MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Ayo Sekolah :)

Minggu, 31 Januari 2016

★★ 5 Hari Bersekolah ★★

Sambil makan lontong pical Payakumbuh, otak terus berfikir dan menganalisa (biar keren ...). Apa ya kira-kira yang perlu dievaluasi, diperbaiki dan diyakini selama 5 hari anak-anak resmi bersekolah.

Hmmm... kalo ada yang bingung atau bertanya-tanya, lho umurnya berapa? Sekolah??? Emang bla bla bla...
Jadi saya jelasin aja yak (padahal ga ada yang nanya yajs!!)

Si kembar ZaZi umurnya januari ini 30 bulan. 5 Februari 31 bulan. Artinya udah 2.5 tahun mau jalan 3 tahun kan... Mereka bersekolah bukan sekolah dalam artian belajar formal. Sekarang kan makna sekolah udah meluas. Belajar berinteraksi sosial juga bisa dibilang sekolah lah ya... hehehe. Jadi anak-anak saya daftarin PAUD agar mereka belajar bersosial, berkomunikasi, menyampaikan keinginan dan lain-lain nya ke orang yang notabene bukan keluarga yang selama ini dekat dan mereka kenal. Nah, penggunaan istilah sekolah karena anak-anak sangat tertarik dengan aktivitas sekolah kakak-kakak sepupunya.

■■Kata Pengantar■■ >> dah kaya buku aje...

Bersekolah, selain bagian dari ikhtiar saya merangsang verbal anak-anak, juga saya maksudkan untuk melatih social skill mereka. Jujur azaaaa, saya baru sadar ternyata selama ini saya membatasi wawasan sosial anak-anak. Saya membatasi bahwa di dunia ini, banyak jenis orang yang akan mereka jumpai. Tak sebatas keluarga besar dan teman-teman serta tetangga sekitar, tp juga orang asing. Artinya, mereka harus memiliki kecakapan sosial dalam me-manage diri mereka dan dalam bersikap terhadap orang baru. Ada contoh tentunya dari diri saya sebagai orang tua. Karena itulah, setelah mengevaluasi diri, saya memiliki potensi menjadi makhluk antisosial . Akhirnya saya sangat menyadari bahwa sisi antisosial saya itu ketika dibiarkan akan menjamur dan berakibat cukup 'sadis'. Bisa-bisa saya jadi makhluk anti sosial terakut di dunia (colek Hesty Ambarwati..wkwkwk).

Akhirnya, salah satu ikhtiar yang bisa saya lakukan untuk perubahan ini... dengan pembiasaan diri keluar rumah tiap pagi. Pembiasaan ini membuat kita harus 'terpaksa' bangun lebih awal. Mempersiapkan baju dan bekal anak-anak dan kemudian menyiapkan anak-anak untuk berangkat ke sekolah. Bagi saya, rutinitas positif seperti ini di pagi hari juga cukup membantu stabilitas emosi saya. Selain bisa melakukan aktivitas lain tanpa intervensi anak-anak, mereka pun mendapatkan life experience baru.

Menariknya, setelah anak-anak beraktivitas selain bersama saya,  saya jadi menyadari apa yang selama ini kurang saya sadari. Karena saya terlalu larut dan tenggelam dalam kejenuhan. Misal .. saya baru menyadari dan baru tau ternyata anak-anak memiliki kemampuan move on lumayan cepat ketika tidak ada saya. Mereka mampu beradaptasi lebih cepat dari dugaan saya. Dan ... anak-anak cukup memperlihatkan sosial komunikasi yang lebih membaik.

▪▪ Kata Penyambung ▪▪

Terlalu dini memang jika saya harus mengevaluasi kegiatan dan rutinitas baru anak-anak ini. Lha wong baru seminggu ... hehehe ... (tulisan ini saya sambung di hari senin, 1 Februari 2016). Jadinya saya tuliskan saja apa saja yang menjadi pertimbangan saya 'menyekolahkan' anak-anak di usia yang tergolong masih sangat kecil sekali.

1) PAUD X TK
PAUD itu tak selamanya hanya TK ... hehehe...
Saya bukan ahlinya ya untuk membahas soal istilah-istilah. Jadi teman-teman yang penasaran info valid, bisa googling langsung..hehe. Seinget saya, jaman pernah mengicip jadi guru PAUD, TK dan PAUD itu berbeda. Istilah PAUD pun muncul belum lama. Jika dahulu jaman saya lebih dikenal TK (Taman Kanak-kanak), kenapa sekarang lebih dikenal PAUD? Berarti ganti nama aja donk, PAUD jadi TK. Kaya SMA jadi SMU.

Jujur kalo harus jelasin secara teoritis, hayati lelah.. hehe. Tapi sederhana nya, PAUD itu saat ini bisa berbentuk TK dan KB (Kelompok Bermain). Di PAUD juga biasanya ada TPA (Tempat Penitipan Anak).

Nah anak-anak saya, karena belum mampu mengikuti proses kegiatan kelompok bermain, maka mereka masuk ke TPA. Alhamdulillah, TPA dan TK/KB selokasi, jadilah anak-anak bisa melihat aktivitas anak-anak TK dan KB itu. Tujuannya, untuk memperkenalkan. Agar mereka kenal sisi dunia lain dimana bermain itu tak selamanya hanya dengan Umi.

Nah karena PAUD jaman sekarang beda konsep dengan TK jaman saya kecil dulu, makanya saya cukup berani mendaftarkan anak-anak ke PAUD. Tidak ada belajar dalam makna sempit. Yang saya lihat adalah eksplorasi. Dan tentunya itu dibutuhkan oleh anak-anak saya.

2) Melatih Kemampuan Beradaptasi
Sebagai emak-emak posesif, saya dari dulu kurang nyaman ketika anak-anak saya di urus oleh orang lain bahkan oleh keluarga sendiri. Suka muncul kekhawatiran akan habits baru yang diciptakan oleh orang selain diri saya. Tapi ternyata sikap seperti ini juga tidak baik. Konsepnya, jika sesuatu dilakukan sudah sangat berlebihan, pasti ada aja efek negatifnya. Dan salah satu efek negatif dari posesifnya saya ini, anak-anak susah menerima kehadiran orang asing.
Di PAUD, anak-anak akan bertemu dengan orang baru setiap harinya. Baik itu yang baru datang, baru mereka kenal, atau baru mau mereka kenal. Otomatis secara natural anak-anak akan mencari pembiasaan sendiri untuk beradaptasi.

3) Hidup Tak Selamanya Harus Bersama
Aduh aduh ... terdengar perih ga sih. Hehehe ... kaya yang kejam gitu yaks. Tapi ya ... menurut saya, konsep berpisah dan bertemu itu memang harus dikenalkan kepada anak sedini mungkin. Bahwa tak selamanya orang terdekat akan selalu dekat dengan kita. Dan tak selamanya kita harus terus bersama. Karena hakikatnya kita hanya menjalani fase yang Allah tuliskan untuk kita. Ada kelahiran ada kematian, misalnya. 2 takdir Allah ini bagi saya seperti sebuah pelajaran, bahwa ada miniatur kelahiran dan kematian, yaitu pertemuan dan perpisahan.
Nah, berhubung saya dan anak-anak dah kadung nempel kaya prangko, jujur, berat lho ninggalin anak-anak di PAUD bahkan sampe hari ke 7 ini ... (tulisan ini saya tulis tak selesai dalam 1 hari karena nulis bener-bener diwaktu mood.. heu).
Tapi mau ga mau saya harus yakin. Toh udah fiksasi segala hal, mulai dari menu makan di PAUD, aktivitas, guru-gurunya, dan lain-lain. Semua ok. Anak-anak pun nyaman. Pulang sekolah selalu senyum. Meski sampe hari ini anak-anak masih mewek kalo ditinggal. Mewek-mewek, mereka tetap masuk ke kelas, buka sendal, peluk gurunya, dan salaman sama saya. Hehehee... lucu deh kalian. Baik-baik ya. Umi yakin anak-anak umi bisa beradaptasi dan melakukan hal lebih dan bereksplorasi lebih di sekolah.

Udah ah... segitu dulu aja ...

Payakumbuh, 2 Februari 2016

Terapi Wicara: Catatan ZaZi

Kamis, 28 Januari 2016

Yey!!! Saya menemukan metode terapi untuk anak-anak!!!

Ah, tapi buat apa... :( toh apa yang saya lakukan selama ini tidak diakui karena saya hanya dibilang sotoy.... hahaha

Galau ya ... si saiah... siapa sih saiah ituuu...

Saya coba untuk tidak galau ya. Dan fokus untuk share metode terapi yang saya coba aplikasikan pada anak-anak. Saya tidak melabeli ini metode saya ya. Hanya saja, saya ga tau, apakah cara ini memang dilakukan oleh ahlinya atau tidak, saya tidak tau. Saya hanya mencoba menganalisis kebutuhan anak-anak agar mau distimulus. (Setelah searching, ternyata metode yang saya gunakan mirip dengan yang digunakan terapis di You Tube)

Si kembar ZaZi, sebelum berusia 2 tahun sebenarnya sudah mulai mengucapkan beberapa kata seperti, mamam, num, dah, bis, dan beberapa kata yang sebenarnya barulah frasa. Dan jujur, saya tidak memperhatikan kapan awal mereka mulai berucap kata atau frasa dengan makna yang tepat. Ketika mereka berusia 2 tahun, mulai keluar kata umi, abi, embu, abah, nenek, yaya (nama sepupunya). Kata-kata ini keluar bukan karena diajarkan, tapi karena pengulangan pengucapan yang sering dari orang-orang disekitar mereka. Berawal dari Ziad, kemudian akan diikuti oleh Zaid.

Saya secara sadar mengetahui bahwa perkembangan bahasa anak-anak memang agak sedikit berbeda dengan anak-anak lainnya. Pernyataan dari orang-orang bahwa ketika anak sudah mulai mengucapkan satu atau dua kata secara sempurna akan merangsang perkembangan yang cukup signifikan terhadap kata-kata yang lain, tidak berlaku pada anak-anak saya. Karena dalam waktu 1 bulan memang tidak ada perkembangan yang signifikan yang bisa saya tandai.

Perkembangan signifikan disini maksudnya saya tidak menemukan hal-hal berikut:
1) anak-anak tertarik mengucapkan kata-kata sederhana (membeo)
2) anak-anak mau didikte sebuah kata dari benda atau sesuatu yang mereka tunjuk
3) anak-anak tertarik untuk berkomunikasi dengan anak-anak seumuran mereka dengan bahasa cadel ala anak-anak

Dari 3 hal di atas, si kembar sangat tidak memperlihatkan kecenderungan yang berarti. Bahasa tunjuk mereka lebih mereka nikmati ketimbang bahasa normal. Penggunaan "mi, tu tu" sambil menunjuk suatu benda lebih mereka hayati ketimbang balasan respon dari saya atau orang sekitar yang terus menerus mengulang kata dari benda yang mereka tunjuk itu. Namun pengulangan yang disengaja, terlebih meminta mereka untuk mengulang mengucapkannya, hanya akan membuat mereka menolak atau bahkan mengalihkan ke objek lainnya. Kalaupun kita 'paksa' untuk mengucapkan, mereka hanya akan menatap kita, sambil mengangguk seiring potongan frasa dari kata yang kita diktekan ke mereka. Dan hal inilah yang membuat orang tua saya bingung dan menyuruh saya untuk mengkonsultasikan anak-anak pada ahli tumbuh kembang anak. (Padahal ps masih di Bandung, saya masih selow broooo..hehehe).

Berhubung di daerah orang tua saya belum saya ketahui dokter spesialis tumbuh kembang, maka kami membawa anak-anak konsul ke dokter spesialis rehabilitasi. Tidak ada diagnosa khusus yang mengarah pada gangguan fisiologis pada anak-anak saya. Tidak ada ciri-ciri yang mengarah pada gangguan perkembangan yang upnormal. Hanya kurang stimulus kata dokternya. Hmmm ... mungkin lebih tepatnya, kurang fokus, guman saya di dalam hati. (Setelah ngobrol cukup lama sambil observasi anak-anak, sang dokter membenarkan analisis saya tentang kurang fokusnya saya dalam menstimulus anak-anak karena fokus terbagi 2).

Selama satu minggu menjelang jadwal terapi pertama, saya mencoba menerapkan metode terapi ala saya sendiri. Dan saya yakin juga diterapkan oleh para orang tua lainnya. Yaitu metode repeatation. Dulu, metode ini tidak berlaku untuk anak-anak saya. Seperti yang saya sampaikan tadi. Repeatation hanya direspon dengan anggukan oleh anak-anak sebagai bentuk persetujuan mereka bahwa kata yang kita ucapkan itu adalah benar dan tepat. Uniknya, ketika saya mengucapkan kata yang salah terhadap benda yang mereka maksud, mereka langsung menggeleng dan berkata "No, tu!" Sambil mengulang menunjuk benda tersebut.

Nah, pada metode repeatation kali ini, selain saya agak lebih tegas dan sedikit galak, mungkin anak-anak juga sudah siap dengan otot lidah mereka yang lebih kuat. Selain itu, intensitas komunikasi mereka dengan anak-anak lain juga lebih banyak (mereka lebih berinteraksi sosial ketimbang di Bandung). Bisa jadi hal ini juga mempengaruhi motivasi yang terbentuk dari dalam diri mereka. Sehingga, sehari pasca konsultasi ke dokter spesialis, metode yang saya terapkan ini membuahkan hasil yaitu, kemauan anak-anak untuk mengulang kata yang didikte kan kepada mereka mulai terlihat.

Bagaimana aplikasi teknis metode ini?
1) anak-anak saya minta mengulang kata dari objek yang mereka tunjuk
2) satu usaha pengucapan kata yang mereka keluarkan, memperoleh satu suapan nasi (metode saya aplikasikan bersamaan dengan aktivitas yang paling menyenangkan bagi mereka, yaitu makan)
3) jika mereka menginginkan sesuatu benda, artinya mereka harus mengulang pengucapan untuk benda tersebut agar mereka bisa mendapatkannya
4) metode diaplikasikan pada saat mood anak-anak sedang bagus
5) konsistensi penerapan metode setiap harinya diperlukan

Dari 5 poin di atas, poin ke 5 yang dulunya tidak saya terapkan. Sehingga stimulus yang saya berikan selalu berulang dari nol. Dan anak-anak pun jadi tidak mengapresiasi stimulus saya karena menganggap hanya main-mainkan mereka saja. Namun setelah saya konsisten dari awal hingga seminggu kedepan, hasil berikutnya mulai terlihat yaitu, anak-anak tertarik mengulangi kata yang kita ucapkan (membeo).

Saat itu saya konsul ke dokter spesialis hari Ahad. Hari senin-sabtu (terapi pertama hari sabtu) metode saya terapkan secara konsisten. Dengan harapan, pertemuan pertama dengan terapis, anak-anak jadi sudah mengenal cara yang saya terapkan pada mereka sehingga mereka tidak merasa diintimadasi oleh orang asing. (Setelah mengetahui metode repeatation yang saya sampaikan di atas ternyata memang diterapkan dalam terapi wicara, saya semakin yakin menggunakan metode ini dan terus mengembangkannya)

Bagi saya, menyerahkan penanganan stimulus anak-anak kita pada ahlinya bukan berarti menyerahkan sepenuhnya. Terlebih dalam aktivitas terapi ini, orang tua tidak diperbolehkan mendampingi. Jika anak-anak kita termasuk anak-anak yang mudah beradaptasi dengan orang asing, tentu cukup meringankan tugas kita. Kita tidak perlu mengkhawatirkan anak merasa tidak nyaman. Namun, jika anaknya seperti anak-anak saya? Begitu protective dengan kehadiran asing dengan tingkat defense yang cukup tinggi, saya rasa jika saya tidak mempersiapkan mereka dengan baik, maka akan muncul masalah selanjutnya, yaitu traumatik.

Sehingga, saya pribadi menyarankan dan lebih cenderung untuk melakukan apa yang menurut saya harus saya lakukan, meskipun sang terapis tidak menyarankan. Dan dihari pertama anak-anak terapi, selain memperkenalkan metode terapi yang kemungkinan akan diterapkan saat terapi (dari hasil searching di You tube), saya mencoba membangun kedekatan dengan sang terapis dihadapan anak-anak. Maksudnya agar anak-anak mengetahui dan bisa menilai bahwa sang terapis bukanlah orang asing yang 'membahayakan' buat mereka. Sekitar 25 menit dari 40 menit waktu terapi saya gunakan. Selain itu saya juga membangun kedekatan dengan terapis sembari memperkenalkan anak saya sebagai nanti objek terapi sang terapis. Tadinya saya berfikir bahwa terapi 4 kali pertemuan akan didampingi orang tua. Namun ternyata, di hari pertama langsung diterapi tanpa didampingi, membuat saya cukup memutar otak agar bisa mensetting terapi hari pertama tidak berkesan buruk pada anak-anak. Dan alhamdulillah lumayan baik respon anak-anak. Ga kebayang deh kalo anak-anak lamgsung diterapi di sebuah ruangan berdua ma terapisnya yang notabenenya adalah oranh asing ( saat konsul, yerapis nya ga ikut observasi anak-anak).

Terapi masih terus berlanjut di minggu kedua. Sebelum terapi kedua, metode ala saya terus saya kembangkan. Saya coba analisis kemampuan dan kebutuhan. Kemampuan lidah anak-anak mengolah frasa menjadi kata. Dan kebutuhan anak-anak dalam berbicara.

Berikut sedikit hasil analisis saya dimulai dari setelah konsul, seminggu sebelum terapi I sampai seminggu sebelum terapi ke III

MINGGU PERTAMA SEBELUM TERAPI I
Ziad
★ Kemampuan pengucapan huruf vokal bagus.
★ Pengucapan frasa penggabungan konsonan dengan vokal bagus. ★ Hanya tidak jelas dibeberapa konsonan seperti D jadi berbunyi T.
★ Kemauan berbicara bagus, apresiasi diri ketika merasa mampu mengucapkan kata yang dimaksud.
Zaid
★ Kemapuan pengucapan huruf vokal bagus di huruf A, U, E. Huruf I dan O masih belum bagus dilihat dari bunyi huruf yang dihasilkan
★ pengucapan frasa masih belum bagus. Seperti kebingungan mengolah lidah untuk menghasilkan bunyi frasa yang dicontohkan. Terlebih frasa penggabungan konsonan dengan huruf vokal I dan O,
★ Kemauan bicara belum terlihat. Sering berbisik ketika mengeluarkan kata atau frasa yang didikte.
★ Produksi kata yang dia bisa langsung bagus. Seperti kata 'Bola'. Berawal dari 'ulla', 'lla', hari ketiga sudah menjadi 'Bola' dengan artikulasi yang cukup bagus

MINGGU KEDUA SEBELUM TERAPI II
Ziad
★ Sudah mulai membeo
★ Senang diapresiasi ketika berhasil mengucap kata tanpa diminta (spontan repeatation)
★ Mulai menerapkan kata pada makna yang tepat meski masih banyak yang kurang tepat. Sehingga masih banyak koreksi.

Zaid
★ Mulai mau dan tertarik repeatation namun masih berbisik
★ Mengoceh sendiri untuk menghasilkan kata sendiri
★ Masih mengalami kesulitasn yang sama, namun pengucapan 5 huruf vokal sudah mulai pas. Meski ketika digabung dengan konsonan masih ada yang belum pas seperti minum  jadi 'manom'

MINGGU KETIGA SEBELUM TERAPI III
Ziad (Bolos terapi kedua, namun tetap terus diterapi oleh saya)
★ Produksi kata mulai terlihat banyak. Benda jatuh tak lagi disebut 'coput', tapi sudah 'jatuh'
★ Keinginan mengucapkan kata mulai tinggi meski masih kesulitan dibeberapa kata
★ Mulai terbentuk kalimat sederhana dari kata-kata baru seperti 'umi antuk bobo' >> Umi mengantuk, uminya bobo

Zaid
★ Keinginan repeatation mulai menyusul Ziad
★ Sudah tidak lagi berbisik
★ Masih kesulitan memproduksi kata namun sudah mau dan tertarik untuk terus berusaha mengucapkan
★ Namun kata baru terus bertambah dan mulai mengaplikasikan pada makna yang tepat seperti 'itan, ail' >> ada ikan di air. Namun lucu nya, ketika menunjuk ikan goreng pun kita harus memasukan kata air agar sesuai makna yang dia maksud. (Memang anak yang satu ini unik nya B.G.T!)

Demikian yang bisa saya share, heu..serius yak bahasannya. Moga-moga sih manfaat. Dan catatan ini bisa jadi dokumentasi keluarga saya. Biar anak-anak ntar juga baca.

Mengenai terapi ke terapis, saya mencoba membulatkan hati untuk menghentikan terapi. Karena saya yakin dengan penggabungan beberapa metode anak-anak bisa terstimulus dengan baik. Metode apakah?

1) Metode pembacaan ayat suci Alquran
2) Konsisten menerapkan metode yang sudah saya lakukan
3) Konsisten mengasah social skill mereka dengan bersekolah

Untuk metode poin 1, perlu lebih diintenskan lagi. Metode poin 3 juga berefek positif terhadap anak-anak. Meski mereka masih terlihat komplain ketika datang ke sekolah. Untuk hal itu saya sudah bahas ditulisan sebelumnya. Semua hanya ikhtiar saya dan suami dalam menjaga amanah titipan Allah ini ...

Masukan dan saran sangat diterima ya ... saya hanya sedang belajar. Jadi mohon maaf jika saya salah... hehehe ...

Payakumbuh, 5 Februari 2016
Tepat 31 bulan anak-anak :)

Copas: Kurikulum 1-2 tahun

Kurikulum Sekolah Kehidupan di Setiap Tahapan Usia Dini
Disusun oleh: Kiki Barkiah

bagian 3
Hal yang penting dipelajari di usia 1-2

1. Pendidikan agama dan moral
Pada usia ini biasnya anak mulai lebih tertarik pada kegiatan beragama dengan menirukannya.  Anak juga suka meniru perilaku orang tua dan saudaranya.
materi:
- Membiasakan anak berada dalam suasana kegiatan beribadah
- Memberikan kesan positif bagi anak tentang kegiatan beribadah
- Melatih anak untuk bersikap baik terhadap orang yang sedang beribadah
- Memperkenalkan kata-kata ajaib yaitu terimakasih, maaf, tolong, permisi.
- Memperkenalkan kalimat-kalimat singkat yang bekaitan dengan ibadah seperti basmallah, hamdallah, dan salam
- Memberikan keteladanan dalam bersikap
- Memperdengarkan surat pendek dalam Al-Quran dan mendorong anak untuk menirukan akhiran ayat

2.  Melatih perkembangan sosial-emosi
Pada usia ini anak mulai menunjukkan kesukaan terhadap orang atau benda tertentu. Anak dapat menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap orang yang baru dikenal. Anak dapat menunjukkan reaksi marah apabila merasa terganggu. Anak dapat mengeskpresikan berbagai reaksi emosi (senang, marah, takut, kecewa). Anak dapat menunjukan reaksi menerima atau menolak. Anak senang memperhatikan atau mengamati aktivitas teman-temannya. Anak meniru pelikaku orang dewasa yang pernah dilihatnya. Anak dapat bermain dengan temannya namun berinteraksi sangat sedikit.
Materi:
-  Melatih anak agar menunjuk atau menyebutkan kata sederhana untuk menyatakan keinginannya agar dapat meminimalisir tantrum. Luangkan waktu   
   untuk mencari tahu makna isyarat keinginannya, bersabarlah sampai kita dapat memahaminya
- Memberikan "yes or no question" untuk membantu kita menemukan keinginannya
- Setelah kita memahami keinginannnya, bantu melabeli nama perbuatan atau benda yang ingin ia lakukan, agar perbendaharaan kata mereka semakin
  kaya
- Melatih anak untuk menunjukan reaksi menerima dan menolak dengan menggunakan kalimat dan cara yang baik
- Melatih anak untuk mengenal nama benda di sekitar mereka serta aktifitas yang rutin dilakukan agar anak terlatih untuk mengungkapkan keinginan secara verbal

3. Melatih perkembangan bahasa dan komunikasi
Pada usia ini anak sangat  menikmati pengulangan cerita dan lagu, dapat mengenali detail dalam gambar, memahami instruksi sederhana, dapat mengucapkan kata-kata, menggunakan kalimat yang terdiri dari 2 kata, dapat duduk dengan diam mendengar cerita sederhana, dapat memulai humor dan senang bila dapat membuat orang lain tertawa
Materi:
- Melatih anak agar menunjuk atau menyebutkan kata sederhana untuk menyatakan keinginannya (dapat meminimalisir tantrum)
- Merangsang anak untuk dapat menyebutkan nama benda
- Memperkaya perbendaharaan kata anak
- Memberikan cerita sederhana lewat buku dan alat peraga
- Meminta anak menyebutkan namanya
- Sering memberikan pertanyaan untuk dijawab dengan jawaban ya atau tidak
- Sering memberikan pertanyaan untuk dijawab dengan kata sederhana
- Memberikan buku dengan berbagai gambar yang menarik untuk diamati dan dibahas bersama
- Melibatkan anak dalam permainan berpura-pura
- Membangun interaksi yang mengandung canda tawa

4. Melatih kemandirian dan pemecahan masalah
Materi:
- Melatih anak agar dapat menggunakan gelas dan sendok biasa
- Melatih anak agar dapat makan dan minum sendiri
- Melatih anak untuk terlibat dalam membereskan mainan ( memasukan mainan ke dalam kotak)

5. Mengajarkan konsep sederhana dan kemampuan kognitif
Pada usia ini anak sangat  menikmati pengulangan cerita dan lagu, sehingga konsep sederhana bisa disampaikan melalui cerita dan lagu.
Materi:
- Mengajarkan konsep seperti penuh, kosong, jatuh, ada, tidak ada, naik, turun
- Memperkenalkan alat tulis untuk membuat garis
- Meminta anak menunjuk gambar suatu benda yang umum
- Memperkenalkan warna dasar
- Melatih untuk memilah barang berdasarkan warna dan bentuk
- Meminta mereka menyebut beberapa benda dan jenis makanan
- Merangsang mereka untuk mengenali wajah orang melalui gambar
- Mengajarkan konsep kepemilikan benda
- Memperkenalkan dan menyebutkan berbagai rasa makanan
- Membendakan ukuran benda (besar-kecil)
- Menyusun balok sesuai urutan ukuran
- Memperkenalkan sebab akibat perilaku misal: jatuh, tumpah dll
- merangkai puzzle sederhana
- Memperkenalkan angka dengan menyebutkan urutannya
- Mengenalkan bagian-bagian tubuh yang umum

6. Melatih koordinasi gerak tubuh
Memberikan stimulus pada anak agar dapat:
- Menumpuk 2 atau 3 benda
- Menaruh benda dalam wadah
- Mengguncangkan benda keluar dari wadahnya
- Melempar benda keluar dari wadahnya
- Mengeluarkan benda dari wadahnya
- Mengobrak-abrik laci, keranjang baju dan wadah lain karena ingin tahu
- Dapat duduk sendiri di kursi atau bangku ukuran anak-anak

7. Melatih motorik kasar
Materi:
Memberikan stimulasi agar balita kita dapat:
- Berdiri dan berjalan beberapa langkah tanpa bantuan
- Merangkak tempat yang lebih tinggi atau naik turun anak tangga
- Bangkit dari posisi duduk
- Naik-turun tangga menggunakan kaki yang sama dahulu
- Mengendarai mainan kendaraan sederhana
- Dapat menggelindingkan dan melempar bola tanpa kehilangan keseimbangan
- Dapat menendang bola kearah dean
- Berlari
- Berjalan mundur beberapa langkah
- Menarik dan mendorong benda yang ringan
- Berdiri dengan satu kaki selama satu atau dua detik
- Melompat di tempat yang sama

8. Melatih motorik halus
Materi:
Memberikan stimulasi agar balita kita dapat:
- Memegang benda dengan jari dan ibu jari
- Dapat mengambil benda-benda yang kecil
- Memegang gelas dengan kedua tangan
- Membuat coretan bebas
- Membuat garis
- Membalik halaman buku walau belum sempurna
- Menyobek kertas

9. Melatih pola hidup sehat dan keamanan diri
Materi:
- Melatih anak untuk terbiasa mencuci tangan, dan pada akhirnya dapat melakukan sendiri
- Melatih anak untuk selalu berada di samping orang dewasa dan memegang tangan mereka saat berada di tempat umum
- Mengingatkan mereka akan batasan perilaku demi keselamatan dan keamanan diri
- Melatih anak untuk dapat menunjukan dan mengungkapkan rasa sakit dengan lebih rinci
- Melatih anak untuk rutin menggosok gigi

10. Mengembangkan kemampuan seni
Pada usia ini anak-anak biasanya telah dapat mengenali berbagai bunyi dan nada, mengetahui suara binatang, memahami perbedaan suara orang, dapat menirukan bunyi; suara; atau irama yang teratur, dapat merespon suara atau nada dengan menggerakan tubuhnya, dapat menirukan bunyi atau nada
Materi:
- Mengenalkan konsep kebaikan dan kebiasaan baik melalui nada dan lagu
- Menggunakan irama untuk berolah raga
- Meminta anak menirukan bunyi hewan
- Menggambar dengan mencoret-coret
- Membuat karya seni dengan finger paint
- Membuat karya sederhana dengan play dough
- Membuat karya sederhana dengan balok
- bertepuk tangan degan pola irama tertentu
- Memainkan alat yang mengeluarkan bunyi

Referensi Kurikulum:
Al- Quran dan Hadist
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 137 tahun 2014 tentang Stanar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini
Slow and Steady Get Me Ready, June R Oberlander
The Good Housekeeping Book of Child Care: Inicluding Parenting Advice, Health Care & Child Development for Newborns to Preteens; From the Editors of Good Housekeeping; Hearst Book, 2004

sumber gambar www.thetraditionaltoybox.co.uk

Copas: Kurikulum 6-12 bulan

Kurikulum Sekolah Kehidupan di Setiap Tahapan Usia Dini
Disusun oleh: Kiki Barkiah

Bagian 2
Hal yang penting di pelajari di di usia 6-12 bulan

1. Memberikan pendidikan agama dan moral
Materi:
Pengenalan suasana kehidupan beragama dengan:
- memperdengarkan lantunan ayat suci Al-quran, doa, dan asma Allah
- memperlihatkan dan memperdengarkan berbagai ciptaan Allah
- memperlakukan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
- Memperlihatkan suasana kegiatan beribadah

2. Melatih perkembangan sosial dan emosi
Pada usia ini biasanya anak menempelkan kepala bila merasa nyaman dalam pelukan/gendongan atau meronta bila merasa tidak nyaman, dapat menyatakan keinginan dengan gerakan tubuh dan kata-kata sederhana serta meniru cara orang lain dalam menyatakan perasaan. Anak di usia ini sering mengalami perasaan tidak nyaman saat berpisah dengan pengasuh yang mereka kenal, biasanya ia akan menangis.
Materi:
- Memberikan perasaan aman dan nyaman melalui kasih sayang
- Membangun rasa percaya pada dunia melalui pemenuhan kebutuhan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
- Sering mengekspresikan ungkapan kasih sayang dalam bentuk pelukan, ciuman
- Merespon perasaan mereka dengan penuh kesabaran dan kelembutan
- Membiasakan bayi untuk bertemu orang lain selain pengasuh yang ia kenal

3. Melatih perkembangan bahasa  dan komunikasi
Pada tahapan usia ini anak dapat merespons nada suara orang tua, mulai menyadari bahwa kata-kata memiliki makna; mengenali nama beberapa benda, menggunakan suara dan gerakan tubuh untuk memperoleh perhatian, memancing orang di sekitarnya untuk mengekspresikan kasih sayang mereka, merespon ekspresi kasih sayang, mengoceh dengan cara seperti berbicara, membuat suara yang dapat dimengerti sebagai kata-kata, merespon perintah sederhana, menumbuhkan rasa keterikatan pada saudara, merespon bila namanya dipanggil dan mengenal beberapa kata, meniru bunyi yang didengarnya dan menciptakan satu bunyi baru, mengucapkan kata sederhana, misalnya: mama, papa, dan sebagainya, meniru mimik muka, Merespon lagu dan irama,  mulai menirukan kata yang terdiri dari dua suku kata, ia juga dapat menyatakan penolakan dengan menggeleng atau menangis, anak dapat menunjuk benda yang diinginkan
contoh latihan:
- Banyak diajak berbicara terutama mengulang kata benda dan aktifitas yang sering dilakukan
- Banyak berinteraksi dengan saudara
- Banyak memberikan ekspresi kasih sayang
- Sering menyapa dengan namanya
- Melatihnya berbicara kata-kata sederhana
- Bermain cilukba dan mimik muka
- membangun komunikasi melalui buku (bergambar besar, Berkalimat sederhana)
- Memberikan perintah sederhana
- Merespon kata-kata sederhananya dengan kalimat yang lebih utuh
- Melatihnya menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginan
- Melatihnya mengungkapkan penolakan dan persetujuan dengan kata sederhana
- Mengulang-ulang kata dan mengajak anak untuk menirukannya

4. Melatih kemandirian dan kemampuan memecahkan masalah
Pada usia ini anak sering mengambil resiko untuk memenuhi rasa ingin tahu,  merasa terpesona pada benda dan sangat ingin tahu akibat dari perbuatan mereka terhadap benda tersebut, gelisah bila terpisah dari orang tua dan khawatir bila bertemu orang asing, dapat  menenangkan dirinya sendiri dengan bantuan benda seperti empeng atau selimut, dapat minum dari gelas dan makan sendiri menggunakan peralatan makan bayi.
Materi:
- Merangsang anak untuk memecahkan masalah seperti menyingkirkan penghalang untuk mencari benda kesuakaan mereka,  mengambil dan menjatuhkan benda, menumpahkan cairan
- Mengenalkan mereka pada makanan padat sebagai tambahan ASI/susu formula
- Melatih kemandirian dalam hal makan dan minum (sediakan fasilitas kemandirian makan dan minum)
- Melatih kemandirian dalam hal bermain dan menyibukan diri sendiri tanpa dampingan

5. Mengenalkan lingkungan sekitar
Materi:
- Mangajak bayi mengamati berbagai benda yang bergerak
- Mengajak bayi mengamati kegunaan benda
- Memberikan perintah sederhana terkait lingkungan sekitar

6. Melatih koordinasi antara penglihatan dan gerak tubuh
Pada usia ini anak suka memperhatikan suatu benda untuk beberapa saat, sudah mulai memiliki kemampuan mengenali ruang dan jarak yang lebih tajam, senang mencari benda-benda tersembunyi; menyadari keberadaan benda walaupun tidak terlihat, dapat memegang benda di kedua tangan, memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
Materi:
- Merangsang anak untuk mengambil benda pada jarak tertentu
- Merangsang anak untuk mecari benda
- Memberikan benda pada kedua tangannya
- Merangsang anak untuk memindah-mindahkan benda diantara kedua tangan

7. Melatih motorik kasar
Materi: 
Berikan stimulasi agar bayi kita dapat:
- Dapat berpindah ke posisi duduk dan kembali tanpa bantuan
- Berguling-guling
- Mencoba maju dengan cara menyorongkan tubuhnya  
- Merangkak atau merayap
- Mampu berdiri sendiri tanpa bantuan
- Berjalan sambil berpegangan pada furniture
- Mampu berjalan sendiri
- Memukul-mukulkan, melempar, atau menjatuhkan benda yang dipegang
- bertepuk tangan

8 Melatih motorik halus
Materi:
Berikan stimulus agar bayi kita dapat:
- Meraih dan mencoba menggenggam benda yang besar
- Mengenggam benda kecil dengan telapak tangan
- Menggenggam benda kecil dengan ibu jari dan telunjuknya (menjumput)
- Meremas
- Memegang benda tipis seperti biskuit

9. Melatih respon terhadap rangsangan
Materi:
- Bermain sebab akibat seperti mengambil dan menjatuhkan benda, memindahkan cairan
- Merangsang anak untuk berpaling ke sumber suara
-  Merangsang anak untuk mengambil benda
- Memanggil namanya
- Memberikan benda yang dapat dibuka dan di tutup

10. Melatih pola hidup sehat dan keamanan diri
Indikator anak sehat di usia ini dapat dilihat dari besar ukuran berat dan tinggi badan serta ukuran lingkar kepala yang sesuai dengan tingkat usia dan standar yang berlaku.
Materi:
- Memenuhi kebutuhan asupan gizi melalui pemenuhan asi dan makanan pendamping asi
- Melatih ia untuk menunjuk makanan yang diinginkan
- Melakukan pengamatan apakah ia menangis atau berteriak saat ia merasa tidak aman
- Membantu membersihkan gigi dengan penuh kelembutan

Referensi Kurikulum:
Al- Quran dan Hadist
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 137 tahun 2014 tentang Stanar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini
Slow and Steady Get Me Ready, June R Oberlander
The Good Housekeeping Book of Child Care: Inicluding Parenting Advice, Health Care & Child Development for Newborns to Preteens; From the Editors of Good Housekeeping; Hearst Book, 2004

sumber gambar www.thejennyevolution.com

Copas: kurikulum 0-6 bulan

Kurikulum Sekolah Kehidupan di Setiap Tahapan Usia Dini
Disusun oleh: Kiki Barkiah

Bagian 1
Hal yang penting di pelajari di usia 0-6 Bulan

1. Memberikan pendidikan agama dan moral
Materi:
Pengenalan suasana kehidupan beragama dengan:
- memperdengarkan lantunan ayat suci Al-quran, doa, dan asma Allah
- memperlihatkan dan memperdengarkan berbagai ciptaan Allah
- memperlakukan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang

2. Melatih perkembangan sosial dan emosi
Pada usia ini anak menunjukan interaksi sosial dengan memberikan tatapan dan senyuman. Ia akan menangis untuk mengekspresikan ketidaknyamanan. Ia juga menangis bila tidak mendapatkan apa yang diinginkan atau ketika berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal. Cara bayi merespon adalah dengan memberikan gerakan tangan dan kaki.
Materi:
- Membangun interaksi secara fokus dengan penuh kelembutan
- Memberikan perasaan aman dan nyaman melalui kasih sayang
- Membangun rasa percaya pada dunia melalui pemenuhan kebutuhan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang

3. Melatih perkembangan bahasa dan komunikasi
Pada usia ini anak berkomunikasi dengan menangis, berteriak, bergumam, dan ia akan berhenti menangis setelah keinginannya terpenuhi.
Materi:
- Menghibur sehingga tersenyum dan tertawa
- Mengajak berbicara agar berceloteh

4. Memperkenalkan dengan lingkungan sekitar
Materi:
- Pengenalan wajah orang terdekat
- Pengenalan suara orang terdekat : Diajak berkomunikasi terutama saat menyusui
- Memperlihatkan benda-benda dihadapannya
- Memperdengarkan suara-suara disekitarnya
- Memperkenalkan dirinya, mengulang-ulang nama
- Meperlihatkan wajah di kaca

5. Melatih motorik kasar
Materi:
Berikan stimulasi agar bayi kita dapat:
- mengangkat kepalanya beberapa saat ditelungkupkan
- memutar kepala ke arah samping,
- mengikuti arah benda bergerak
- Kepala dan lengan bergerak bersamaan
- Bermain dengan kakinya
- Berguling
- Menjulurkan kaki saat terlentang
- duduk dengan bantuan
- kepala tegak ktika duduk dengan bantuan

6. Melatih motorik halus
Materi:
Berikan stimulus agar bayi kita dapat:
- memiliki refleks mengenggam jari ketika telapak tangannya disentuh
- memainkan jari tangan dan kaki
- memasukkan jari ke dalam mulut
- Memainkan benda dengan tangan
- Meraih benda di depannya
- Fokus pada benda bergerak dan mencoba meraihnya
- memegang benda dengan kelima jari
- Mendorong benda dengan telunjuknya
- Mencari benda dengan tangannya

7. Melatih kontrol otot mata.
Pada usia ini bayi memiliki fokus penglihatan pada satu benda. Ia memiliki perhatian terhadap gerakan. Ia sangat tertarik pada wajah. Lebih suka berinteraksi dengan orang dibanding dengan benda. Mulai dapat membedakan warna dan menunjukkan kesukan pada warna tertentu
Materi:
- Memperlihatkan gambar terutama berwarna hitam putih
- Menempatkan benda pada jarak tertentu untuk melatih fokus mata
- Menggerak-gerakan benda untuk melatih kontrol mata
- Memperkenalkan buku yang bergambar sederhana dalam ukuran yang besar dan berbahan aman untuk bayi

8. Melatih sensitifitas terhadap bunyi.
Pada usia ini bayi sangat tertarik saat mendengar orang berbicara, mulai dapat mengenali suara orang tuanya atau pengasuh yang sering berinteraksi dengannya, dapat merespon kata-kata dan gerakan yang sering digunakan, dapat membedakan suara orang berbicara dari bunyi lainnya, menoleh pada berbagai suara musik, al-quran atau bunyi-bunyian yang teratur, senang menjatuhkan benda untuk mendengar bunyinya.
Materi:
- Sering mengajak berbicara dan mengulang-ngulang kata untuk suatu rutinitas tertentu.
- Memperdengarkan bunyi yang mengandung repetisi, misal murottal Al Quran
- Memanggil dengan nama
- Memberikan benda yang menimbulkan bunyi
- Menempatkan berbagai bunyi agar bayi memalingkan kepala untuk mengikuti bunyi
- Menggerakan atau menjatuhkan benda agar menimbulkan bunyi

9. Mengembangkan sensitifitas sentuhan
Pada usia ini bayi senang meraih, mengambil, dan menggenggam benda. Meneliti benda-benda dengan cara memasukkannya ke dalam mulut.
Materi:
- Pengenalan tekstur : memberikan beragam benda yang memperkenalkan beragam teksture yang aman bagi bayi
- Menempatkan mainan yang dapat menarik perhatiannya pada jarak tertentu agar ia terlatih untuk meraih dan mengambil

10. Melatih sensitifitas terhadap cahaya
Materi:
- Melatih sensitifitas tehadap gelap dan terang
- Melatih kepekaan terhadap waktu siang dan malam

11. Melatih pola hidup sehat dan keamanan diri
Indikator anak sehat di usia ini dapat dilihat dari besar ukuran berat dan tinggi badan serta ukuran lingkar kepala yang sesuai dengan tingkat usia dan standar yang berlaku.
Materi:
- Memenuhi kebutuhan asupan gizi melalui pemenuhan asi ekslusif
- Melakukan pengamatan apakah ia merespon  saat lapar seperti menangis atau mencari puting susu.
- Melakukan pengamatan apakah ia berteriak saat mendengar suara keras

----BERSAMBUNG----

Referensi Kurikulum:
Al- Quran dan Hadist
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 137 tahun 2014 tentang Stanar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini
Slow and Steady Get Me Ready, June R Oberlander
The Good Housekeeping Book of Child Care: Including Parenting Advice, Health Care & Child Development for Newborns to Preteens; From the Editors of Good Housekeeping; Hearst Book, 2004

Copas: Kurikulum 2-3 tahun

Kurikulum Sekolah Kehidupan di Setiap Tahapan Usia Dini
Disusun oleh: Kiki Barkiah

Bagian 4
Hal yang penting dipelajari di usia 2-3

1. Memberikan pendidikan agama dan moral
Pada usia ini biasnya anak mulai lebih tertarik pada kegiatan beragama dengan menirukannya.  Anak juga suka meniru perilaku orang tua dan saudaranya.
materi:
- Membiasakan anak berada dalam suasana kegiatan beribadah
- Memberikan kesan positif bagi anak tentang kegiatan beribadah
- Melatih anak untuk bersikap baik terhadap orang yang sedang beribadah
- Mulai mengajarkan tauhid rububiyah (Allah sebagai pencipta) yaitu dengan sering menyebutkan asma Allah saat memperkenalkan ciptaan Allah
- Mempraktekan kata-kata ajaib yaitu terimakasih, maaf, tolong, permisi.
- Mencontohkan potongan kata dari doa-doa singkat, biasanya anak akan mengikuti akhiran kemudian semakin lama semakin hafal
- Memberikan keteladanan dalam bersikap
- Memperdengarkan surat pendek secara berulang
- Membangun sikap bersedia berbagi, menunggu giliran, menolong orang lain dan bekerja sama
- Mempraktekan kalimat-kalimat singkat yang bekaitan dengan ibadah seperti basmallah, hamdallah, dan salam

2. Melatih perkembangan sosial dan emosi
Materi:
- Melatih anak untuk menghargai hak orang lain seperti mengantri dan bergiliran
- Melatih anak untuk dapat berbagi, bekerja sama dan menolong orang lain
- Melatih anak untuk bermain secara kooperatif dalam kelompok
- Melatih kepedulian dalam berinteraksi dengan orang lain seperti bersalaman, menjawab salam atau pertanyaan
- Melatih anak untuk mengikuti aturan dalam permainan
- Melatih anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya

3. Melatih perkembangan bahasa dan komunikasi
Pada usia ini  anak dapat bercakap-cakap dengan cukup baik untuk dimengerti orang tua, anak memiliki sebutan untuk hampir semua benda sehari-hari, dapat menggunakan dua kata atau lebih ketika berbicara, anak apat berpartisipasi dalam permainan sederhana, anak mulai senang mendengarkan cerita bergambar, serta mulai mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kalimat tanya,
Materi:
- Melatih anak agar menggunakan kalimat sederhana untuk menyatakan keinginannya (dapat meminimalisir tantrum)
- Memperkaya perbendaharaan kalimat anak melaui percakapan, permainan dan buku
- Memberikan cerita sederhana lewat buku dan alat peraga
- Melatih anak menyebutkan nama lengkapnya
- Sering memberikan pertanyaan untuk dijawab dengan kalimat sederhana
- Melibatkan anak dalam permainan berpura-pura dengan peran yang lebih bervariasi
- Melibatkan anak alam permainan engan memberi instruksi sederhana
- Membangun interaksi yang mengandung canda tawa
- memperagakan suara dan tingkah laku
- Memberikan berbagai perintah sederhana
- Mengembangkan kalimat saat menjawab pertanyaan sederhana mereka
- Mendorong anak untuk membagikan pengalamannya pada orang lain

4. Melatih kemandirian, tanggung jawab dan pemecahan masalah
Pada usia ini  anak akan meniru cara pemecahan orang dewasa atau teman
Materi:
- Mencoba memakai dan mencopot baju sendiri
- Toilet training (anak apat mengungkapkan ketika ingin buang air kecil atau besar)
- Melibatkan anak dalam membereskan mainan
- Mendorong anak untuk terlibat menjaga kebersihan (misal membuang sampah, mengelap yang tumpah)

5. Mengajarkan konsep sederhana dan kemampuan kognitif
Pada usia ini anak sudah mulai berkonsentrasi melakukan sesuatu tanpa banyak dibantu orang tua, anak mulai memberikan nama atas karya yang dibuatnya, anak mengetahui berbagai cara pengggunaan benda karena meniru perilaku orang di sekitarnya, anak juga lebih dapat terlibat dalam pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi seperti memasangkan atau mencocokan gambar, anak menunjukkan kesadaran atas perbedaan kepemilikan
Materi:
- Memperkaya perbendaharaan konsep kebalikan seperti panas/dingin, buka/tutup, atas/bawah
- Meminta anak menunjuk gambar suatu benda yang umum
- Memperkenalkan beragam warna
- Melatih untuk memilah barang atau memasangkan
- Mengajarkan konsep meminta ijin
- merangkai puzzle sederhana
- Meminta anak menyebutkan bagian-bagian tubuh yang umum
- Mengeksplorasi sebab akibat
- Meminta anak menyebutkan bagian-bagian gambar
- Mengenalkan bentuk
- Mengenalkan pola
- Memperkenalkan angka dengan menyebutkan urutannya dan menghitung  jumlah benda
- Mengenalkan konsep ukuran panjang/pendek, tinggi/pendek
- Mengenalkan jenis kelamin
- Mengenalkan umurnya
-Mengamati dan membedakan benda di sekitarnya

6. Melatih koordinasi gerak tubuh
Memberikan stimulus pada anak agar dapat:
- Menumpuk benda lebih tinggi (6 benda atau lebih)
- Menuruni anak tangga satu demi satu dengan kaki yang sama secara perlahan
- menari mengikuti irama
- dapat melipat kertas bila dicontohkan terlebih dahulu

7. Melatih motorik kasar
Memberikan stimulus pada anak agar dapat:
- Berlari dengan baik
- Memanjat
- Membuka dan menutup pintu secara lebih hati-hati
- Melompat dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah
- Melompat ke depan dan ke belakang dengan dua kaki
- Melempar dan menagkap bola
- Mampu berdiri seimbang di atas satu kaki untuk beberapa detik
- Dapat menendang bola
- Berjalan sambil berjinjit
- Naik-turun tangga atau tempat yang lebih tinggi/rendah dengan berpegangan

8. Melatih motorik halus
Materi:
- Memberikan alat tulis untuk membuat tulisan cakar ayam
- Meremas kertas atau kain dengan menggerakkan lima jari
- Melipat kain/kertas meskipun belum rapi/lurus
- Menggunting kertas tanpa pola engan gunting khusus balita
- Melatih Koordinasi jari tangan cukup untuk memegang benda pipih seperti sikat gigi, sendok

9. Melatih kontrol diri
Pada usia ini anak mudah kecewa oleh perubahan besar dalam rutinitas sehari-hari. Anak senang bereksplorasi namun cenderung impulsif. Mereka membutuhkan batasan yang jelas untuk menghindari cedera. Anak mulai menunjukan kesukaan tertentu terhadap orang atau bena sehingga sering muncul konflik seperti rebutan mainan dengan sadara. Anak juga mulai dapat memanipulasi sikap dan memunculkan perilaku negatif untuk mencari perhatian.
Materi:
- Melatih anak untuk mengungkapkan keinginan dengan cara yang baik, jangan layani keinginannya sebelum ia menenangkan diri dan berlatih meminta dengan cara yang baik
- Memberi pengertian dengan komunikasi secara singkat, padat dan jelas jika keinginannya sedang tidak mungkin dipenuhi, lalu tawarkan solusi lain atau alihkan dengan aktifitas lain
- Sigap terhadap sikap-sikap nonverbal yang muncul karena keterbatasanya mengungkap keinginan secara verbal, lalu latih ia mengungkapkan keinginannya secara verbal
- Membantu anak mengenal perasaannya, lalu akui perasaannya saat ia sedih, kecewa atau marah, lalu latih ia untuk bersikap bijak dalam mengelola perasaannya
- Mengkondisikan lingkungan agar tidak terlalu banyak perubahan besar dengan membuat rutinitas yang teratur atau persiapkan dengan matang saat akan mengalami perubahan rutinitas
- Menangkap sebanyak-banyaknya perilaku baik dan menyenangkan lalu apresiasilah dengan ungkapan kasih sayang, agar kedepannya ia tumbuh menjadi anak yang lebih memilih mencari perhatian positif daripada negatif
- Memberi dan menyampaikan batasan dalam bereksplorasi atau mengalihkan anak pada kegiatan lain yang lebih wajar ketika belum dapat memahami batasan perilaku

10. Melatih pola hidup sehat dan keamanan diri

Materi:
a. Menciptakan lingkungan rumah yang aman dan nyaman agar tidak terlalu banyak meralang anak bereksplorasi, seperti:
     - Sediakan pagar menuju tangga
     - Pasang pengganjal pintu anti terjepit
     - Pasang cilhd lock dalam kulkas, laci dan lemari
     - Jauhkan barang berbahaya dari jangkauan
     - Pasang terminal listrik diluar jangkauan anak
     - Pasang pagar pengaman di luar atau sediakan pintu bertralis
     - Jauhkan dispenser air panas atau gunakan dispenser dengan child lock.
b. Melatih anak untuk dapat mencuci, membilas, dan mengelap ketika cuci tangan tanpa bantuan
c. melatih anak agar dapat memberitahu orang dewasa bila sakit
d. Melatih anak membiasakan diri mencuci atau mengganti alat makan bila jatuh
e. Memberikan pengertian secara singkat, padat dan jelas mengenai batsan perilaku demi kemanan diri kemudian segera mengalihkannya pada kegiatan lain yang lebih aman dan wajar
f. Melatih anak untuk rutin menggosok gigi

11. Melatih kemampuan seni

Materi:
- Memfasilitasi anak untuk membuat gambar lalu mengapresiasi hasilnya
- Mengajarkan konsep kebaikan dan kebiasaan baik melalui lagu dan memintanya bernyanyi bersama
- Melatih anak mengikuti gerakan tubuh sederhana
- melatih anak betepuk tangan  atau menghentakan kaki  mengikuti irama
- Bermain pura-pura dengan menirukan perilaku binatang
- Bermain pura-pura dengan menirukan aktivitas tertentu
- Mengapresiasi tumpukan balok yang disusun anak sebagai sebuah karya seni tertentu, lalu membahasnya untuk melatih perkembangan bahasa

Referensi Kurikulum:
Al- Quran dan Hadist
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 137 tahun 2014 tentang Stanar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini
Slow and Steady Get Me Ready, June R Oberlander
The Good Housekeeping Book of Child Care: Inicluding Parenting Advice, Health Care & Child Development for Newborns to Preteens; From the Editors of Good Housekeeping; Hearst Book, 2004

Terapi Wicara: Perlukah?

Senin, 18 Januari 2016

Kemaren, hari minggu tanggal 17 Januari 2016, anak-anak 'terpaksa' saya bawa konsultasi ke dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (Sp.Kfr). Buat apa? Buat konsul tentang perkembangan bicara anak-anak. Si nurani sih yakin anak-anak ga kenapa-kenapa. Maksudnya, ga ada ciri-ciri autisme, hiperaktif ataupun ADHD (in sya allah ... aamiin). Tapi berhubung ibu suri alias emak aye khawatir dengan cucu kembarnya yang ngomongnya tidak seperti anak lain seumuran mereka, jadilah saya menyetujui untuk bawa anak-anak konsul. Ya, konsul aja, ga ada yang salah kan. Toh buat menambah ilmu dan keyakinan juga tentang kondisi anak-anak. Daripada menyesal di akhir, mending ikhtiar lebih sejak dini, begitu kata mama. Baiklah ibu suriiiiiii...

Sesampai di lokasi, seperti biasa, anak-anak menyambut salam hangat ibu dokter dengan galaknya. Hehehe ... Ga boleh di colek, di tanya, apalagi dibecandain. Namun ketika bu dokter menyodorkan beberapa permainan, anak-anak langsung dengan innocent berlari menuju mainan dan sedikit mulai beradaptasi. Sembari bu dokter observasi tingkah laku anak-anak, beliau melontarkan beberapa pertanyaan kepada saya. Lebih kurang begini pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan: (ga urut ya, seingat saya aja)
1) apakah anak-anak memiliki rutinitas mulai dari bangun tidur sampe tidur lagi?
Jawab: ga sih dok, kondisional dan situasional aja
2) ketika mereka lagi asik main, apakah mereka mau dialihkan untuk aktivitas lain?
Jawab: mau
3) suka bergerak aktif yang berlebihan?
Jawab: ga juga sih, masih wajar
4) sudah bisa menyebutkan kata?
Jawab: udah dok, lumayan banyak tapi ga sebanyak anak seumurannya
5) sudah tau ketika dipanggil namanya?
Jawab: sudah

Kemudian pertanyaan lain terlontar secara spontan sesuai dengan eksplanasi saya tentang anak-anak dan kebiasaannya (alias saya ga i get lagi pertanyaan lainnya,, hehehe) Nah, ada satu pertanyaan yang menurut saya menjadi pertanyaan kunci terkait perlu atau tidak nya terapi wicara, yaitu:

>>> Kira-kira yang membuat bunda tidak nyaman dengan kondisi anak-anaknya apa?
Saya menjawab dengan spontan dan lugunya: ga ada sih dok, mama sih... (dan kalimat saya langsung disambung oleh ibu suri sebagai respon atas jawaban saya)
Ibu suri menjelaskan: itu lho dok, mereka belum bisa aja merangkai kata kaya anak-anak lain. Males aja kalo disuruh ngomong, diajarin ga mau. Itu gimana ya dok?
Baiklah ibu suri... monggo... sayang cucu sayang cucu.. hehehe

Cukup lama kami disana. Sekitar 60 menit. Setelah observasi anak-anak secara singkat, saya pun melihat ruangan terapinya. Anak-anak yang 'mengekor' di belakang saya langsung girang ketika melihat ada perosotan. Spontan mereka langsung main dan happy seperti tidak lagi berada ditempat asing. Saat anak-anak bermain, disaat itulah saya berkonsultasi komunikatif dengan dokter. Alhamdulillah dokternya asik, komunikatif dan sangat membantu saya memposisikan diri sebagai ibu dari anak kembar yang luar biasa cerdasnya (aamiin).

Dari hasil obrolan saya dengan dokter, saya bisa sedikit bernafas lega tapi juga muncul rasa bersalah. Lega karena alhamdulillah anak-anak tidak didiagnosa hal yang tidak diinginkan. Merasa bersalah, karena faktor penyebab anak-anak telat bicara itu adalah saya.... hoaaaaaaaa mama... oa oa ... mama hiks.

Merasa bersalah itu boleh, tapi bukankah ini bisa jadi petunjuk dari Allah atas doa saya selama ini? Karena selama ini saya selalu memohon agar Allah memberikan saya petunjuk atas perkembangan anak-anak yang selalu saja membuat saya diantara merasa patut dikhawatirkan dengan dibawa santai. Saya selalu meminta agar diberikan jalan yang tepat dalam mengatasi perkembangan anak-anak.

Berdoa pasti, tapi mencoba mencari berbagai macam referensi pun harus tetap jalan. Sehingga saya sering mengikuti sharing teman-teman di grup Twindonesia (grup kumpulan emak-emak beranak kembar). Saya juga berkonsultasi dengan mertua karena pernah membesarkan anak yang speech delay (yaitu suami saya). Mencari info dari beberapa orang teman yang pernah melewati fase anak speech delay ini.

Nah, dari sekian banyak referensi, rangkuman yang saya buat hasil dari You Tube an ini bisa dijadikan referensi karena dibahas langsung oleh pakarnya. (Untuk melihat video, link ada di bawah) Berikut rangkumannya: 

★Speech delay alias keterlambatan bicara bisa terjadi karena:
1) ada gangguan pendengaran
2) faktor bahasa >> bilingual atau orang sekitar menggunakan lebih dari 1 bahasa ibu
3) kurang stimulus

★ Beberapa ciri anak yang mengalami keterlambatan bicara:
1) tidak ada eye contact (bisa jadi ciri anak autis)
2) belum bubling di umur 1 th an (bubling sering kita bilang bahasa bayi)
3) belum memproduksi 1 kata seperti mama, papa ketika berusia satu tahun setengah
4) belum memproduksi 2 kata atau lebih ketika berusia 2 tahun
5) belum bisa meniup dengan tepat
6) masih makan bubur di usia 2 tahun

★Cara merangsang anak agar tidak mengalami keterlambatan bicara:
1) ajak bicara anak sedini mungkin
2) stimulus dengan benda2 sekitar
3) interaksi aktif dan komunikatif
4) perhatikan kekuatan rahang dengan merangsang dengan aktivitas meniup dan memberikan makanan padat ketika sudah berusia 2 tahun

Dari rangkuman singkat di atas, evaluasi saya pribadi untuk anak2:
1) kurang konsisten memberikan stimulus
2) fokus terbagi ke 2 anak

Lalu, apakah anak-anak saya perlu di terapi?
Perlu atau tidak memang diserahka ke saya. Dokter hanya bisa memberikan analisisnya, kemudian menyampaikan pandangannya tentang anak tersebut dan beberapa hal terkait prosedur terapi. Misalkan memberikan pengertian kepada orang tua bahwa selama terapi anak hanya bersama dengan terapis, orang tua harus memahami kemampuan adaptasi anak kepada orang asing dan kemudian mempercayakan anak untuk diatasi oleh terapis. Artinya, perlu kerjasama antara orang tua dengan terapis dan juga dokter spesialisnya untuk membantu mempercepat perkembangan bahasa anak.

Dan akhirnya, bismillah, saya menetapkan untuk memakai jasa terapis dalam membantu saya merangsang perkembangan bahasa anak-anak. Kenapa? Karena saya menyadari kapasitas saya sebagai ibu dari 2 orang anak kembar belum mampu mengcover kebutuhan mereka dalam eksplorasi bahasa lebih luas. Sehingga, saya berfikir bahwa bantuan ahlinya tentu akan mempermudah kerja saya dalam melatih kemampuan anak-anak bicara. Sekali dalam seminggu. Artinya ada 6 hari lainnya saya yang berperan. Oke, ga papa. :)

Payakumbuh, 18 Januari 2016

NB:
★ alhamdulillah, anak-anak saat ini sudah mampu memproduksi kata dengan metode yang saya lakukan. (Giliran disentak gini, baru deh saya fokus. Selama ini saya terlalu fokus sama abinya anak2,, hehehe). Dan taukah kamu, metode yang saya gunakan ternyata serupa dengan metode yang digunakan terapis di beberapa video yang saya tonton di You Tube. Bagi yang penasaran cara terapis menterapi anak, bisa searching di You Tube dengan keyword "terapi wicara".
★ bagi yang masih ragu apakah perlu tidak anak saya diterapi, silahkan pelajari anak dengan baik. Jika ada yang mencurigakan atau bikin hatinga tenang, silahkan konsultasikan saja perkembangan anak. Karena kita juga membutuhkan diagnosa dari ahlinya.

★ lupa link in di tulisan video You Tube nya, klik ini aja ya ...  https://youtu.be/lrh49CdxvCc

Memutus Mata Rantai Marah

Rabu, 13 Januari 2016
Dulu, jaman masih gadis, saya suka heran sendiri dengan ibu atau ayah yang sangat mudah memarahi anaknya atau memaksa anaknya dengan menarik lengan atau melakukan tindakan fisik lainnya kepada si anak. Saat itu saya bertekad akan menjadi orang tua yang tidak akan seperti orang tua yang saya saksikan itu. Tanpa mengetahui sebab kenapa orang tua itu begini begitu kepada anaknya, pokoknya saya mau menjadi orang tua yang menyenangkan bagi anak-anak saya.
Menyenangkan seperti apa? Menyenangkan karena tidak pernah marah dan berlaku kasar. Menyenangkan karena sangat mengerti apa yang diinginkan anak. Menyenangkan karena saya yakin saya adalah pribadi yang menyenangkan. (Pede abiiis!!!)
Dari kecil hingga akhirnya saya menikah dan memiliki anak, saya tidak pernah tau secara tepat apa yang menyebabkan orang tua marah dan berlaku kasar kepada anak-anaknya. Yang saya tau, perlakuan orang tua kepada anak sedikit banyaknya akan tercontoh oleh si anak ketika mereka sudah memiliki keturunan. Dan artinya, akan ada pola yang tidak pernah terputus dalam sebuah keluarga yang memiliki kebiasaan marah dan berlaku kasar kepada anak.
Secara pribadi, saya sangat tidak menginginkan mata rantai nilai-nilai negatif yang tertancap di diri saya dirasakan juga oleh anak-anak saya. Sehingga muncullah keinginan untuk memutus mata rantai tersebut. Caranya? Saat itu jawaban saya ya dengan tidak menjadi orang tua pemarah dan berlaku kasar.
Setelah menjadi orang tua, ternyata saya menemukan kesulitan dalam merealisasikan keinginan saya ini. Dalam kurun waktu 2 tahun 5 bulan menjadi seorang ibu, alam bawah sadar saya terlalu dominan mengontrol emosi diri saya. Sehingga pola marah dan berlaku kasar pun kerap kali saya lakukan kepada anak-anak.
Tidak mau hal ini terus terjadi. Dan demi mewujudkan keinginan untuk memutus mata rantai ini, saya harus sedikit menambah stok sabar dan memberi ruang pengetahuan khusus untuk otak saya belajar tentang ilmu parenting dan psikologi anak.
Kata ibu saya, memiliki anak kembar itu sama seperti memiliki 4 anak dengan jarak usia yang dekat. Tapi sejujurnya saya kurang setuju. Meski secara kasat mata mengasuh anak kembar itu seperti mengasuh 2 anak dengan jarak usia yang rapat, tapi sesungguhnya tetaplah terdapat perbedaan-perbedaan kecil yang hanya bisa dirasakan oleh ibu beranak kembar. Terutama ibu yang nakmkembar nya merupakan anak pertama.
Memang pendapat saya ini sedikit tendensius. Ada kecenderungan ingin dimengerti dan ingin diiyakan tentang apa yang saya rasakan. Namun tampaknya ada poin lebih penting dari sekedar untuk memperoleh pembenaran.
Berbeda dengan kesiapan mental untuk menikah, kesiapan mental untuk menjadi seorang ibu sering sekali luput dari perhatian para wanita. Tak jarang banyak diantara kita membayangkan kehidupan rumah tangga itu sebatas kita dan pasangan saja. Jikapun ada pikiran untuk memiliki keturunan, sangat sedikit yang benar-benar mempersiapkan diri untuk menjadi ibu jauh sebelum anak lahir (Apalagi kalo dihitung dari sebelum hamil, aduh kayanya dikiiiiiiit banget yang prepare). Terlebih bagi yang menikah tak jauh dari masa kelulusan atau bahkan yang menikah saat masih menempuh pendidikannya.
Sebenarnya apa sih yang harus dipersiapkan untuk menjadi seorang ibu? Bukankah nanti kita akan belajar secara natural berdasarkan intuisi yabg sudah diberikan Allah? Toh orang tua kita terdahulu atau bahkan banyak pasangan muda yang menikah diusia muda yang tidak  mempersiapkan diri mereka pun masih bisa menjalani perannya sebagai ibu. Bahkan mereka tergolong sukses dalam mendidik anak mereka.
Yups, betul!!! Banyak sekali contoh orang tua sukses yang tidak memiliki persiapan khusus untuk menjadi orang tua. Tapi tunggu dulu. Apa benar-benar tidak ada persiapan? Apa mungkin mereka telah mempersiapkan diri secara tidak sadar?
Kematangan mental dan kepribadian menurut saya menjadi kunci utama dalam menjalani kehidupan. Ketika seseorang telah mencapai kematangan mental yang baik dan memiliki kepribadian menawan, hal itulah yang menjadi cikal bakal persiapan merek untuk menjadi orang tua. Lalu bagaimana dengan saya, atau saya saya yang lain yang masih butuh waktu ekstra dalam mematangkan mental dan memperbaiki kepribadian???
Yuk mari belajar lagi!!!
Kematangan mental
★ Mental ketika menghadapi perbedaan pendapat, pandangan, memperoleh kritikan, mendapat cacian dan hinaan.
~~~~ ketika mental sudah matang, perbedaan akan dihargai, kritikan akan diterima, cacian dan hinaan cukup menjadi penempa diri
◇◇◇◇◇ ketika mental masih separo matang atau bahkan belum matang, maka perbedaan akan menyebabkan pertengkaran, kritikan mendatangka peperangan, dan cacian dan hinaan akan dibalas lebih menyakitkan.
Kepribadian Menawan
★ kepribadian dengan bejibun nilai positif mulai dar jiwa, fikiran, dan gelagat
~~~~ ketika pribadi menawan, yang muncuk fikiran positif ditengah terpaan dan kesempatan untuk berfikir negatif, memiliki jiwa tenang dan menyenangkan, gelagat atau bahasa tubuh santun dan menawan.
◇◇◇◇◇ ketika pribadi tak menawan, fikiran negatif menguasai, jiwa tak tentu, gelagat pun cenderung menyakitkan orang lain.
Itulah sedikit analisis kecil saya, tanoa teori, hanya berdasarkan pemikiran pribadi.
Dari analisis diatas, ketika saya hendak memutus mata rantai memarahi dan bertindak fisik kepada anak-anak, maka saya harus terus memperbaiki diri menjadi pribadi menawan dengan mental matang wajah rupawan #eh
Aplikasinya?
♥ Pelajari hal-hal terkait ilmu perkembangan anak berdasarkan tingkatan usianya
♥ Kenali karakter anak dan didiklah anak berdasarkan karakter mereka sambil terus mengembangkan karakter positif mereka dan meminimalisir karakter negatif
♥ kenali kebutuhan diri dan permasalahan diri
♥ cari solusi secepatnya atas permasalahan diri untuk menghindari pelampiasan emosi kepada anak
♥ yakinkan diri bahwa anak itu ladang amalan menuju surga
♥ tancapkan kuat-kuat visi misi keluarga di dalam diri (jika perlu, tuliskan dan tempel di dinding rumah)
♥ tambah lagi pengetahuan agama sehingga semakin banyaklah ilmu kita yang akan berefek pada semangat kita untuk terus memberikan yang terbaik untuk anak
♥ melibatkan Allah atas segala urusan akan mempermudah hati yang sempit, fikiran yang keruh, dan gerak tubuh yang keliru
Setelah semuanya dalam proses realisasi, maka fokuslah pada prosesnya. Karena hasil dari perubahan yang kita lakukan hanya akan terlihat ketika kita sudah tiada.
Oh ya, sebagai tambahan, barangkali ada yang membaca tulisan saya ini, buat para gadis dan bujang yang merindukan pernikahan, ada baiknya persiapkanlah diri dan mental untuj menjadi orang tua. Ketika siap menjadi orang tua, makan secara tidak langsung kita siap menikah. Jadi ga ada salahnya membaca buku-buku tentang rumah tangga. Jangan sekedar membaca buku tentang membina hubungan harmonis dengan pasangan aja, tapi pelajari juga tentang menjadi orang tua itu seperti apa, apa yang perlu dipersiapkan, dll.
Ini ocehan saya sebagai wujud penyesalan kenapa selalu saja sadar ketika sudah melewatinya. Tapi alhamdulillah masih dikasih sadar, kalo ga sadar-sadar?
Udah ah, makin ga nyambung, saya hanya berharap semoga PR kontrol emosi saya bisa segera teratasi dan menemukan poka terbaik dalam menghadapi dan mengontrolnya. Pokoknya No marah-marah dan No tindakan fisik!!!!
NB: Tegas boleh, Marah No!! Kalo udah marah, kontrol diri dan kejernihan berfikir pudar. Disitulah sering terjadi kesalahpahaman dengan anak. Jika tidak di stop, maka akan tercipta pola tidak sehat dalam keluarga.
Payakumbuh, 13 Januari 2016

Evaluasi Aktivitas Homeschooling

Jumat, 08 Januari 2016

Homeschooling lagi happening nih. Apa karena mungkin karena sayanya baru tau dan mendalaminya ? (belum terlalu dalam sih,, hehe).
Sejak anak-anak 1 tahun, geliat semangat para ibu memberikan aktivitas bermakna untuk anak-anaknya mulai terasa. Semakin hari semakin menjamur dan akhirnya bermunculanlah dokumentasi pribadi para praktisi homeschooling untuk berbagi ide dan inspirasi bagi ibu lainnya. Dan benar saja, saya sendiri terinspirasi dan sangat mengiyakan bahwa memberikan stimulus pada anak berupa aktivitas yang teratur dan terencana sangat baik untuk perkembangan anak. Namun... meskipun tau ini baik, butuh energi dan tekad untuk bisa mengaplikasikannya. :(

Tadinya, saya pribadi berencana memberikan aktivitas homeschooling yang intens kepada anak-anak saat mereka 2 tahun. Sehingga saya pun mencoba membaca sedikit hal-hal terkait homeschooling dan beberapa review dari para praktisinya. Sebagai orang awam, saya mencoba mengambil poin-poin penting yang sesuai dengan visi misi saya. Kemudian saya juga mencoba mengkolaborasikan ilmu dari teman-teman yang concern dengan ilmu parenting. Mikir mikir mikir ... mikir terus. Sampe anak-anak 2 tahun 5 bulan, masih aja mikiiiiiiiiiir.

Mikir apa sih? Macem-macem. Mulai dari mikirin nasib, mikirin duit, sampe mikirin hansip #eh :P

Pokoknya saya memang begini orangnya. Butuh waktu untuk beradaptasi dengan hal baru, termasuk homeschooling ini. Memang secara teori saya sudah mengenal istilah homeschooling sejak lama. Namun secara praktis, homeschooling masih sangat-sangat baru untuk saya. Seperti hal nya calon guru di universitas pendidikan, 6 semester belajar teori, calon guru harus mempraktekan teori tersebut di semester 7 yang disebut praktek lapangan. Pasti ada gempor-gempornya juga kan... :D ada adaptasi sampai akhirnya menemukan pola yang cocok dan nyaman.

Eh kok malah cerita disini ya. Padahal judulnya evaluasi. Hehehe.. ga papa ya ... mengingat ini evaluasi pertama.

Alhamdulillah, hari Kamis, 7 Januari 2016 saya dan anak-anak berhasil melaksanakan kegiatan homeschooling pertama kami. Kegiatan pertama yang sangat sederhana berhubung bahan dan alat yang terbatas. Rumitnya pikiran saya ketika memulai merancang aktivitas pertama ini sangat dramatis. Yang penasaran bisa baca disini ya ...

Oke, kita langsung aja ke aktivitas nya ya... saya nya masih baru. Jadi malu juga sebenarnya share jenis permainannya ... tapi berhubung saya menulis untuk dokumentasi pribadi (dan belum tentu ada yang baca juga sih wkwkwkwk), jadilah saya tulis detail.

Nama aktivitas: Sensory Activity with colorful rice
Alat dan bahan:
*beras secukupnya
*pewarna makanan (sesuai selera)
*mangkok plastik (saya pakai bekas mangkok sereal)
*wadah lain (saya pakai keranjang buah mini, botol plastik dan gelas aluminium)
*sendok kecil

Cara eksekusi:
*warnai beras dengan pewarna makanan
*simpan beras yang telah diwarnai ke mangkok plastik
*siapkan wadah lain dalam kondisi kosong plus sendok kecilnya
*berikan contoh bermain dengan memindahkan beras dari satu wadah ke wadah yang lain menggunakan sendok dan atau tangan langsung
*berikan contoh menuang beras dari satu wadah ke wadah lain
*kemudian biarkan anak berkreasi

Evaluasi

Menemukan ide bermain tentu saja sangat mudah mengingat banyaknya foto-foto aktivitas homeschooling dari praktisi homeschooling di media sosial yang ada. Namun, menciptakan aktivitas berdasarkan minat dan kebutuhan anak tentunya sangat menantang.
Sebagai contoh:

★Zaid >> menyukai aktivitas seperti bermain bola, berlari, melempar, menendang, memukul, dan membaca
★Ziad >> menyukai aktivitas menyusun benda, menjepit, bermain mobil-mobilan, bermain peran, meronce, dan melempar

Saya mencoba mencari kesamaan dari mereka berdua yaitu melempar. Sehingga aktivitas pertama kami waktu itu melempar bola ke spiderweb yang terbuat dari selotip yang ditempel sedemikian rupa sehingga jadi seperti jaring laba2 cukup menarik buat anak namun tidak bertahan lama.
Nah, ketika tanggal 7 dini hari. Saya mentok ide ketika harus mencari kesamaan terus. Bisa-bisa anak-anak mentok juga dalam mengembangkan kreatifitasnya. Dan jujur, menciptakan aktivitas dari kesamaan anak-anak itu sulit. Akhirnya saya coba menciptakan kreasi bermain berdasarkan "apa yang akan dikenalkan kepada anak?". Muncullah ide aktivitas sensori yang bisa merangsang indera-indera mereka. Dengan bahan yang terbatas.... taraaaaaa...jadilah aktivitas sensori dengan berasnya.

Aktivitas pertama cukup diluar dugaan. Prediksi saya meleset. Awalnya saya mengira anak-anak hanya akan betah paling lama 10 menit. Dan saya salah besar. Ternyata mereka menghabiskan 40 menit dengan beras bewarna ini!!!! (Amazing!!!). Kok bisa? Karena... saya tidak berlaku seperti biasa. Yups!!! Saya menerapkan teori dimana anak-anak adalah seorang pengeksplor yang hebat. Kebebasan akan memberikan mereka kemerdekaan berkreasi. Tanpa ketertekanan dan kesedihan. Jadilah mereka manusia bebas dihari itu. Dengan kreasi dan jenis bahagia yang mereka ciptakan sendiri.

Mulai dari menggunakan sendok yang disediakan untuk memindahkan beras, menggunakan tangan, menuang beras, mengguncang beras yang mengeluarkan bunyi krisik krisik diwadah botol, memungut beras dilantai dengan jari, menyebar beras dilantai dengan tangan kemudian menggunakan kaki, menyapu tebaran beras, dan selesai.

Hasilnya? Anak-anak tenang dan bahagia. Ketika mereka bahagia, mereka bisa lebih komunikatif. Mereka ceria dan lebih ekspresif. Saya? Tentunya target saya untuk mengontrol emosi ketika menghadapi anak-anak unik ini berjalan baik dan terbantu. Malamnya? Mereka tidur dengan bahagia.

Ini baru aktivitas pertama. Butuh konsistensi dan semoga saya konsisten. Butuh tekad dan kemauan, dan semoga saya demikian. Harapan saya, anak-anak bisa tumbuh baik dalam kondisi emosi yang baik.

Payakumbuh, 8 Januari 2016

Anak Rewel dan Bertingkah Bertemu Orang Baru?

Minggu, 03 Januari 2016

"NO!!!!"
"Lalai!!!!!!"
"Jijik"

Kira-kira 3 kata itu yang keluar dari mulut anak-anak ketika bertemu dengan orang asing/baru dikenal>>>
1) yang over attention ke mereka
2) yang langsung nyosor gemes ke mereka (atau sejenisnya)
3) dan disuruh salim ke orang tersebut

Kata yang makna nya agak tepat untuk sebuah penolakan sih yang pertama. 2 kata lagi memang tidak memiliki makna sesungguhnya. Maklum, anak-anak belum juga bisa mengungkapkan keberatannya dengan baik ketika mendapati situasi yang membuat mereka kurang nyaman.

Sebagai orang tua, tentunya saya sangat menginginkan anak-anak berkembang seperti hal nya anak-anak seusia mereka. Saya juga menginginkan anak-anak bisa bersikap manis dan mau diberikan arahan bagaimana cara bersikap ketika bertemu dengan orang asing atau yang baru mereka kenal. Saya tentunya juga tidak menginginkan anak-anak bersikap kasar dan cenderung tidak bersahabat terutama dalam kondisi dimana mereka mendapati 3 poin yang saya sampaikan diatas. Namun jika apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada? Gimana?

Bersyukurlah para orang tua yang mendapati anaknya sangat cerewet dengan segenap rasa ingin tahunya. Bersyukurlah yang memiliki anak yang bisa bersikap manis dan gampang diberi arahan ketika ini dan itu. Tapi bagi orang tua dianugrahi anak unik seperti anak-anak saya, maka bersyukur, berbangga dan bersiaplah. Hehehe... bersiap untuk sebuah treatment dan manuver jitu untuk menghadapi tekanan-tekanan sosial dengan segala judgement mereka.

Jujur, saya pribadi pernah (masih) merasakan cape hidup dibawah bayang-bayang. Baik itu bayang-bayang orang tua, tetangga, teman ataupun orang lain yang tengah dekat dengan kita. Hidup dibawah bayang-bayang dengan segenap ekspektasi mereka hanya akan membuat kita kehilangan pikiran logis kita sebagai orang tua dan manusia dewasa. Termasuk dalam menyikapi anak dengan tingkat defensiasi mereka yang tinggi terhadap orang asing.

Padahal, jika kita mau jujur, kondisi-kondisi dimana anak-anak menjadi rewel ketika bertemu dengan dengan orang yang baru mereka kenal seringnya bagian dari akibat tindakan kita manusia dewasa. Misalkan, tidak jarang saya harus menghadapi anak-anak yang tiba-tiba menangis kejang setelah dipeluk paksa, digendong atau bahkan dibawa kabur sesaat oleh salah seorang kerabat. Atau mereka terus merengek karena selalu digoda, dicubit gemes, atau dicolek-colek (emang sabun colek) oleh seorang teman. Parahnya lagi, mereka membalas tindakan orang-orang asing ini dengan memukul atau mencubit mereka sambil mengeluarkan kata ajaib mereka yang 3 tadi. Di satu sisi saya jadi ga enak, disisi lain ya salah siapa sih ya. Orang dewasanya yang ga memposisikan diri sebagai pribadi yang membuat anak-anak nyaman... >_<

Situasi ga enak ini bagi saya pribadi masih bisa ditolerir. Saya pribadi masih sangat sanggup menghadirkan beribu alasan untuk kondusifitas perkembangan anak-anak. Saya masih bisa membaca apa sih yang membuat anak-anak menolak dibeginikan dan begitukan. Namun, apakah orang-orang disekitar kita bisa memberikan pemahaman dan pengertiannya?

Selama ini, saya menghadapi situasi dimana saya harus mendapati anak saya dibilang 'keras', 'jahat', 'nakal', dan ungkapan negatif lainnya. Pernah suatu waktu, ada seorang tetangga yang tengah mengikuti senam rutin di depan rumah mertua saya bertanya,

"Yang nakal itu yang mana? Ini atau itu". Sambil menunjuk kedua anak saya secara bergantian.

Saya pun dengan tegas bilang "ga ada bu!!! Yang ada cuma yang suka becanda!!!" Grrrrrrggrrrrrrr.... geram dan kesel tingkat dewa. Tapi ya sudahlah. Toh anak nakal atau tidak itu bukan penentu kesuksesan. Nakal versi awam itu terlalu general. Sementara bagi saya, tidak ada anak nakal. Yang ada hanya anak kurang perhatian. Itu menurut saya.

Kemudian beberapa waktu belakang. Kondisi dimana saya saat ini tinggal sementara bersama orang tua saya, ada peran orang dewasa lain yang sebenarnya harus saya kondisikan ketika menghadapi anak-anak yang kurang welcome terhadap orang asing. Misal >> memberi arahan kepada oma, opa, dan yang lainnya untuk

★ hindari menyalahkan sikap anak secara langsung di depan orang asing tersebut
★ arahkan anak sesuai karakter dan kemauannya, bukan karakter dan kemauan kita
★ tidak memaksa. memaksa hanya akan membuat anak semakin menolak
★ pahamkan kepada orang asing tersebut tentang cara anak beradaptasi
★ bebaskan anak memilih cara berkenalan versi mereka
★ jika ingin mendidik anak dengan cara kita, lakukan konsisten ketika anak dalam kondisi yang baik dan nyaman
★ menjaga kenyamanan anak. Karena hal ini lebih utama dibanding kenyamanan tamu

Nah, kalo poin-poin ini semua komponen keluarga berperan, saya yakin anak-anak lambat laun akan menemukan cara mereka sendiri untuk menerima kehadiran orang baru saat situasi kondisi yang mungkin selama ini membuat mereka tidak nyaman.

Sebagai ilustrasi singkat. Misalkan saja, kita baru menempati rumah baru dilingkungan baru. Dengan orang-orang yang baru bahkan belum dikenal sama sekali. Terus tiba-tiba ada yang nyosor mencium kita, atau menggendong kita, atau bahkan mencolek-colek, apa yang kita rasakan??? Ya sudah, jawabannya sudah jelas.

Anak-anak juga memiliki sikap mereka sendiri. Kitalah orang dewasa yang harusnya bisa membantu mereka untuk bisa memunculkan sikap positif mereka dengan memberi stimulus positif juga, yaitu dengan membuat mereja nyaman.

Saya berterima kasih kepada teman atau kerabat yang sudah menempatkan diri sehingga anak-anak saya nyaman. Dan liat sendiri kan, anak-anak juga bisa bersikap manis.

Anak-anak rewel itu banyak faktornya. Udah mana mereka lagi ngantuk, laper, eh dibikin ga nyaman juga... huwooooooooo yang cape ya emaknya... :'(

Payakumbuh, 4 Januari 2016