MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Amerika Itu Islami

Selasa, 28 November 2017
Penggunaan istilah Islami Alhamdulillah sudah sangat berterima di tengah masyarakat Indonesia. Bahkan segala sesuatu yang memiliki unsur Islami menjadi sangat dicari dan digandrungi. Sebut saja perumahan Islami, cafe Islami, metode pendidikan Islami atau bank syariat (yang menawarkan sistem perbankan Islami).

Arti kata Islami sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah 'bersifat keislaman (akhlak)'. Artinya, apa-apa yang Islami berarti mengandung unsur sifat/akhlak sesuai syariat Islam.
Lalu apakah semua yang berlabel Islami terjamin keislami-an nya?
Hehehe ... untuk menjawab hal ini tentunya tidak bisa kita generalisir. Butuh pembuktian satu persatu disetiap lini yang menamai dirinya bla bla Islami itu.

Amerika Islami

Di Amerika, sudah menjadi hal yang begitu lumrah dalam jual beli dimana kepuasaan konsumen menjadi hal yang paling dijaga dan dibela (udah kaya negara aje ye #lol). Yang paling menarik adalah perihal packaging mainan anak-anak (ketahuan deh sering beli mainan :D). Mainan di bungkus sedemikian rupa dengan mengedepankan kenyamanan pembeli. Salah satu cara menjaga kenyamanan pembeli yaitu membuat pembeli yakin dengan apa yang akan dia beli. Sehingga packaging mainan pun dibuat agar mainan tersebut bisa dicoba untuk dimainkan langsung. Semisal mainan mobil-mobilan yang bisa berjalan ketika dipencet sebuah tombol, maka packagingnya biasanya si roda belakang akan dibuat terangkat ke atas yang membuat roda bisa berputar ketika dipencet tombol tertentu. Semisal lagi mainan pistol-pistolan, kita bisa mencoba langsung menarik pelatuk pistol tersebut sehingga bisa merasakan langsung apakah si pistol bekerja bagus atau tidak-worth it to buy atau tidak setelah dikomparasi harganya. 

Tidak hanya itu, disini, sistem refund ataupun return diterapkan dengan sangat ramah dan kalo kata saya sangat manusiawi dan sangat mengerti wanita #lol. Kenapa? Karena kita diberi kesempatan sampai 1 bulan (bahkan ada yang 3 bulan) untuk menimbang apakah si barang:
  • Benar-benar kita butuhkan
  • Benar-benar cocok atau pas di kita (seperti halnya baju dan sepatu)
  • Benar-benar bermanfaat
  • Benar-benar memuaskan
  • Benar-benar sesuai dengan deskripsi produk
  • Dan benar-benar lainnya.
 Sangat mengerti sekali bukan? Karena biasanya yang suka galau kalo habis belanja itu kan kaum wanita (tunjuk diri sendiri). Sehingga terkadang suka merasa 'salah pilih' sesampai si produk dibawa ke rumah. Dan penerapan refund return disini sangat-sangat mengerti wanita, karena wanita selalu ingin dimengerti ... #lol

Berdasarkan pengalaman saya ini, saya dan suami suka berdecak kagum dengan sistem jual belli disini yang menurut kami sangat menerapkan prinsip-prinsip Islam. Ya bisa dibilang sistem jual belinya Islami (kalo dipadankan dengan arti kata Islami menurut KBBI berarti --> sistem jual beli disini bersifat keislaman-akhlak Islam). Seperti:
  • Tidak ada tipu-tipu (konteksnya toko offline ya, kalo online ada sih toko jual beli online disini yang ada tipu-tipunya juga)
  • Mengedepankan kualitas barang dan memberi jaminan mutu (alias ga asal jual barang dan gimana caranya harus laku)
  • Mengakui kekurangan produk jualan yang tak luput dari kekeliruan dalam pemeriksaan kualitas (suka ada kan kadang barang-barang cacat yang luput dari sistem double checking mereka)-manusiawi bukan?
  • Deskripsi produk sesuai dengan aslinya. Tidak dibuat-buat dan bisa kita cek langsung sendiri.
  • Menampilkan testimoni real dari konsumen terdahulu sebagai bahan pertimbangan untuk konsumen baru (disini semua toko kayanya udah punya online nya juga. Jadi bisa dicek di web nya mereka untuk testimoni)
  • Boleh dicoba (tak hanya sekedar baju atau sepatu, bahkan mainan dan juga kosmetik atau sabun suka ada tester nya)
  • Beberapa yang menjual makanan ada testernya juga (konsumen PG- alias Pengejar Gratisan doyan nih kalo ada beginian #lol)
Artinya, ada unsur keterbukaan sebagai wujud dari nilai kejujuran dimana Islam sangat mengedepankan hal ini. Dan kita ketahui Rasul Sholallahu'alaihiwassalam dikenal sebagai pedagang yang amanah karena kejujuran beliau. 

Hmmm ... Islami ya Amerika ... hehehehe

Saya yakin sistem seperti ini tentunya sudah ada yang menerapkan di Indonesia, bedanya mungkin di Amerika standar seperti yang saya sampaikan diatas sudah common sense

Kegelisahan Saya
Beranjak pada kegelisahan saya (meski saya tau kegelisahan saya hanyalah remah-remah rengginang yang tak dilirik kecuali oleh anak-anak yang doyan rengginang #analoginyajakasembungyak), dimana maraknya penggunaan kata Islami di Indonesia sudah mengarah pada sebuah tujuan tertentu diluar tujuan yang sesungguhnya.

Sebelumnya, saya sangat menyadari bahwa kegelisahan saya ini tentunya tidak bisa digeneralisir. Perlu pembuktian seperti yang saya sampaikan di atas. Namun saya disini mencoba mengungkapkan bahwa sepertinya Pop Culture atau budaya Pop yang menjamur di Indonesia secara tidak sadar menggiring masyarakat kita kemudian latah menjadikan 'Islami' sebagai trend marketing populer. Buruk? Tentunya tidak. Namun akan menjadi buruk jika penggunaan kata Islami disini diterapkan tanpa diimbangi dengan penerapan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya.

Hmmm, kebayang ga sih andaikan ada sebuah perusahaan yang melabeli produknya sebagai produk Islami tapi ternyata bahan pembuatnya dan proses pembuatannya tidak sesuai hukum syariat? Berabe kan? 
Atau misal sebuah kafe yang nge-branding diri sebagai kafe Islami tapi ternyata memfasilitasi muda-mudi berpacaran yang bisa saja nanti pacaran tersebut disebut-sebut sebagai pacaran yang Islami karena si kafe disetting dengan sebuha hijab sebagai pembatas perempuan dan laki-laki. Waduh waduh ... bisa-bisa semua nilai dan ajaran Islam menjadi bias dan salah kaprah atau jadi dicari celah untuk menghalalkan apa-apa yang sebenarnya sudah jelas keharamannya. Heu bahasannya beurat euy.

Disinilah letak kegelisahan saya euy ... Bukannya saya tidak senang bahwa Islam sekarang sudah begitu berkembang dan menyebar luas dikalangan masyarakat Indonesia dan bahkan dunia seperti tengah popularnya Halal Food di Amerika. Saya hanya khawatir bahwa penggunaan kata Islami mengalami perubahan makna dari yang tadinya bersifat keislaman tergantikan menjadi berlabel keislaman. Artinya apa-apa yang mengandung unsur sifat-sifat dalam Islam tak lagi menjadi faktor utama yang dipertimbangkan melainkan penggunaan kata Islami hanya sebagai sebuah label untuk membidik pangsa pasar yang saat ini cukup besar, yaitu umat Islam. 

Gelisah ga? Kalo saya sih iya hiks ...

Berdasarkan kegelisahan tersebut, saya mencoba membagikan sedikit tips agar kita tidak terjatuh kedalam budaya pop yang latah dan kalo kata orang sunda Tuturut munding. Hehehe.
  1. Jika memang memiliki keinginan kuat untuk hidup secara Islami, maka pilihlah tempat belajar Islam untuk menyokong kebutuhan spiritual kita. Banyak kan sekarang ustadz-ustadz keren yang bisa bantu kita dalam belajar Islam sehingga ga gampang ikut-ikutan tren karena kita memiliki prinsip diri dalam hidup #tsah!
  2. Jika menemukan sebuah produk barang ataupun jasa yang men-sounding-kan dirinya sebagai sesuatu yang Islami, tetaplah pelajari terlebih dahulu. Bukankah belajar itu menambah pengetahuan dan keluasan berfikir? Hehehe, jika masih 'malas' paling tidak bertanya ke guru agama alias ustadz bisa jadi alternatif kamu dalam menentukan pilihan terhadap sebuah barangn atau jasa. Semisal konsultasi tentang perumahan syariat. 
  3. Belajarlah Islam secara kaffah dan sesuai tahapannya. Misal belajar adab dalam Islam dulu baru belajar perihal keimanan. Dan lagi-lagi jika kamu ingin belajar Islam secara kaffa agar terhindar dari sifat ikut-ikutan, kamu bisa minta pendapat guru agama kamu darimana kamu harus mulai belajar.
  4. Belajar
  5. Belajar lagi
  6. Belajar terus
Artinya, jika mau hidup Islami, bukan dengan mengikuti atau menggunakan apa-apa yang berlabel Islami saja melainkan lebih pada esensi dari kata Islami itu sendiri. Jadi jangan sampe misal makan di kafe A biar Islami, padahal makan nya buat pacaran. Atau pakai produk hijab Z biar Islami, padahal penggunaan hijabnya ga sesuai hukum syariat (semisal kerudung gaul)

So, 

"hidup Islami itu hidup dengan akhlak Islam, bukan hidup dengan label Islam."


Columbus, 29 November 2017

About this blog

Senin, 27 November 2017
Assalamu'alaikum

Perkenalkan, saya Merisa. Lengkapnya Merisa Putri. Biasanya saya dipanggil Putri. Tapi sejak di Amerika, nama Merisa lebih melekat karena lebih mudah diucapkan oleh orang sini. Hehehe. Satu hal, panggil saya Merisa! Bukan Mer! Hihihihi.

Halaman 'About This Blog' ini saya buat biar teman-teman yang berkunjung ke blog saya merasa lebih dekat dan lebih kenal dengan saya sebagai si pembuat tulisan-tulisan yang ada di blog ini.

Ok! Tentang Blog ini!

Putrihasma alias Merisa
Blog ini dibuat tahun 2015, merupakan blog ketiga saya namun blog pertama bagi saya yang saya garap cukup serius. Serius dalam artian benar-benar terisi dengan tulisan-tulisan baik penting ataupun tidak penting setiap bulannya. Awal mulanya blog ini benar-benar berisi tentang curhatan saya pribadi baik terkait anak ataupun beberapa kejadian dalam hidup saya. Namun dipiki -pikir kok ya sayang kalo isinya cuma curhatan. Akhirnya, secara perlahan dengan tetap mempertahankan gaya bahasa versi curhatan sehari-hari saya mencoba berbagi informasi lewat blog ini, salah satunya informasi terkait pengalaman saya dalam mengatasi Innerchild bermasalah (Wounded Innerchild) dalam diri saya.

Selain suami yang menjadi pendukung utama dalam tetap eksisnya blog ini, Blogger Muslimah yang saya dapatkan informasinya dari Tetty Tanoyo merupakan komunitas pertama yang sangat banyak memberikan motivasi secara tidak langsung kepada saya untuk terus dan tetap menulis dan berbagi lewat tulisan. Belajar lagi belajar terus. Hingga saat ini. Terimakasih ya ... (Sssst, tetty tanoyo itu bisa dibilang guru saya dalam dunia blogging, tapi doi ga tau karena ga saya kasih tau. Banyaaaaaaak banget tulisan-tulisannya yang saya pelajari buat terus 'me-maintanance' blog ini. Dari doi juga saya kenal istilah niche, disclosure, SEO, dan beberapa istilah perbloggingan lainnya. Semoga Tetty baca ini hehehehe).

Ke depannya, saya berharap blog ini bisa lebih bermanfaat dan menghasilkan. Bermanfaat bagi setiap yang membacanya dan menghasilkan bagi saya yang menulisnya. To be honest! Siapa yang ga mau berpenghasilan lewat blog. Tapi ... semua kan berproses. Anggap saja dengan dibuatnya halaman  ini (yang mana saya belum berani menjuduli sebagai halaman Disclosure) menjadi awalan buat saya agar benar-benar menulis seputar Life, Passion, Opinion dan Imagination seperti yang tertera di bagian atas blog sebagai menu utama dari blog ini.

Pembagian Kategori di Menu Utama

Life, cakupan yang cukup luas tentunya. Jadi apapun yang terkait dengan kehidupan baik itu pengalaman ataupun perjalanan, maka akan ada di kategori Life ini.

Passion, entahlah ini akan menjadi passion atau tidak. Yang pasti saat ini saya tengah menyenangi dunia blogging, cooking, doodling dan photography. Dan saya akan sangat senang untuk berbagi terkait 4 hal ini.

Opinion, sebagai pelepas kegundahan hati dan pikiran tentang fenomena yang tertangkap mata. Berharap dengan segmen opinion ini saya bisa menyampaikan pandangan saya secara bertanggungjawab. Dan syukur-syukur jika pandangan ini bisa berimplikasi pada pandangan para pembaca. Ya sejenis mencoba meluruskan yang bengkok. Jika yang bengkok itu ada pada pemikiran saya, saya akan sangat berterimakasih sekali jika ada yang meluruskan dengan cara yang baik tentunya.

Imagination, segmen untuk melatih kepekaan daya imajinasi saya dalam mencipta frasa. Baik berupa prosa, puisi, cerpen atau bisa jadi novel. Ciileeee ... Aamiin (aminin ya...)

Yah, begitulah sedikit cuplikan tentang blog ini. Semoga semua harapan yang baik terhadap blog ini terkabul. Namun, yang paling penting dari semua itu adalah semoga blog ini bisa menjadi catatan amal jariyah buat saya yang masih fakir amalan ini. Aamiin.

Salam, 

Merisa Putri



6 Hal Random Tentang si Kembar ZaZi

Kamis, 23 November 2017

Tadi sebelum tidur, eh lebih tepatnya mengkondisikan anak-anak untuk tidur, saya mendadak haru dan melow sambil tetap mengusap-ngusap wajah sebagai ceremonial skincare-an #eaaaaapamer. Haru kenapa? Karena tak terasa ternyatah (kerasa sih sebenernya) anak-anak udah besaaaaaar. Sudah 4 tahun! Dan yang bikin haru itu, udah minimal rewel dan berantemnya pluuuuus bisa main berdua asik dan akur bin kompak.

Jadi saat saya masih sikat gigi dan bersihin wajah dkk, anak-anak asiiiiik banget main gugulingan sambil bales-balesan gelitikan. Sesekali mereka ngobrol tentang cerita di buku atau apapun yang muncul di pikiran mereka 😂😂😂.

Disaat melihat hal menakjubkan inilah saya tetiba teringat bagaimana jaman dahulu kala, tatkala mereka masih sangat kecil tapi bukan lagi bayi (sekitar usia 1-3 tahun), entah berapa air mata dan emosi yang terkuras. Banyak faktor. Salah satunya ya faktor khas anak-anak yang sungguh sangat menguji kesabaran manusia dewasa. Keterbatasan saya pun mereka membuat kami akhirnya sama-sama terjebak dalam ketidakmengertian. Apakah saya yang tidak mengerti dengan bahasa tubuh mereka atau mereka yang tidak mengerti bahasa tubuh saya. Sehingga tak jarang kami sama-sama menangis.

Sebagai seorang ibu muda yang dititipi 2 jagoan dalam 1 masa (halah bahasa nya ribet amat yak... maksudnya dititipin anak kembar), saya mengakui bahwa keterbatasan ilmu efek dari kurangnya persiapan dalam menjadi seorang ibu lah yang membuat saya jatuh bangun dalam memaknai hidup bersama amanah baru ini. Terkadang kalo ingat, kesabaran saya bisa meningkat beribu kali lipat dan diiringi rasa syukur. Namun dikala lupa, emosi saya yang meningkat beribu kali lipat dan tak jarang pula jadi merutuki takdir. #astaghfirullah


Tapi sekarang bukan lagi waktunya membahas perih di masa lalu. Karena masa depan telah menunggu untuk dipersiapkan lebih matang karena memang masa depan lebih menantang. Perkembangan baik nan membahagiakan yang sekarang tengah terpampang hanyalah sebuah hadiah dari Allah untuk bisa sekedar menarik nafas panjang untuk melangkah kehadapan.


Ada tantangan baru dari sekedar mengatasi anak kembar rewel atau berantem. Tantangan anak usia sekolah, dimana skup sosial mereka meluas. Faktor yang mempengaruhi karakter diri mereka pun bertambah. Entah apa yang akan saya lakukan dikemudian hari, yang pasti saya berharap kenyamanan anak-anak serta kepercayaan mereka terhadap saya dan suami menjadi modal utama agar anak-anak tumbuh pada jalur fitrahnya.

Huft, mendadak serius kan ya saya kalo udah ngebahas perihal anak. Dulu memang blog ini selalu berbicara soal anak-anak. Sekarang atau sekitar beberapa bulan yang lalu saya mulai memvariasikan bahasan sesuai mood. (jadi blog ini entah apa niche nya... brand barunya mainstream sih yaitu "Mom Blogger" #eitdah). Nah dulu tu, apapun yang menjadi kegelisahan atau pikiran saya, saya tuliskan disini. Sebagai cara saya mengatasi emosi negatif didiri dan juga berharap bisa sedikit berbagi pengalaman dalam mendidik anak kembar yang saya rasa agak sedikit unik dibanding ngedidik anak dengan jumlah yang nyicil hehehe

Sebagai apdetan catatan perkembangan si kembar, saya mau nge-list ah hal-hal random terkait si kembar.


Mereka udah bisa diajak diskusi
Jadi anak-anak saya itu sempet speech delay. Mereka baru mulai ngomong rada jelas itu usia 2 tahun setengah. Itupun dengan kosakata yang sangaaaaaaat ketinggalan dari anak seusia mereka. Nah sekarang, alhamdulillah doa saya diijabah. Saya bisa diskusi dan cerita sama anak-anak. Meski konektivitasnya versi anak-anak, tapi saya seneng. Lucu bin gemesin.


Mereka sudah memiliki memori jangka panjang
Dulu boro-boro nginget momen atau nama seseorang yang baru mereka kenal. Nama mereka aja mereka belum tau Zaid dan Ziad. Taunya Babang dan Dedek. Dan alhamdulillah sekarang mereka sudah mengingat apa-apa yang terjadi dalam hidup mereka (baik yang menyenangkan ataupun tidak) di setahun terakhir. Plus mereka sudah bisa mengingat nama orang-orang yang baru mereka kenal seperti teman saya atau Abinya mereka.


Delay Gratification membantu mereka paham kondisi orang tua
Dari jaman mereka mulai bisa minta sesuatu (mereka pertama kali bisa minta jajan itu ya jajan eskrim 😁), mereka udah diajarin buat nahan keinginan. Jadi kalo minta ga langsung dikasih. Sampe pernah waktu itu Ziad nangkring depan peti eskrim di Alfamart deket rumah meski saya dan suami plus babangnya sudah keluar dari minimarket itu. Sampe-sampe si mba-mba nya keliatan bingung karena ada anak kecil tapi ga ada emak bapaknya 😂😂😂. Dan sekarang alhamdulillah mereka kalo mau minta beli sesuatu nanya dulu "ini mahal mi?" atau "ini boleh dibeli mi?".


Memiliki keinginan kuat untuk menjadi orang dewasa yang berbadan besar kaya umi dan abi 😅
Terutama Zaid, sampe-sampe sekarang saya membatasi porsi makannya karena khawatir nih anak jadi overweight hiks. Kalo Ziad masih sadar kapasitas perutnya berapa. Ga berlebihan kaya Zaid.  Disatu sisi bagus tapi disisi lain mengkhawatirkan. Akhirnya dikasih sugesti baru. Bukan lagi "makan banyak biar cepat besar", tapi "baca buku banyak biar cepat besar dan pintar" 😂


Ziad sekarang berkacamata karena silindris. Sedangkan Zaid berkacamata karena gaya-gayaan 😁
Ziad di diagnosa kena silindris dari sejak tahun 2016 akhir. Tapi berhubung jadwal periksanya baru kebagian 10 bulan dari janjian dibuat, maka Ziad baru berkacamatanya sekarang. Sedangkan Zaid kacamatanya ikut-ikutan aja ...hahaha.. Alhamdulillah Zaid matanya sehat. Penyebab mata Ziad silindris? Bisa jadi karena faktor keturunan yang ditambah dengan habits jelek ketika baca buku dan nonton TV. Entahlah ✌✌✌



Zaid sangat sadar kalo bahasa inggrisnya jelek. Sedangkan Ziad kagak mikirin itu 😁
Meski kembar lagi-lagi saya harus mengatakan bahwa mereka adalah 2 manusia dengan karakter berbeda. Salah satunya terlihat dalam cara mereka memaknai bahasa sebagai alat komunikasi. Zaid sangat menyadari bahwa bahasa dia di rumah dan di sekolah itu berbeda. Dan itu menyebabkan dia lebih banyak mikir sebelum mengungkapkan sesuatu dan ada beban takut salah atau tidak dimengerti. Sedangkan Ziad kebalikannya. Bahasa baginya sebagai alat untuk bisa berteman. Sehingga bagaimanapun, Ziad akan lebih enjoy dalam berucap kata dengan teman-temannya. Alhamdulillah perbedaan ini membuat mereka saling melengkapi. Dan bagian bahasa, Ziad melengkapi Zaid. 😊


Segitu dulu deh hal random tentang Zaid Ziad yang sebenarnya masih sangaaaaaat banyak. Tapi yang layak tayang 6 poin ini dulu aja. Khawatir ntar emaknya ujub bin ria ... karena emaknya memang masih PR besar soalan 'Bab Niat' dalam pengasuhan anak. Semoga ada hikmah yang bisa diambil dari tulisan random ini ya ...☺ dan semoga diberi keikhlasan hati dalam menjaga amanah ilahi. Aamiin.

Columbus, 22 November 2017

Inner Child dengan Doodle Art

Minggu, 19 November 2017
Follow my blog with Bloglovin

Jujur sejujur jujurnya, saya baru tau istilah doodle pada bulan Oktober tahun 2017. Plis jangan ketawain. Ok. Thanks!

Ayo, ngaku! Kamu! Iya kamu! Kamu yang lagi baca, tau doodle sejak jaman kapan hayooo? Hihihihi

Kapan pun itu, sekarang kita bahas sedikit ya terkait doodle. Doodle itu secara harfiah memiliki arti yang tidak terlalu positif. Pada awal abad ke 17 (kalo ga salah ye), doodle itu artinya bodoh. Kemudian abad 18 doodle sebagai arti kerja yang diartikan juga sebagai coretan yang menipu, coretan yang dibuat saat melamun, atau coretan yang dibuat untuk menghabiskan waktu dengan rasa malas.

Doodle saya versi modifikasi alias tiruan dari sana sini

Tapi apa benar doodle itu negatif seperti arti katanya secara harfiah?

Ada yang ingat ga saat jaman sekolah dulu (ketahuan deh udah ga anak sekolahan :D ), kita sering orat oret di meja sekolah atau di buku saat guru sedang menerangkan pelajaran kan? (Kalo ga ingat, berarti cuma saya yang kaya gini hahahaha. Eh ga denk, saya dan teman-teman sekelas sih kala itu #adatemen). Nah, aktivitas corat coret yang kita lakukan tersebut itulah doodle.

Kemudian saya juga jadi teringat tentang pelajaran sejarah terkait doodle. Coba ingat-ingat penemuan sejarah jaman purba, salah satunya berupa coretan di gua kan ya? Dari penemuan tersebut bisa kita lihat bahwa kebiasaan manusia dari jaman purbakala itu ya melakukan corat coret. Corat coret dilakukan dimana biasanya kondisi diri seseorang tersebut tengah dirundung rasa malas untuk melakukan rutinitas tapi tetap berfikir tentang apa terkait dirinya dan sekitarnya. Bahasa sekarangnya kayanya sejenis galau kali ya hahaha. Kaya halnya jaman purba, coretannya ga jauh-jauh dari senjata berburu dan perburuan atau gambar kelompok koloni mereka. Alias gambar yang dihasilkan sebagai output dari input visual si manusia. Hmmm

source: www.doodleartsmagazine.com

Saya jadi sedikit mengkaitkan aktivitas doodle art ini ke psikologi manusia. Saya kurang tau apakah sudah ada penelitian terkait doodle dan psikologi sih(pas di googling sih ada, tapi saya belum baca hahaha), tapi saya meyakini bahwa sesungguhnya manusia memilliki kemampuan untuk memvisualkan pikirannya sebagai salah satu cara mengurangi beban, apakah itu beban pikiran ataupun perasaan, sejenis stress release. 

Coba kita lihat doodle  versi manusia mini alias anak-anak. 


Aktivitas paling membahagiakan tatkala kita anak-anak menurut saya (dan setelah memiliki anakpun saya makin yakin) adalah salah satunya menggambar. Seperti contohnya anak-anak saya. Meski gambar yang mereka hasilkan tidaklah terbaca tepat secara visual saya orang dewasa, tapi dalam visual anak-anak saya gambar tersebut bercerita tentang visualisasi pikiran mereka yang tentunya sangat imajinatif (karena anak-anak sosok paling keren dalam mengimajinasikan sesuatu  menurut saya). Dampak positif dari aktivitas menggambar (sebagai visualisasi pikiran anak yang mereka hasilkan) yang bisa saya liat adalah, kebahagiaan. Seperti ada energi yang tersalurkan. Entahlah apa itu istilahnya dalam psikologi atau keilmuan terkait. Seolah mereka tengah menyalurkan rasa yang dipendam, baik itu rasa positif ataupun negatif.

ini gambar Octopot and Kitchen
for cooking kata Ziad

Anak-anak tentunya belum memililki beban pikiran yang bisa menyebabkan stress (menurut kita manusia dewasa), tapi anak-anak sudah memiliki beban perasaan (menurut saya). Nah kan, saya jadi inget lagi sesuatu ...

Dulu tahun 2012, saya pernah berkesempatan mengikuti aktivitas mendongeng salah seorang teman di sekolah keren di daerah Cimenyan, Kab. Bandung. Di sela aktivitas mendongeng tersebut, teman saya yang akrab di sapa Kak Idzma ini meminta anak-anak yang mengikuti dongeng sebelumnya untuk menggambar apapun yang ingin mereka gambar. Dari gambar tersebut Kak Idzma mencoba membaca sisi terdalam dari anak-anak perserta dongeng tersebut. Duh saya lupa apa istilahnya. Menariknya, benar saja, bahwa gambar spontan anak-anak saat itu benar-benar menggambarkan kondisi perasaan dan apa yang sedang ada dalam pikiran mereka setelah anak tersebut diminta untuk menjelaskan apa yang mereka gambar. (Jadi jika anak-anak dianggap tidak memiliki beban pikiran, kita harus pikir ulang deh ya. Anak-anak kan banyak juga latar belakang 'sejarahnya') - saya cukup sering membaca kondisi perasaan anak-anak lewat gambar yang mereka buat.

orangnya lagi sad kata Zaid.
(Zaid saya paksa ngegambar orang, saya menduga yang sedih itu dia)

Doodle saya versi bebas
Balik lagi ke doodle, dari beberapa hal di atas, saya mencoba melihat bahwa doodle bisa dijadikan salah satu cara untuk mengurangi ketegangan pikiran alias stress release dengan cara membebaskan diri kita untuk menggambar apapun yang ingin kita gambar. Tak peduli gambar itu jelek atau bagus, esensinya balik lagi pada doodle itu sendiri. Doodle sebagai coretan cakar ayam. Dan kemudian lihatlah hasilnya, akan menjadi karya seni paling fenomenal at least bagi diri kita sendiri. Hahahaha ... Dan saya pun ingin mencoba nya. (Mencoba versi bebas, bukan versi tiruan hihihihi)

Lalu apa hubungannya Inner child dengan DoodleArt?


Lagi-lagi ini hanyalah lintasan pikiran. Dimana saya, mencoba dan memang doyan mengkaitkan rasa yang muncul dalam diri saya sebagai salah satu respon psikis dari diri saya. Hehehe, mulai deh belibet.

Bagi yang sudah baca tulisan saya terkait Inner child, Barangkali bisa merasakan apa yang saya rasakan dan pikirkan. 
Coba lagi-lagi kita mengingat masa kanak-kanak kita. Kalo disuruh menggambar, kita bakal gambar apa? Jujur saja, saya selalu menggambar dua gunung dengan matahari di tengah plus jalan panjang meliuk kebawah dilengkapi pemandangan sawah nan luas. Bagi saya, gambar ini akan membantu saya mendapatkan ponten 8+. Sebagai pribadi yang memiliki kemampuan menggambar 'not too bad', saya mencoba mengasah gambar pemandangan saya tersebut. Perlahan muncul tambahan gambar berupa burung, awan, dan terakhir rumah ditengah sawah. Pernah mencoba gambar lain, saya langsung dapet ponten 6, hahahaha #lol

Mindset seperti ini saya akui salah satu dampak dari kebiasaan dictation guru dan orang tua. Dimana mindset mainstream diatur sedemikian rupa yang ternyata merampas kebebasan berekspresi yang sesungguhnya. Fenomena psikologi memang tak akan pernah selesai, dan saya hanya mencoba mengambil hikmah dari masa kanak-kanak yang saya lewati agar apa-apa yang kurang baik tidak terulang.

Lalu dimana letak kekeliruannya selain dari kebebasan dalam visualisasi mengekspresikan pikiran dan perasaan lewat gambar?

Menurut saya, kekeliruannya ada pada tujuan menggambarnya. Untuk apa ada aktivitas menggambar di sekolah? Yang saya tau untuk belajar menggambar. Untuk apa belajar menggambar? Jujur saya ga tau. Hahahaha. Tapi sekarang, jika hal ini saya pertanyakan pada diri saya sendiri terkait parenting, maka menggambar adalah salah satu aktivitas natural manusia. Bisa dikatakan naturilistik nya manusia. Makanya juga kan milestone nya anak-anak salah satunya dilihat dari coretan yang dihasilkan anak untuk melihat perkembangan Thinking Skills / Cognitive development anak.

Thinking skills disini bisa jadi salah satunya kemampuan anak dalam melihat sekitar dan mengolah rasa yang muncul. Jika ada rasa atau emosi yang tak terselesaikan di masa kecil, maka tentunya akan menjadi innerchild yang tak terselesaikan (jangan lupa baca self healing inner child terkait bahasan inner child ya ... ). Nah, saya meyakini, tatkala kecil, sebenarnya kita memiliki kemampuan dan keinginan dalam menyelesaikan emosi kita yang bermasalah tadi, yaitu lewat doodle. Saya inget banget gimana saya suka corat coret entahlah apa dan makin gede jadi seneng corat coret diary dan itupun karena udah tau kalo curhat yang aman ya lewat diary jika saya sedang dalam kegundahan. Untuk konteks anak-anak yang belum memiliki kemampuan menulis, mencorat coret tampaknya menjadi aktivitas yang bisa membantu menuangkan emosi tak terselesaikan tadi (ini hanya pemikiran saya saja ya). Sayangnya, jaman dulu kala belum ada atau belum usum membaca perasaan anak lewat gambar atau apalah terkait rilis emosi seperti halnya jaman sekarang. Jadi wajar saja tatkala emosi tertahan dan tak terselesaikan dan mengendap lalu muncul perlahan saat dewasa, maka manusia dewasa yang sudah terbiasa tak berekspresi lewat doodle akan mengalami kesulitan melepas emosi dan tekanan lewat doodle. Yang ada malah tertarik dengan keindahan hasil doodle orang yang ciamik dan cantik (ini saya sih hahahaha).

Jadi, dibalik makna harfiah yang kurang bagus, doodle atau doodle art memiliki tujuan positif buat psikologi manusia (lagi-lagi menurut saya). Kenapa? Karena dengan nge-doodle terjalin banyak koordinasi disana dimana rasa dan asa diasah bersama pikiran dan perasaan berupa coretan jujur pengungkap rasa dalam jiwa. 

OKe, segitu dulu deh terkait inner child dan doodle art nya. Yang mana kesimpulannya, doodle bukanlah seni dengan teknik menggambar tertentu, karena doodle dikategorikan sebagai freehand art dimana apapun berupa coretan adalah doodle. Baik itu coretan berupa tulisan, gambar benda, pola, apapun yang bersifat torehan tinta. Hehehehe.

Selamat ngedoodle dan kenali doodle dirimu dengan bebaskan jemari untuk menyambungkan titik  titik menjadi sebuah coretan. Yang tertarik mengenal lebih dalam terkait doodle, join aja di grup emak doodle di Instagram atau bisa pelajari sendiri bareng kakek Google :D

Columbus, 19 November 2017

Ameliorasi Kawan!

Minggu, 12 November 2017

Dulu jaman kecil (iya saya pernah kecil, lucu dan imut 😆), saya pernah minder berkawan. Entah kenapa. Bisa jadi karena saya sering jadi 'anak bawang' dalam pergaulan sosial terutama kalo gabung dengan teman kakak-kakak saya. Nasib ya anak ketiga dengan gender sama, perempuan semua 😁. Jadi ya begitu, karena saya masih sangat kecil, jadi dianggap ga asik dan ga nyambung kalo main sama mereka, orang-orang yang kala itu berbadan lebih besar dari saya. Percaya atau tidak, saya masih jadi 'anak bawang' sampai SMP kelas 2 kalo ga salah.

Bukan manusia kalo ga ada daya bertahan hidup kan ya 🙂. Alhamdulillah perlahan saya akhirnya menemukan lingkungan pergaulan saya sendiri tanpa perlu lagi menjadi 'anak bawang'. Saya bisa bersosial dengan karakteristik saya sendiri.Tanpa ada lagi rasa takut disisihkan ataupun takut tak dianggap. Ga enak kan ya kalo kita lagi main tapi keberadaan kita dianggap 'ghaib' alias dianggap ga ada. Kesepian ditengah keramaian, Loneliness coiiii...yang saya rasakan ... sedih amat yak 😥

Seiring berjalannya waktu dimana diri semakin menua dan badan tak lagi jadi ukuran pergaulan sosial seseorang. Lingkar perkawanan saya pun semakin meluas. Bahkan sekarang saya bisa berteman dengan siapa saja, termasuk dengan teman-teman kakak-kakak saya. Nah, hal menarik bukan fenomena sosial ini ... 🤔🤔🤔 (sok sok menarik yak)

Bisa dikatakan definisi kawan mengalami ameliorasi alias perluasan makna dalam hidup saya😅 (bisa jadi hidup kamu juga ... kamu! Iya kamu 😍). Kawanmu tak lagi yang seusia dengan dirimu. Tapi kawan, siapapun yang menurutmu bisa dijadikan kawan. Bisa saja karena persamaan usia, almamater, hobi, pekerjaan, ataupun karena kesamaan lokasi domisili. Ditambah ditengah kemajuan teknologi dimana media sosial menjadi salah satu sumber perkawanan tercipta, maka ada juga namanya teman maya alias teman di dunia maya. Dimana kita sudah saling senda gurau canda tawa di media sosial yang kita punya meski belum pernah bertatap muka dan bertilik mata sama sekali secara langsung 😂. Dan pertemanan dunia maya ini bisa terjalin karena sebuah persamaan juga. Persamaan gender, hobi, atau nasib 😂😂

Menarik 🤔 (menarik bukan? Harus menarik😭)

Jadi, jaman sekarang mudah sekali kita menemukan lingkaran pertemanan kita yang satu bertemu dengan lingkaran pertemanan kita yang lain. Seperti,

"Oh kamu temannya si Anu ya di grup Inu ya"
Atau
"Oh, saya pernah ketemu sama si Ani di gathering komunitas Ini"

Yah, perkawanan bagaimana kita yang menciptakan. Luas sempitnya kita yang atur ... hehehe ...

Meskipun perkawanan saya telah meluas, bagi saya tetap saja kawan sejati tak berganti. Dari jaman dahulu kala hingga sekarang. Meski komunikasi tak terjalin erat via maya, namun ketika bersua??? Waaaaaaah membuncah dada berjuta rasa. Mau dalam keadaan susah ataupun senang, rasa itu tetap sama. Bahkan ibunya, ibu saya juga, begitu sebaliknya. Paling tidak itu yang saya rasa. Karena perkawanan bukan urusan ajang balas membalas perhatian, tapi urusan ketulusan yang tak berbekas dan tak harap balas. Kawan, semoga dirimu yang disana membaca tulisan ini. Untuk kawanku yang membuat hariku berwarna, semoga kita menua dalam canda tawa senda gurau yang sama, kelak menghiasi hari tua.

Aduh aduh .. jadi melow ...

Itulah sedikit tentang perkawanan versi saya. Semakin bertambah usia maka bisa jadi berubah pula maknanya. Saat ini yang pasti, ada kawan dimasa SD, SMP, SMA dan Kuliah yang saya nantikan reuniannya😂😂.

Adapun siapa kawan sejati saya, biar saja waktu yang menjawab ... eaaaaa eaaaaa eaaaaa

Columbus, 12 November 2017

Sekolah di Amerika, Beda?

Sabtu, 04 November 2017
Wah, saya lagi di Amerika ya ... negara adidaya, penguasa dunia ... pasti keren doooooonk (sombong detected neh 😅). Hahahaha. Saya ga tau ya, anggapan orang-orang sekitar terhadap 'keberuntungan' saya yang bisa tinggal di benua Amerika. Benua yang terdapat negara dimana cita-cita tertancap disana. Dan saya? Tanpa perlu tunggang langgang les TOEFL ataupun IELTS, bisa ke Amerika, menikmati setiap fasilitas dan mengamati serta bersentuhan langsung dengan kemajuan negara adidaya ini, termasuk salah satunya fasilitas pendidikan.

Saya pribadi termasuk orang yang memiliki pandangan positif terhadap pendidikan  di Amerika. Terutama perihal ketersediaan sarana dan pemerataan pendidikannya. Dimata saya, Amerika itu seperti tidak ada celah kecuali perihal pergaulan bebas. Dan menurut saya masalah pergaulan bebas terjadi ya karena Amerika bukan negara beragama, ya wajar saja mereka kocar kacir menghadapi masalah krisis moral ini (suruh siapa sekuler). Adapun perihal ilmu pengetahuan, Amerika bisa dikatakan tempatnya gudang ilmu pengetahuan. Apapun jenis buku dan penelitian dan segala sumber ilmu pengetahuan, ada disini (disamping di Eropa).

Kostum ZaZi saat parade halloween

Lalu apakah benar bersekolah di Amerika itu beda? Ya ... beda yang gimana dulu? Hehehe ... kalo konteksnya beda cita rasa, ya memang beda. Jelas di Amerika pendidikannya citarasa internasional 😂. Kalo pada nanya beda sistem, hmmmm ... kayanya Indonesia menginduk Amerika deh soal pengembangan kebijakan dan sistem, jadi bedanya ga terlalu kerasa. Seperti kebijakan calistung di usia dini, Amerika Indonesia 11 12 lah kebijakannya, sama-sama 'memotivasi' bocah-bocah yang hobinya main dan ngayal buat ngitung dan baca dan juga nulis. Bedanya, budaya disini ga terlalu sadis judgemental nya. Jadi anak yang belum bisa calistung ga sekonyong-konyong dibilang bodoh gitu (kalau pun ada guru atau orang tua yang seperti itu, kayanya bisa dihitung jari ... hehehe).
ruang belajar saya dan teman-teman

Nah, daripada tebak-tebakan perihal pendidikan di Amerika, berikut saya coba jabarkan, hal-hal yang saya sekeluarga jumpai dalam pengalaman saya, suami dan anak-anak selama tinggal disini terkait dengan pendidikan. Apakah itu sistemnya, feelnya, pelaksanaan teknisnya, apapun ... yang muncul di otak saya selama mengurus sekolah anak-anak dan menyaksikan sekolah suami (sssssst, saya juga sekolah, di sekolah gratis buat kumpul-kumpul aja.. hahaha #infogapenting). Jadi silahkan nanti teman-teman bandingkan sendiri, beda atau sama aja menempuh pendidikan di Amerika sama di Indonesia.
Suasana kelas Ziad

Pendaftaran
Kalo mau sekolah, pasti daftar dulu kan ya hehehe ... Kalo dihitung, saya sudah tiga kali memiliki pengalaman mendaftarkan anak-anak kesekolah. Yang pertama ke sekolah PAUD waktu mereka berusia 2 tahun setengah di Payakumbuh (kampung halaman saya). Yang kedua di Amerika tahun lalu saat mereka berusia 3 tahun, dan yang ketiga semester fall kemaren saat mereka sudah berusia 4 tahun.
Pendaftarannya sederhana. Sebelum datang kesekolah, saya dan suami menelpon pihak sekolah yang dituju untuk menanyakan hal-hal terkait syarat dan ketentuan untuk mendaftar ke sekolah tersebut. Setelah kami memastikan semua syarat bisa terpenuhi (hanya syarat dokumentasi saja) dan anak-anak memenuhi ketentuan yang berlaku, kami menyepakati tanggal pertemuan (appointment) dengan pihak sekolah untuk penyerahan syarat tersebut. Setelah diserahkan, kami tinggal menunggu kedatangan calon guru anak-anak ke rumah dalam program home visit. Artinya, anak-anak udah keterima di sekolah tersebut. Meskipun terkadang banyaknya siswa yang mendaftar tak jarang membuat kita harus masuk waiting list. Beruntung, 2 tahun ini yang daftar kelas pagi ga banyak. Hehehe ... jadi ga perlu was-was jadi waiting list😊
Eh, berarti pendaftarannya by phone ya? Bisa dikatakan demikian hahaha. Bukan via web online. Karena memang sekolah anak-anak terhitung yang konvensional. Dokumentasi data siswa semisal laporan perkembangannya aja masih sistem print out. Belum online ... hehehe ... Saya kurang tau kalo di sekolah lain ...
Lalu bagaimana sekolah suami? Pendaftarannya online lewat web kampus seperti halnya universitas di Indonesia. Penuhi segala syarat dan ketentuannya, ya sudah dapat LoA (Letter of Acceptance). Kebetulan suami dapet LoA dulu baru apply beasiswa ke LPDP. Adapun pendaftarannya dilakukan oleh pihak sponsor dari program kerjasama yang diikuti suami, program HELM (Higher Education  Leadership and Mannagement) namanya. Jadi aslinya suami saya ga punya pengalaman daftar ke kampus langsung 😅.
kelas Zaid

Kurikulum
Disekolah anak-anak kurikulum masing-masing kelas dikembangkan secara independen oleh setiap guru kelas. Sehingga dalam pelaksanaan sistem pembelajarannya, masing-masing kelas memiliki gaya masing-masing. Seperti halnya sistem dekorasi ruangan, penerapan sistem komunikasi dengan siswa, ataupun jenis aktivitas tambahan di rumah yang disarankan dilakukan oleh orang tua bersama anak di rumah. Aktivitas ini bisa disesuaikan  dengan concern orang tua terhadap perkembangan anak, apa yang ingin difokuskan pencapaiannya. Jadi bisa dikatakan, semua pengembangan sistem students-based atau students-needs.

Rangkaian Program
Baik di sekolah anak-anak ataupun di kampus suami, masing-masing memiliki program yang dibuat untuk menunjang keberhasilan belajar siswa dengan menggunakan konsep Kenyamanan yang utama (ini saya aja ngarang tagline nya sendiri). Kenapa saya sampaikan demikian, karena sangat banyak program yang dibuat atas dasar having fun karena dipercaya siswa yang bahagia memiliki daya capai akademis yang baik. Sehingga banyaklah program-program disini yang sifatnya 'senang-senang' dengan kumpul, makan-makan dan bagi-bagi barang gratis.
Seperti halnya di kampus suami. Ada banyak program menyenangkan dan kami nanti-nanti, seperti:
1. Students involvement
Acara perkenalan sejenis UKM kampus gitu ...
2. Faculty party
Acara khusus mahasiswa pasca sejenis welcoming party nya fakultas pendidikan.
3. Buckeye frenzi
Acara promo rekanan kerjasama pihak kampus.
4. Thanksgiving dinner
Acara makan-makan gratis 

Dan aneka acara gratis lainnya yang setiap bulan bahkan minggu ada terus. Nonton bioskop gratis tiap pekan juga ada. Fasilitas lengkap mulai dari fasilitas pemenuhan kebutuhan perut, kesehatan dan kebugaran, sampai kebutuhan papan seperti apartment yang kami tempati (sebagai salah satu upaya kampus menciptakan suasana nyaman buat mahsiswa internasional dan keluarganya). Dan dilingkungan apartment buanyaaaaaaaak lagi acara-acara khusus family yang dibuat setiap pergantian musim. Full hiburan dan makanan 😍😍😍.

Gimana disekolah anak-anak? Meskipun ga seheboh di kampus suami, sekolah anak-anak juga lumayan banyak lho program-program tambahannya selain program kelas, seperti:
1. Students parade
Parade kostum di hari halloween
2. Field trip
Kunjungan ke museum atau ke taman
3. Swimming
4. Culture night
Acara perkenalan budaya lintas negara
5. Open house
Acara pengenalan sekolah dan kelas

Dan juga program-program parenting yang diselenggarakan sejenis dirjen PAUD kalo di Indonesia untuk menyokong keberhasilan pendidikan anak usia dini.
(semua program yang saya blod, sesungguhnya mau tak tulis satu persatu perihal keseruan  aktivitasnya. Tapi belum digarap-garap karena serunya udah keburu hilang efek kelamaan jarak acara ke eksekusi nulisnya ... #curhat)
salah satu sarana olahraga di kampus

Jam Belajar
Jam belajar formal disekolah sama aja sih. Di kampus ya suami ngampus sesuai mata kuliah yang diambil. Kalo pun ada yang diluar kelas, paling ke perpus cari bahan sama cari ketenangan dari hiruk pikuk anak-anak dan istri yang bawel 😂😂😂. Atau meeting sama dosennya.
Disekolah anak-anak, juga sama aja jam belajarnya. Lama nya sekitar 3 jam lebih kurang. Ada kelas AM sama PM. Anak-anak ambil yang AM. Gitu aja sih. hehehe ..ga ada yang spesial. Hmmm ... kecuali soalan jam belajar adaptasi budaya dan bahasa. Baik suami, anak-anak bahkan saya, kami butuh masa adaptasi dimana budaya dan bahasa kemudian tak lagi menjadi batu sandungan dalam implementasi studi. Barangkali perihal adaptasi ini perlu dibahas di tulisan terpisah kali yak, khawatir kepanjangan kalo ditulis disini 🤔

Hubungan Guru dan Siswa
Masing-masing kami punya guru lhoooo ...termasuk saya. Hehehe ... Kami memang membiasakan anak-anak untuk merasa dekat dengan gurunya. Ya biar kedekatan itu mempermudah anak-anak dalam menerima ilmu baru dari gurunya. Salah satu cara biar anak-anak merasa dekat dengan gurunya adalah dengan memberi contoh bahwa saya dan suami juga dekat dengan guru kami masing-masing.
'Teacher umi siapa mi?
Prof. Barbara
'Abi?'
Prof. Tatiana
'Kalo babang dede siapa teachernya?
Miss Caitlin - Miss Amy (Jawab mereka serempak.
Hubungan anak-anak dengan gurunya memang belum terlalu dekat, tapi bisa dikatakan cukup dekat. Kami sebagai orang tua pun mencoba menjalin kedekatan tersebut agar bisa memperoleh laporan perkembangan mereka dengan mudah tanpa harus merasa canggung dan tak enak 😄 (Indonesian culture banget ya - ga enakan). Padahal semua gurunya bakal senang kalo kita orang tua 'cerewet' nanya. Artinya kita peduli dengan perkembangan anak-anak kita. Karena prinsipnya, pendidikan itu ada ada pada orang tua utamanya, sekolah dengan guru-gurunya hanyalah supporting system. Begitu kata guru anak-anak.
zaid dengan semua guru kelasnya

Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar disini bisa dikatakan cukup kondusif. Selain suasana yang relatif tenang dan sangat cocok untuk belajar, fasilitas penyokong juga memenuhi. Sarana dan prasarana bisa dikatakan lengkap. Apapun yang kita butuhkan bisa terpenuhi. Soal biaya pemenuhan kebutuhan penunjang belajar seperti halnya buku dan kelengkapan observasi relatif mudah didapat dan terjangkau. Sehingga lebih memudahkan dalam mengeksekusi kebutuhan belajar. Semisal ingin baca, tinggal ke perpus, ingin observasi sains tinggal ke pusat sains, pengen aktivitas fisik tinggal ke playground atau sarana olahraga, pengen beli kebutuhan belajar tinggal beli bisa online atau offline. Mau harga murah ya tinggal ke toko bekas yang relatif lengkap barang-barangnya.
ziad dengan guru dan teman-temanya di spot membaca

Karakter Pendidik
Tenaga pendidik relatif kooperatif dan komunikatif. Persepsi terhadap siswa pun positif dengan konsep menghargai keunikan masing-masing peserta didik. Sehingga siswa terasah rasa percaya diri nya. Selain itu, kebebasan bertanya juga membantu meningkatkan daya berfikir kritis siswa dengan menganut teori semua hal itu adalah tidak ada yang salah, tergantung sudut pandang. 

Hal Lain
Sekolah anak-anak adalah sekolah negeri yang diperuntukkan untuk para immigran. Aneka macam orang tua ada disini. Mulai dari yang bener, rada bener, sampai yang ga peduli. Sedangkan sekolah, untuk memperoleh dana dari pemerintah, harus memiliki laporan program yang menunjukkan sekolah tersebut layak diberikan dana. Salah satunya program in-kinds Activities. Program dimana orang tua diminta melakukan aktivitas diluar sekolah bersama anak-anak demi menunjang keberhasilan belajar anak dalam memperoleh tahap perkembangan mereka sesuai usia mereka.
Sayangnya, program ini tidak terlalu menarik perhatian orang tua. Entah karena orang tua yang 'ga peduli' rada dominan atau apalah saya kurang tau, program ini pokonya 'ga laku'. Bayangkan, tahun lalu, keluarga kami berhasil memperoleh "The Best in-kinds Parent" 😂 gegara emang dikit yang ngumpulin laporan 😅. Padahal, program ini salah satu program yang bisa membantu sekolah memperoleh dana dari pemerintah. Dan para orang tua yang sudah dengan nyamannya menyekolahkan anaknya gratis disini, masih enggan untuk sekedar 'balas budi' melalui program ini. Hmmm ..  ironi memang 🤔
Tahun ini, selain variasi orang tua terlihat hanya terbagi 2 dimata saya, yaitu orang tua peduli dan peduli banget, pihak sekolah tampaknya juga sudah melakukan evaluasi terkait pelaksanaan program ini. Terlihat dari teknis pengumpulan laporan hariannya berubah  berbentuk menjadi laporan mingguan yang lebih terorganisir melalui folder khusus in-kinds activities. Tidak lagi selembar kertas yang rawan hilang 😂
ZaZi lagi mengenal daun maple sebagai salah satu aktivitas in-kinds

Demikian sedikit ulasan saya terkait pendidikan anak-anak dan suami. Semoga bisa ditarik kesimpulan masing-masing tentang yang membedakan Amerika dengan Indonesia. Namun sebenarnya bukan perbedaannya sih yang perlu digaris bawahi, tapi apakah ada hikmah yang bisa saya petik dalam kesempatan menyaksikan langsung sistem pendidikan dari sebuah negara adidaya?

"Pendidikan bukan perihal dimana dan oleh siapa kita dididik, tapi bagaimana kita dididik" (MP, 2017)


Columbus, 4 November 2017

Nb: Tulisan ini murni opini saya. Jika terdapat kekeliruan, mohon masukannya ya ...Terimakasih 🤗

Bahagianya Memiliki Anak?

Rabu, 01 November 2017
Momen bahagia yang paling dinanti bagi setiap pasangan muda yang baru menikah adalah momen garis dua. Iya. Momen ketika alat tes kehamilan berbentuk persegi panjang itu menunjukkan garis merah sebanyak dua buah, pertanda ada hormon kehamilan terdeteksi.