berkilas alias 'berbohong elegan'. Ditanya A ya jawab A, ditanya G ya jawab G. Meski terbersit rasa kurang nyaman dengan bahan obrolan, saya masih terus berusaha berfikir positif bahwa orang ini sangat PEDULI dengan saya. Tapi .......

Sesaat sebelum maghrib, orang tua saya menelpon. Bercerita tentang sesuatu hal terkait orang ini. Dan alangkah kaget nya saya ketika mendapati cerita aneh dari orang ini tentang saya dan suami. Hiks hoks. Ternyata pedulinya orang itu ada embel-embel nya. Dia bukan nya peduli tapi lebih cenderung ikut campur dengan sedikit bumbu SOTOY!!!! Asli bikin esmosi.

Tapi daripada emosi, mending saya tulis aja perbedaan Peduli sama Ikut Campur. Kayanya banyak deh yang ngalamin kejadian serupa. Misalnya, ada yang peduli kita ga punya duit, akhirnya kasih pinjem duit. Pas kita udah minjem duitnya, mungkin karena merasa berjasa, dia malah atur-atur urusan hidup kita. Terutama terkait masalah finansial. Jadinya ya sok nasehatin kalo cari duit tu begini begitu. Padahal kita tau, dia orang nya culas. #ini contoh ya...

Nah ini nih, poin-poin yang saya dapetin, yang punya poin tambahan, monggo di komen ya, biar saya masukin ke list. Hehehe,, lumayan, buat bagi-bagi pengalaman biar ga banyak orang-orang lugu kaya saya bermaksud cerita karena merasa lagi ada yang peduli, eh ga taunya peduli terselubung.

★★PEDULI★★
^_^ bertanya seperlunya
^_^ tidak memaksa
^_^ memberikan solusi
^_^ menenangkan hati si objek
^_^ pembicaraan didominasi yang curhat
^_^ kesimpulan untuk dijadikan pelajaran

■■IKUT CAMPUR■■
>_< bertanya beruntun dan banyaaaaaaaak
>_< memaksa
>_< memberikan 'support' alias manas-manasin
>_< membakar hati si objek
>_< pembicaraan didominasi yang dicurhatin
>_< kesimpulan untuk dijadikan perbandingan dan gunjingan

Hmmmm apa lagi ya... silahkan tambahin deh. Saya berharap budaya 'kepo' ga dilestarikan. Biar ga lestari, tampaknya media sosial harus dibasmi. Eh salah, maaf. Ngomong asal. Saya nya udah ngantuk.

Bandung, 19 November 2015

Help me... (anak kembar bertengkar???)

Selasa, 10 November 2015

PleasePernah ga ngerasain sebuah perasaan ingin membagikan hal yang sedang kamu alami agar semua orang tau betapa sulitnya dirimu? Kalo pada ga pernah, oke baiklah, saya sedang kacrut. Huft.. hehehe..

Saya kurang yakin sebenarnya untuk berbagi tulisan ini. Tapi saya butuh tempat muntah. Terakhir muntahan saya berupa tulisan 5 hari yang lalu belum totalitas. :D Masih ada yang nyangkut di kerongkongan... heu ...

Saya sangat gundah gulana akhir-akhir ini. Si kembar 'perangnya' makin keren. Gondognya, orang-orang di rumah malah kaya jadiin pertengkaran mereka jadi kaya hiburan. Atuhlaaaaaaaah (mewek deh..).

Memang sih, anak kecil berantem itu lucu. Ada skill terasah disana. Life skil untuk mempertahankan diri dan membela diri. Tapi ya ga dijadiin bahan tertawa juga lah ya kaya yang lagi nonton srimulat aja. Ya mbo bantu saya melerai dan memberikan pengertian ke masing-masing mereka bahwa si ini ga sengaja, si itu mau ajak main, atau hal lain yang memang perwakilan dari perasaan mereka.

Anak-anak saya 28 bulan 5 hari yang lalu memang belum bisa produksi frase. Mereka baru bisa memproduksi kata per kata. Dan perkembangan kata mereka perhari tidak signifikan tapi sekalinya bisa bikin surprise juga. Intinya, mereka belum bisa ngobrol (ngobrol ya bukan ngomong).

Saya sempat bertanya-tanya dengan yang berpengalaman, kalo anak-anak lagi berantem, gimana cara kasih pengertian nya... Rata-rata pada jawab: kasih pengertian ke kakaknya kalo "kakak sudah besar. Adik kan masih kecil. Jadi kakak mengalah dulu ya....".

Trus kalo anak kembar kaya anak-anak???? Mereka pan seusia. Beda menit doank. Makin aja saya galau. Udahlah akhirnya saya menerapkan sistem siapa yang berbuat, dia yang harus bertanggung jawab. Terus perihal rebutan mainan, saya berlakukan siapa yang duluan/cepat maka dia yang berhak main duluan/ dia yang dapat.

Jujur saya sendiri belum yakin dengan cara saya. Barangkali ada yang mau berbagi ilmu tentang cara penyikapan ketika anak kembar berantem? Pliiiiis help me... :'(

Aku (pernah jadi) Anak ROHIS

Kamis, 05 November 2015

Siapa yang hidup dijaman 2000an yang umur nya masih remaja belia mempesona waktu itu cuuuuuung.... hehehe
Tahun 2000 awal menurut saya tahun menggeliat nya dakwah. Mulai dari siswa SMP, SMA dan tentunya mahasiswa. Pada saat itu semua tampak berbondong-bondong menjadi aktivis dakwah. Kalo dulu itu istilahnya anak Rohis, singkatan dari Kerohanian Islam.
Eh, saya jadi ingat lagu khas anak Rohis jadinya. Begini bunyinya ...

•••••••••• Aku anak rohis                     
Selalu optimis                          
Bukannya sok narsis          
Kami memang manis  •••••••••••••

Dan masih banyak gubahan-gubahan lirik lainnya dengan irama sama. Ah saya memang lagi rindu masa-masa itu. Huwo huwoooo (mewek).

Pada masa itu, ada satu kata yang bagi saya sangat sakral, HIDAYAH. Kenapa? Karena saya sangat takut ketika hidayah sudah datang pada saya, saya tidak mampu mengenalnya. Pikiran ini menggelayuti diri saya semenjak awal memperoleh materi tentang 'Menjemput Hidayah'. Ada sebuah konsep yang ditekankan bahwa hidayah itu ada karena dijemput. Bukan karena datang dengan sendirinya. Dan pada masa itu, menurut saya, hidayah bisa saya jemput dengan konsisten berada di tengah-tengah lingkungan yang telah memberi saya pencerahan awal tentang hidayah, yaitu Rohis.

Waktu berjalan begitu cepat. Sekarang saya baru tersadar, nyaris 10 tahun saya bersama kumpulan orang-orang yang melingkar. Ada hal yang saya rasakan berbeda. Ada nilai yang saya rasa samar dan perlahan pudar. Ah mungkin hanya saya saja yang merasakannya, tepis pikiran saya.

10 tahun tentunya bukan waktu yang sebentar. Dalam kurun waktu inilah saya menjadi saksi perjalanan saya sendiri dan generasi angkatan saya. Menyaksikan perlahan penggerak dakwah yang mulai berguguran. Memilih tak lagi melingkar karena berbagai macam pertimbangan dan faktor. Penggerak dakwah yang dulunya menjadi pioneer garda dakwah terdepan namun saat ini memilih menjadi 'orang biasa' menjalani hidup tanpa visi misi dakwah.

Saya, perjalanan saya memang bukanlah hal yang luar biasa. Saya hanyalah anak sekolahan yang sangat senang dengan pribadi-pribadi anak Rohis. Di kampus saya mulai diberi amanah tak sekedar pembuat acara keputrian dan penampung titipan saudara agar dijadikan bidikan dakwah saja melainkan ada hal lebih. Kejenuhan tentunya hal yang sangat akrab. Lelah? Manusiawi. Bosan? Wajar.

Rasa-rasa negatif itu kemudian seperti memberi kekuatan pada saya untuk sekedar 'menyicip' sedikit kehidupan diluar jalan ini. Saya berfikir, saya harus melihat hal lain. Hal yang tak semuanya hijau sejuk dipandang dan membuat saya nyaman. Saya beranggapan bahwa saya akan kuat untuk kemudian keluar sejenak dari jalur dakwah ini demi memperoleh rasa penasaran saya. Namun ternyata saya keliru. Jangankan kuat bertahan ditengah heterogenitas, saya malah sempat mengikuti arah yang tak lagi sejalur dengan jalan dakwah. Seperti apa? Ah tak usah dibahas.

Memang urusan hidayah itu hanya Allah yang punya hak. Istiqomah ataupun tidak, juga cukup menjadi urusan Allah. Saya berfikir bahwa setiap manusia punya jalannya sendiri untuk menjemput hidayah. Dan setiap orang juga punya jalannya sendiri untuk meraih istiqomahnya.

Dulu, saya berfikir, sesuatu yang baik yang dianugrahkan Allah ke saya akan senantiasa seperti itu. Ternyata saya keliru. Ibaratkan siswa berprestasi, perlu usaha khusus oleh siswa itu agar bisa 'istiqomah' mempertahankan prestasinya. Syukur-syukur bisa meningkatkan prestasinya.

Saya menuliskan tulisan ini sebagai salah satu hasil renungan saya, Allah melangkah seribu langkah ketika kita hanya melangkah selangkah itu saat ini baru benar2 saya rasakan. Sebebal apapun hati saya membangkang akan suatu hal baik jika Allah meluluhkan hati saya, maka jangan kaget jika airmata tak henti mengalir tatkala sujud dalam setiap rakaat shalat.

Hari ini kita boleh merasa bangga masih diberi istiqomah ditengah banyaknya saudara2 kita yang menurut kita sudah tak lagi berada di jalan Allah ini. Tapi menurut saya, tidak bijak rasanya jika kita turut menghakimi mereka dengan ungkapan kekecewaan dan menjadi obrolan dalam lingkaran kajian semata untuk dijadikan kajian hikmah.

Kenapa tidak doa yang dominasi kita layangkan. Kenapa tidak kita sapa kembali mereka dengan bahasa iman bercahaya berbekal rutinitas ruhiyah yang optimal agar mereka memperoleh kembali hidayah mereka.

Berkumpul dengan orang sekufu memang nyaman. Namun jika semua kita berfikir demikian, jangan salahkan jika teman2 kita yang dulunya aktivis dakwah akhirnya berkata, "Aku pernah jadi anak Rohis" tapi sekarang tidak. Karena tidak dengan mereka pun aku bisa menemukan sumber kebaikan yang lebih membuatku nyaman. Toh perihal iman tak dilihat dari penampilan dan hanya Allah lah yang tahu siapa yang paling beriman diantara kita.

Bandung, 11 November 2015

Teruntuk siapapun yang telah memilih jalan kebaikan nya sendiri. Sungguh, tidak ada yang salah di dunia ini. Yang ada hanyalah kurang tepat. Semoga Allah meluruskan apa2 yang sudah bengkok dari diri kita,

Hai Anakku... (syukur 3)

Hai anak-anak ku... rasanya setelah 28 bulan, umi baru menyadari kalau kalian itu lucu. Kepolosan dan kebebasan kalian bikin umi iri. Entah mengapa sesaat umi berfikir, ah bagaimana nanti kalian besar. Saat dimana kalian sudah mulai menghadapi masalah tak lagi dengan kepolosan kalian, tapi dengan berbagai macam prasangka kalian.

Hai anak-anak ku. Betapa umi iri. Rasanya rindu kembali ke masa kanak-kanak seperti kalian. Masa dimana teman akan selamanya teman meski sesaat sebelumnya terjadi sebuah pertengkaran. Masa dimana masalah bukanlah hal utama yang berada dipikiran kalian melainkan menjadikannya tantangan untuk diselesaikan tanpa diminta. Keinginan kalian sangat kuat. Pantang menyerah dan tak kenal lelah. Ah rasa-rasanya ingin umi sampaikan kepada kalian untuk tumbuhlah dewasa, tapi tetaplah dengan kepolosan kanak-kanak mu. Tanpa berharap sesuatu pada makhluk karena yang kalian tahu hanyalah pencapaian dan pencapaian dalam setiap pembelajaran tulus yang kalian lakukan.

Hai anak-anak ku... hidup kalian kedepan akan lebih berat dari hidup umi saat ini. Umi hanya bisa berdoa agar kalian terlindung dari fitnah dunia. Terlindung dari jeratan dan makar-makar yang membelenggu. Semoga keluarga kita dilindungi dari kekeluan lidah dalam membaca Alquran. Dan menjadi keluarga yang diselamatkan dari pedihnya hidup di akhir zaman. Aamiin...

Bandung, 5 November 2015

Waktu Kita Sama (syukur 2)

Senin, 02 November 2015

°○•●○○°°●◇◇◆11 Januari bertemu...°°○▪▪▪●□◇◇◆¤■
Eh maksudnya 11 hari yang lalu...Yups. 11 hari udah ga nulis. Hiks. Padahal bertekad di dalam diri bakal nulis lagi 1 hari 1 tulisan. :(

Hari ini asli maksain banget buat nulis. Biar dapet momen nya gitu ... awal bulan masanga semangat... hari senin lagi awal bulannya. Kumplit kan tuh semangatnya. Hehehee (harap harap cemas gitu nunggu suami gajian... watcauuu!!!)

Ngomong-ngomong soal waktu, saya jadi inget satu surat di dalam Alquran tentang waktu. Al Asr nama suratnya. Kalo di artikan jadinya Demi Masa alias Demi Waktu. Jujur, kalo udah ngomong soal waktu saya langsung speechless. Kenapa tidak? Nyaris 24 jam waktu saya losscontrol. Padahal sama-sama 24 jam. Tapi tingkat produktivitas saya sangat berbeda dengan suami (ga usah bandingin jauh-jauh lah ya...bandingin sama suami sendiri aja. Hiks).

Disitu saya sering merasa sedih (nada polwan di 86 nya Net..hehee). Apa sih yang udah saya lakukan? Dari 24 jam waktu, berapa jam waktu saya yang produktif? Trus, untuk emak-emak rumah tangga kaya saya ini, indikator produktivitas nya apa ya? Huwo huwooooo (teriak ga ketulungan kencengnya deh pokoknya saya di dalam hati).

Hmmmm...daripada sedih, mending kita coba untuk produktif dari hal-hal terkecil yuks. Misalnya, produktif berdoa setiap mengawali aktivitas, produktif berfikir menata agenda harian, produktif mengeksekusi agenda harian tersebut, produktif beraktivitas dengan anak-anak, .... (mangga dilanjutkan...hehe).

Ok ok ... saya tidak sedih lagi. Taro gadget, dan mainkan aktivitas mu...

Selamat Sore ...

#shaumgadgetlagi ah....