MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Umi membelah diri aja ya?!

Kamis, 25 Juni 2015

Tantrum. Akhirnya kealaman juga. :'(
Dulu, ketika memperoleh informasi perihal tantrum dan kemudian saya baca, saya berfikir "lho kok anak saya engga kaya gini? Mereka kalau nangis ga pernah kejer dan susah diem kok. Mereka juga ga pernah maksa sampai harus dipenuhi keinginannya. Bla bla bla."
Artinya, disaat itu (sampai beberapa waktu belakang ini) saya masih bisa mengatasi keinginan anak-anak tanpa harus memdapati mereka tantrum. Tapi, 2 minggu ini???? #mewek sejadi-jadinya lah pas nulis ini ... :'(

CARI PENYEBAB
Sesuai tips yang saya peroleh, segala sesuatu pasti ada penyebabnya, saya pun langsung googling, 'tantrum'. Baca beberapa artikel yang menurut saya relevan, dan kemudian saya sibuk dengan pikiran sendiri yang tengah menelusuri masa lalu (jiah lebay).
Tgl 25 juni, tepat hari pertama saya mencoba memperkenalkan anak-anak dengan penyapihan alias mereka tidak lagi saya ASI-i. Kesalahan saya adalah menyapih mereka dengan menggunakan cara yang tergolong konvensional (mengolesi puting dengan odol). Sampai kemudian salah seorang teman mengingatkan saya untuk mencoba metode WWL di hari ketiga penyapihan. Dan hari ke empat, saya coba terapkan metode tersebut, alhamdulillah berhasil. Tapi ... saya sedih melihat anak-anak seperti lesu dan sedih. Mereka masih mengira kalau sumber ASI nya pedas dan ada warna putihnya. Tapi mereka tetap mencoba seperti mau mengASI. Perlahan-lahan tapi pasti, akhirnya mereka mendapati kembali 'surga' mereka.

Nah, tampaknya semua berawal dari sini. Ketika 4 hari masa penyapihan, ziad tampak kurang bergairah. 'Feeling' saya memgatakan, ziad seperti merasa tidak disayangi lagi ... :( . Tiba-tiba saja dia menangis tidak beralasan. Kemudian keesokannya mulai meminta hal-hal baru yang saya sendiri tidak mengerti karen memang anak-anak belum bisa bicara jelas. Kondisi seperti ini yang kemudian membuat ziad menangis dan sekarang menangis tantrum.

INTROSPEKSI DIRI Moms :)
Sebagai seorang ibu, saya pastinya punya andil atas perubahan ini. Saya mencoba untuk mengingat dimanakah poin kesalahan saya. Setelah beberapa hari berfikir dengan segenap memori dan 'share' ke beberapa orang kerabat, saya dapat menyimpulkan salah satu faktor tantrum nya ziad, yaitu penyikapan.
Ya, saat ziad mulai memiliki banyak keinginan sebagai bentuk pengalihan dirinya sendiri terhadap kebutuhan pokok yang tak lagi dia dapat (red. ASI), saya kurang menyikapinya dengan baik. Saya cenderung memgabaikan dan terlalu sering melarang dan memgalihkan tanpa berusaha terlebih dahulu untuk memahami keinginannya. Di beberapa kondisi pun saya dengan segenap kelemahan sering pula menggunakan nada tinggi dan mimik wajah marah kepada ziad. Sehingga tampaknya ziad mulai memg'imitate' beberapa gaya marah saya dan dikolaborasikan dengan gaya nya dia.

HAPPY MOM, happy child :)
Tak bisa dipungkiri, permasalahan anak tantrum menjadi momok tersendiri buat orang tua ditengah-tengah kondisi kita sendiri secara pribadi masih perlu untuk distabilkan. Tapi disitulah letak seninya. Seni dimana orang tua perlu mengakui kesalahan dan kelemahan kepada si anak dan seni dimana anak belajar lebih untuk perkembangan kecerdasan mereka.

Mendatangkan kebahagiaan untuk diri sendiri itu sangatlah penting, bagaimana pun caranya. Apakah dengan menyeruput teh ketika anak-anak tidur, menulis unek-unek yang sudah menumpuk di otak, atau dengan ketawa ketiwi bersama tetangga. Yang terpenting, ada masa dimana otak kita terbebas sesaat dari kejenuhan manusiawi. Tujuannya hanya satu, biar kita jadi happy mom...

DUNIA IBU BERANAK KEMBAR, it's different!!!
Beberapa waktu yang lalu saya menemukan artikel yang disebar dijaring sosial FB. Dalam artikel itu si oenulis menjabarkan poin-poin yang hanya dialami ibu beranak dua atau lebih. Spontan saya ngakak bacanya, dan memgiyakan beberapa poin yang salah satunya: ibu beranak dua tidak membutuhkan nasehat dari ibu beranak 1 (lebih kurang seperti itu bunyinya).

Dalam memgahadapi tantrum pada anak, ibu beranak 1 cukuplah fokus pada 1 anak, sementara ibu beranak 2 atau lebih??? Sangat sering ibu-ibu yang memiliki anak lebih dari 1 mengalami kondisi dimana 1 anak tantrum disaat satu anak yang lain pasang posisi untuk tantrum juga. Dan.... berbeda juga sensasinya yang dialami oleh ibu beranak kembar. Dimana anak mengalami perkembangan yang relatif berbarengan. Ditambah dengan kemampuan verbal mereka yang belum jelas. 1 anak ingin kesini, yang 1 lagi ingin kesitu, menarik baju sang ibu dengan ucapan-ucapan yang tidak dimengerti oleh si ibu. Ketika si ibu mencoba untuk menyelesaikan satu persatu anak, anak yang merasa dicuekin perlahan-lahan pasang gaya untuk tantrum, hahahaha... terbayang hectic dan hebohnya. Rasa-rasanya saya ingin membelah diri saja menjadi dua. :D

SOLUSI UNTUK SAYA
Berbagai macam tips dan trik tersebar di dunia maya temtang bagaimana cara menghadapi anak yang tantrum. Dan semua mengacu pada poin yang sama: cari penyebab, atasi penyebab sebelum tantrum, ketika sudah tantrum biarkan anak melepaskan emosi sesaat, lobbying,  beri pelukan, tawarkan solusi. Dari sekian banyak tips, saya sangat meyakini bahwa tips terampuh itu ada pada sang ibu sendiri. Dan saya pribadi menggunakan tips utama: BE A HAPPY MOM!

jika sudah menjadi ibu yang bahagia, saya yakin kita akan lebih tenang menghadapi anak yang tantrum dan bisa berdamai dengan kondisi sehingga mereka segera mereda.

Itulah sedikit pengalaman saya tentang tantrum, semoga para ibu disini bisa menemukan cara efektif tersendiri untuk menghadapi anak tantrum. :)

(Salahkah) Ibumu

Rabu, 24 Juni 2015

Baru saja kemaren saya benar-benar merasa menjadi ibu yang paling buruk di dunia. Ketidakmampuan saya untuk mengendalikan emosi saat anak-anak menunjukkan tingkah yang tidak seperti biasanya.

Semenjak anak-anak lahir, mereka bisa dikatakan anak-anak yang sangat membantu. Kenapa? Karena mereka tidak pernah menyusahkan saya dengan tingkah yang pada saat bersamaan kenalan saya yang memiliki anak sepamtaran anak saya memgeluhkan ini itu. Alhamdulillah, saya tidak merasakan keluhan-keluhan tersebut. Kalaupun ada, tidak pernah mencapai batas 'over'.

Sudah seminggu lebih ziad seperti ini. Ziad tiba-tiba menjadi anak yang keras kepala, rewel, banyak maunya, dan tidak mau diajak berdamai sebagaimana biasanya. Awal-awal perubahan sikapnya ini di awal tidaklah membuat saya panik, karena saya menganggap ini perubahan biasa. Tapi lama kelamaan, disaat kondisi fisik dan jiwa saya agak kurang baik, tak tertahankan juga oleh saya untuk memuntahkan amarah yang dibarengi dengan tindakan fisik kepada anak saya, ziad. Ya hanya ziad.
Saya benar-benar tidak suka dengan cara rengekannya dan sikap ngototnya yang tidak beralasan. Mau menang sendiri sehingga apapun yang dia inginkan, harus di dapat. Spontan suara saya meninggi. Dengan tubuh yang agak sedikit menggigil, dan marah yang saya tahan, akhirnya saya tawarkan nenen ke dia, berharap ziad akan tidur setelah diberi ASI. Namun kenyataannya, dia tidak tidur malah justru mengganggu zaid dengan mencubit dan memukulnya. Memang tidak 100% ziad yang salah, tapi 100% ziad yang memulai kekisruhan antar mereka.
Emosi pun meledak, saya cape, keringat dingin, dan merasa sakit ketika payudara hanya diganteli tapi ASI nya sudah tidak ada. Otomatis anak-anak menangis. Dan ziad, sudah saya tebak, dia langsung meronta dan memukuli sambil menendang saya. "Allahu rabbi ...". Sedih rasanya bukan main. Tapi saya berusaha untuk mengendalikan diri dan tidak berfikir yang macam-macam. Namun gagal! Saya melempari ziad dengan bantal! #how so bad I am ... :(

Kasus ini saya tuliskan sebagai pelajaran bagi diri saya sendiri, betapa orang tua membawa karakter untuk anak-anaknya. Dan hal yang paling tidak ingin saya perlihatkan kepada anak-anak adalah amarah. Namun saya gagal! :(

Saya anak ketiga dari 5 bersaudara. Tanpa bermaksud menjelekan orang tua sendiri (semoga bisa diambil hikmahnya), saya dibesarkan dengan lingkungan yang cukup baik. Hanya saja, memiliki ayah yang tempramental dan ibu yang emosinya meluap2 membuat saya menjadi karakter yang pemarah dan meluap2. Saya tidak tau seberapa berpengaruhnya karakter orang tua dalam mendidik saya terhadap karakter saya sendiri, yang saya tau, sedikt banyaknya, dengan sangat saya sadari, cara orang tua saya dalam mendidik saya cukup terulang dengan baik oleh saya kepada anak-anak.

Jangan salahkan ibumu, ayahmu, atau orang-orang disekitarmu! Itulah yang selalu saya coba tanamkan dalam diri saya. Kenapa? Karena saya tahu itu bukanlah kesalahan mereka melainkan kesalahan saya yang belum mampu menjadi pribadi yang matang. Maksudnya, faktor-faktor yang bisa mematangkan sikap dan tingkah laku itu sendiri belum saya tanamkan dengan baik, seperti halnya faktor ilahiah.

Menjadi orang tua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menjadi orang tua tidak semudah yang kita bayangkan. Jangan salahkan masa lalu jika saat ini masih ada kesempatan untuk bisa merubah diri, bahkan disaat orang tua kita sendiri pun terus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Lalu kenapa kita masih terjebak di masa yang sudah tidak lagi bersama kita??

Sulit memang mengontrol sesuatu yang sudah melekat di diri kita. Namun yakinlah, pasti bisa! Disaat anak-anak tampak tak lagi menyenangkan, segeralah beristighfar. Kemudian tersenyumlah kepada mereka, belai rambut mereka, dan kecup pipi mereka. Menjadi ibu yang baik bukanlah perihal instan yang bisa diwujudkan sesaat setelah dirimu menjadi seorang ibu. Menjadi ibu adalah perihal proses yang cukup panjang, bahkan lebih panjang dari usiamu. Tugasmu hanyalah melakukan yang terbaik dalam memberikan pendidikan dan kasih sayang kepada anak-anak kita. Sehingga kelak mereka pun memberlakukan hal yang sama bahkan lebih baik daripada apa yang kita lakukan. :)