MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

UI (unforgettable moment)

Jumat, 31 Juli 2015

Rasanya baru kemaren saya berangkat subuh-subuh untuk mengikuti tes masuk pasca sarjana salah satu kampus idaman saya, Universitas Indonesia. Dengan bekal ilmu seadanya namun percaya diri luar biasa, saya berangkat diantar seorang adik yang sangat baik, Hesty Ambarwati namanya. Kami berangkat kalo tidak salah pukul 6 pagi. Dengan bekal makanan seadanya dan sebotol air mineral. Ini tes yang paling saya nikmati. Tanpa beban, dan penuh semangat pembuktian. Pembuktian bahwa saya tidak sedang galau. Dan alhamdulillah saya lulus. Eh kok bisa? Ya iyalah... lha wong saya ambil jurusan langka di Fakultas Ilmu Budaya, yaitu cultural studies.
Awal september tahun 2012 merupakan awal yang sangat membahagiakan sekaligus membanggakan dalam hidup saya. Dengan antusiasme yang tinggi, saya ke kampus berangkat subuh berhubung saat itu saya berangkat dari rumah kakak yang berada di bekasi. Meskipun nyubuh, saya tetap telat. Menjadi orang paling akhir datang, tapi tak sedikit pun saya merasa canggung. Padahal tak satupun rekan sekelas yang saya kenal saat itu. Dan perasaan ini sangat bertolak belakang dengan perasaan saya ketika awal memasuki kelas jaman S1 dulu.

UI oh UI ... tetiba saya mengenal sosok Sapardi beserta puisinya yang amat romantis menurut saya. Kemudian saya tiba-tiba merasa dekat dengan Dian Satro padahal tidak pernah bertemu sama sekali. Dan yang paling penting, saya lebih memperoleh penghargaan dan perhatian dari rekan sekelas ketimbang dimasa-masa awal S1 dulu. Seketika semangat belajar pun tumbuh membara, tak kenal betapa terbatasnya otak ini mencerna apa yang termaktub dalam setiap materi kuliahnya. Satu hal, saya bersemangat!!!

Asrama yang Menyejarah
Seminggu berangkat dari Bekasi rasanya gempor juga. Setelah cari informasi sana sini dan melengkapi semua syarat administrasinya, akhirnya saya resmi dapat kunci kamar asrama UI. Oh bahagianya...

Tetap dengan semangat 45 saya dibantu (lagi-lagi) seorang adik yang sangat baik bernama Anissa Tridyanti, kami membeli segenap kelengkapan kamar. Berbekal ngangkot, akhirnya kami berhasil membawa pulang dari setrikaan sampai ke tiker. Oh nikmatnya masa-masa itu. Entah semangat apa yang sedang membakar jiwa saya saat itu. Tiba-tiba kamar saya di Asrama sudah layak huni dan bisa ditempati.

100 Hari di UI
Hari-hari saya lalui sebagaimana hal nya mahasiswa. Sebulan pertama, bulan kedua, dan bulan ketiga. Rutinitas kampus, asrama dan perpustakaan sesekali diselingi kantin kampus sambil bercengkrama dengan teman2 saya yang dahsyat, tak terasa perkuliahan hendak memasuki ujian akhir semester. Memang sebagian besar mata kuliah tidak melaksanakan ujian akhir secara tertulis di waktu sesuai jadwal. Melainkan sudah include bersama tugas-tugas mini paper kami sepanjang masa kuliah. Dan disaat yang bersamaan, saya pun harus dihadapkan dengan sebuah pilihan yang cukup sulit. Sehingga cukup membuyarkan konsentrasi dan semangat saya berkuliah.

Sebagai mahasiswa penerima beasiswa dari yayasan Ayah dan Bunda alias biaya pribadi, biaya S2 tentunya sangatlah besar. Sehingga saya mengambil sistem pembayaran bertahap, yaitu 3 tahap. Tahap pertama 8 juta (DP), tahap kedua dan ketiga masing-masing 4 juta (uang semester). Ketika hendak membayar tahap ketiga, dana bisa dikatakan tidak ada. Kondisi saat itu membuat saya harus memilih, bayar sekarang atau nanti dengan konsekuensi denda 10%. Dengan pergolakan yang tidak mungkin saya ceritakan disini, akhirnya saya mengulur pembayaran yang harusnya jatuh pada bulan November menjadi Desember.

Hidup memang harus Memilih
Dua status yang saya sandang saya pikir bisa berjalan berdampingan. Ternyata tidak. Status sebagai mahasiswa dan calon istri dari Taufik Mulyadin membuat saya harus memilih salah satu status tersebut. Mau status mahasiswa atau status resmi sebagai istri. Saat itu saya berfikir menjadi istri adalah keharusan, sedangkan menjadi mahasiswa hanyalah sampingan. Pilihan seperti ini hadir bukan karena calon saya saat itu tidak mengizinkan saya untuk bersekolah, melainkan karena situasi dan kondisilah yang membuat saya harus bersabar terlebih dahulu untuk memperoleh gelar master jika hendak memiliki kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya.
Andai mementingkan ego, saya akan memilih tetap berkuliah dengan konsekuensi hubungan jarak jauh. Tapi entah mengapa dalam pandangan saya, mengawali pernikahan dengan hubungan jarak jauh itu bukanlah hal terbaik buat saya saat itu. Karena jika saya memilih hal tersebut, maka hubungan jarak jauh saya dan suami akan menjadi hubungan jarak jauh yang sangat jauh dan lama dan tidak bisa saling kunjung mengunjungi. Sungguh saya tidak mau mengawali rumah tangga saya dengan hal ini. Bismillah ,., saya ambil keputusan untuk La haula walakuwata ... saya Off kuliah di UI. Sehingga hanya sekitar 100 hari lebih saya di UI.

Penuh Kenangan
Di kampus Bung Karno ini secuil kehidupan saya tertoreh. Paling tidak saya bertemu dengan orang-orang hebat. Mulai dari dosennya... sampai teman-teman sekelas. Berkegiatan dengan kalian yang sungguh unik-unik. Kemudian menghuni sekotakan kamar penuh kenangan tanpa teman se asrama melainkan hanya teman yang datang berkunjung dan menginap. Mengenal sedikit tentang Depok dan Jakarta dengan busway nya. Commuter line yang telah menghubungkan saya dengan seorang sahabat di Bogor sana, Devi Fuzi azhari. Berkejaran dengan mahasiswa lain demi bus kampus yang selalu padat di pagi hari. Ah sungguh kenangan sesaat yang akan selalu saya ingat. Betapa indahnya menjadi bagian dari kampus ini. Beraneka macam jenis manusia ada disini. Tapi satu semangat yang pasti, semangat belajar.
Ah saya rindu ... rindu dengan pembuatan video dijalanan depan asrama bersama 2 krucil hesty dan flo untuk hari pernikahan saya. Rindu hubungan jarak jauh saya dengan kalian berdua ... yang selalu setia berkunjung meramaikan hari-hari saya di Asrama. Makan dikantin asrama yang rasa makanannya membuat saya semakin kurus kala itu. Kangen dengan penduduk asrama yang sampai detik saya tinggalkan belum satu pun person yang saya kenal akrab.. hahaha..kangenlah pokonya dengan semua hal yang pernah terjadi di kampus ini.

Entahlah kapan saya bisa disini kembali. Saya tak mau berharap lebih. Ilmu bisa dicari dimana saja. Yang pasti,,, terima kasih untuk kampus kuning ini yang telah menularkan semangat belajarnya pada saya yang sangat tidak percaya diri ini. Terima kasih. Terima kasih untuk teman-teman cultural studies yang hanya 8 biji. Kalian itu penuh semangat. Dan terbukti dari akhir perkuliahan kalian yang membuatku sangat iri. Terima kasih untuk babeh Yahya Andi saputra and the genk yang membuat saya merasa dispesialkan padahal sepertinya dimanfaatkan.. :P terima kasih atas traktiran dan diskusinya. Terima kasih. Terima kasih untuk para dosen terutama prof. Melani dan pak manneke. Nama 2 dosen ini sangat akrab di kepala entah kenapa.
Memang ucapan terima kasih ini tidak begitu penting. Tulisan ini hanyalah sebagian dari ungkapan perasaan saya terhadap kampus ini yang telah memberi kenangan indah dalam hidup saya.

Bandung, 30 Juli 2015

Z-I-A-D

Hai kembar ...
5 Juli 2 tahun yang lalu .. mendadak tapi pasti, dirimu dan kembaranmu Zaid memilih keluar dari perut umi tepat sehari sebelum abi mu balik ke Bandung.

Sungguh tidak pernah terbayangkan dan membayangkan memiliki anak kembar. Apalagi anak kembar seperti kalian. Dulu umi hanya nyeletuk-nyeletuk sembari tak berharap karena umi berfikir memiliki anak kembar itu mustahil di keluarga kita. Alhamdulillah ,,, umi dikarunia 2 jagoan lucu menggemaskan cerdas dan tentunya soleh.

Kalian lahir dengan bobot yang kompak, 1.9 kg. Ukuran cukup besar untuk bayi kembar yang lahir belum cukup bulan, yaitu lahir di UK 31 jalan 32. Wajah kalian pun kompak. Bangun pun sering kompak. Bahkan nangis dan pup pun nyaris bersamaan.

Kalian tumbuh sehat, ceria, dan semakin cakep alhamdulillah,,, hehe
Di tulisan ini umi mau cerita tentang Ziad ya ,,, karena umi abis berantem mesra ma Ziad. Jadi ada rasa untuk terus memikirkan Ziad meski Ziad nya sendiri tengah tidur ngorok bareng abang Zaid... :D

Z-I-A-D
dari bayi sudah keliatan anaknya eksekutor terbaik. Pantang menyerah. Dan berkeinginan kuat. Keras kepala kaya umi. Pantang dilarang juga seperti umi. Meski terkesan keras, umi tau kalo Ziad ini anak yang sangat lembut asal diberikan kelembutan juga. Tapi akan mental seperti batu apabila dikerasi. Persis umi ... :(

Ziad sangat senang dengan mobil dan kendaraan lain seperti pesawat, motor dan kereta api. Tapi memang mobil menjadi kendaraan yang paling disenangi Ziad. Sehingga setiap mobil terutama mobil pribadi yang dia lihat, dikira bisa dinaiki seenak hati.

Ziad anak yang unik. Sehingga perlu cara uni pula untuk menghadapinya. Tegas boleh, tapi jangan coba-coba menggunakan kata jangan. Dia akan lebih 'Afghan' menanggapinya. Cukup alihkan saja perhatiannya ke yang lain, Ziad yang keras pun akan beralih. Paling tantangannya, pengalihannya harus yang benar-benar membuat dia tertarik dan lebih tertarik. :)

Ziad meskipun keras tapi dia sangat manja. Dan umi pun senang memanjakannya. Asal satu, dilarang minta gendong! :P
Maaf ya .. bukannya umi ga mau menggendong de Ziad, tapi kalo dede minta digendong, abang pun akan sama. Dan memang umi dari kalian bayi membiasakan kalian tanpa digendong berharap kalian lebih mandiri. Alhamdulillah, harapan umi terkabul. Kalo sesekali ga papa. Boleh. :)

Ziad tampaknya tipe anak yang selektif memilih teman. Dan memang agak sedikit oportunis. Hehehe... tapi itu baru tebakan. Belum ada bukti konkrit.

Oh ya, selain suka dengan mobil-mobikan. Ziad ini juga suka buku dan membacanya. Meski terkadang terbalik...hehehe.

Hmmmm ... Ziad ini suaranya lebih cempreng dari Zaid. Bobot badan pun lebih sering melebihi Zaid. Tapi kalo kecepatan berlari, Ziad Zaid itu 'pabalap-balap'.

Itu dulu deh tentang Ziad. Tambahannya dari abinya aja. :)

Not a Super Mom (untuk anak-anak ku)

Ah terulang lagi ...
Tengah malam jam 12.15. Tubuh ini merasa letih ditimpa dua anak yang sedari pukul 21.30 nyantel di dada kiri dan kanan. Akhirnya ku paksa mereka melepaskan gantelan mereka. Sontak mereka menangis. Dengan kondisi mata yang sangat mengantuk, saya mencoba melobi mereka untuk mau tidur dipelukan saja. Zaid berhasil di lobi dan saya kira Ziad juga berhasil dilobi, ternyata tidak.

Entahlah sampai jam berapa saya dan Ziad berdialog aneh saling keukeuh satu sama lain. Saya maunya dia tidur dipeluk, Ziad mau tidur sambil mimik. Akhirnya saya kasih juga keinginannya. Alih-alih tidur, yang ada Ziad malah melek dan minta yang macem-macem. Ya Allah .. ga kuat kalo harus berebut dengan kantuk ini. Emosi saya bisa-bisa tidak stabil.

30 Juli 2015 ini mereka sudah menuju 25 bulan. Berarti sudah mau meninggalkan angka 2 tahun nya. Saya pribadi memang belum akan menyapih mereka dengan paksa. Inginnya mereka menyapih diri mereka sendiri. Tapi ternyata untuk mewujudkan hal tersebut, cobaannya luar biasa. Mereka semakin hari malah semakin banyak ngegantelnya. Padahal kuantitas ASI saya sudah sangat sedikit sekali. Dan hal inilah yang membuat saya merasa payah. Anak menyusu tapi tidak ada ASI nya itu sangat melelahkan dan menimbulkan rasa nyeri pada payudara. Dan hal inilah yang membuat emosi saya labil ketika anak-anak sudah kelewat batas ngegantelnya.

Ya Allah ... andai kalian tahu anak-anak ku ... umi sangat sedih setelah memarahi kalian. Umi merasa menjadi ibu yang tidak baik ketika bermain fisik dengan kalian. Umi merasa tidak pantas diamanahi anak kembar se ceria dan cerdas kalian. Umi merasa sangat tidak berguna.

Andai kalian tau, kebahagiaan umi ketika melihat kalian tumbuh sehat, ceria, ceriwis. Rasa-rasanya surga berada di dekat kalian. Sehingga umi bertekad tidak akan marah-marah lagi. Umi pun meminta kesepakatan dengan kalian wahai anak-anakku...dengan harapan kita saling menjaga agar emosi kita bertiga stabil.

Ziad ku ...
Jagoan ku yang sangat keras keinginan. Umi bangga Ziad memiliki keinginan kuat dalam memenuhi apa yg ziad mau. Jadikan bekal untuk menggapai cita-cita muliamu ya ziad.. Umi yakin Ziad bisa mengatur keinginan tersebut sehingga bisa mewujudkannya satu demi satu secara pasti.

Zaid ku ...
Si bijaksana yang sangat lembut. Tuntunlah adik-adikmu ya sayang...dengan sayang dan kelembutanmu. Umi bangga Abang Zaid sudah memiliki bekal kebijaksanaan seorang kakak dan anak pertama. Ayomi Ziad dan adik-adik mu kelak. Ajak pada kebenaran dengan kasih sayang dan kelembutan.

Umi bukanlah umi yang sempurna .. namun umi berharap anak-anak umi bisa menjadi penyempurna kehidupan umi dan abi. Menyempurnakan segala sikap dan hal yang tak lengkap dalam diri umi dan abi. Dengan segala kelemahan umi, maafkan umi dari semenjak sebelum kalian hadir di dunia. Tak akan ada ilmu tanpa hadirnya kalian. Dan dalam masa belajar umi ini ... maafkan umi. Sungguh Allah lah yang Maha Mengetahui apa yang umi rasakan melebihi yang umi tahu.

Bandung, 30 Juli 2015

Surga Yang Tak Dirindukan

Selasa, 28 Juli 2015

Apa yang teman-teman pahami ketika membaca judul di atas? Sepertinya bermacam-macam interpretasi ya. Tentunya perlu membaca kelanjutan tulisan atas judul di atas atau mungkin menontonnya. Iya. Judul di atas memang saya ambil dari judul novel karya Asma Nadia yang sudah di film kan dan sepertinya jadi trending topic.

Tapi dalam tulisan ini saya tidak akan memberikan review terhadap novel atau pun filmnya. Karena saya sendiri belum membaca dan menontonnya. Ketertarikan saya memang pada judul nya 'Surga Yang Tak Dirindukan'.
Ada banyak memang jalan ke surga. Tinggal pilih saja hendak menuju surga yang mana dan tingkat berapa serta melalui jalan apa. Salah satunya melalui Poligami.

Jalan ke Surga dengan Poligami
Dari awal menikah, poligami sudah menjadi bahan diskusi saya dengan suami. Saya memang tidak ingat persisnya diskusi kami seperti apa, yang pasti suami meminta pandangan saya mengenai poligami. Jawaban saya saat itu, saya membolehkan poligami karena saya memgetahui bahwa poligami masuk ke dalam syariat Islam. Namun saya tidak menjadikan suami sebagai subjek pelaku melainkan sebagai lawan diskusi saja. Artinya, secara tidak langsung saya belum rela atau belum merelakan andai suami berpoligami. (Diskusi yang menyesakkan sebenarnya untuk sebuah keluarga baru kala itu yang belum berumur 1 bulan).

Seiring berjalannya kehidupan rumah tangga kami, diskusi-diskusi kecil sering terjadi hingga sampai pada satu waktu dimana saya mengetahui salah seorang kakak saya di kampus memilih menjadi objek dari pelaku poligami. Yups. Beliau (yakin memutuskan belajar) ikhlas menjadi wanita kedua dari seorang lelaki beranak 3. Apa yang saya dapatkan dari kisahnya bukanlah sebuah hal yang membuat saya pada akhirnya anti poligami  melainkan menjadikan saya merasa malu ketika memandang hidup dan kehidupan adalah fase yang saya tentukan sendiri. Padahal sama sekali tidak! Hidup dan kehidupan kita Allah lah yang menentukannya. Begitulah kata kakak saya tersebut.

Saya kemudian merenung. Dan terkadang tafakur saya hanya mampu menjadi air mata. Semua bekal ilmu yang saya peroleh tentang Tauhid seperti mengambang di otak dan kemudian membuat saya tertohok sendiri ketika muncul sebuah pertanyaan yang muncul dihati saya yang tengah berandai jika Allah yang bertanya "Jika surga Aku berikan dengan Poligaminya suamimu, bersediakah kamu?".

Sedikit Bernostalgia
Dulu jaman sekolah menengah, saya sangat senang memperoleh ilmu tentang Cinta kepada Allah. Materi sederhana. Apapun yang kita lakukan, lakukanlah karena semata Cinta kepada Allah. Itu yang saya tangkap. Sehingga tidak ada alasan melakukan pacaran dengan dasar cinta kepada Allah karena pacaran itu hal yang banyak mudharatnya. Sementara Allah tidak menginginkan hal yang demikian. Semakin bertambah usia, sampai akhirnya saya menjadi mahasiswa, konsep cinta yang menjadi perhatian saya tentang mencintai suami tidak melebihi cinta kepada Allah. Lagi-lagi saya menganggap hal ini sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Karena saya berfikir, nanti yang jadi suami saya kan orang asing, ya ga akan juga saya cinta melebihi cinta pada Allah. Toh ke orang tua saja saya masih bisa proporsional, dulu begitu.

Lalu sekarang???
Setelah memiliki pasangan semua kesederhanaan pemahaman saya menjelma menjadi sebuah praktek yang sulit. Bahkan untuk sekedar berhati-hati agar tidak terjerumus pada kelebihan cinta tadi saya merasakan perjuangan yang hebat. Contoh kecilnya saja ketika hendak menyiapkan makan malam. Dengan sekelumit kerempongan dengan anak-anak tak jarang makan malam baru akan dimasak mepet waktu maghrib. Saya sering memilih menyelesaikan memasak baru kemudian shalat maghrib dengan berbagai macam pertimbangan. Rasa-rasanya dulu jaman gadis, saya sangat mengupayakan agar shalat tepat waktu. Lalu setelah menikah sedikit demi sedikit nilai-nilai yang dulu saya jaga mengalami degradasi. Kesalahan bukan pada  siapa-siapa melainkan karena kelemahan saya. Dan hal inilah yang menjadikan saya semakin merasa tidak pantas harus berdiskusi perihal poligami, dimana amalan poligami ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berjuang menyempurnakan cintanya pada Allah. Sedangkan saya? Masih banyak belajar dalam manajemen hati agar tak lagi menduakan Allah. (Konsep ini rada kacau karena begitu menyesakkannya membahas pologami ini. Terlebih dalam kondisi merasa berdosa terus menerus mengikuti saya, merasa belum mampu menjadi hamba Allah yang seharusnya)

Kontroversi Yang Tak Diperlukan
Manusia sekian banyak, sekian banyak pula pemikirannya. Termasuk perihal poligami. Dari dulu hingga sekarang menjadi kontroversi yang tak berkesudahan. Mulai dari kaum perempuan sampai laki-laki, diatur oleh agama sampai pemerintah, kontroversinya berlarut-larut. Kalau sudah begini, kembalikan pada pembuat hukumnya yang paling hakiki. Tapi lagi-lagi tak semua manusia paham bahwa poligami ini sudah diatur syariat. (Untuk pembahasan secara syariatnya, silahkan cari referensinyanya, saya ga berkafaah membahas hal ini).
Wajar saja kontrobersi, lha kita nya berpendapat berlandaskan pendapat pribadi. Hahaha

Surga itu Tak Dirindukan?
Ketika poligami menjadi jalan menuju surga, lalu apakah kamu bersedia? Pastinya banyak yang menjawab dengan ketidakyakinan. Atau bisa jadi ngeles 'masih banyak cara lain menuju surga'.

Tulisan ini muncul bukan sebagai wujud diskusi tentang setuju atau tidaknya kita tentang poligami. Tulisan ini muncul sekedar berbagi pemikiran bahwa menuju surga sangatlah mudah. Namun untuk menjadi istiqomah dengan amalan andalan kita menuju ke surga itulah yang sulit. Menentukan amalan andalan pun terkait dengan surga mana yang hendak kita capai. Karena surga itu ada tingkatannya. Lalu bagaimana??? Bagi saya, jalani saja hidup yang sudah ditaldirkan Allah untukmu. Sudah cukup!

Artinya, ketika dikaitkan dengan poligami sebagai jalan menunu surga, kita ditakdirkan menjadi objek dari pelaku poligami, (konteks poligami yang sesuai syariat ya, bukan poligami ala-ala) maka tindakan selanjutnya yang harus kita lakukan adalah belajar ikhlas dan mengembalikan niat dalam menjalani hidup Lillahi ta'ala. Berdoa, semoga akhir hayat kita khusnul khatimah.

Saya rasa hal di atas sudah cukup. Tidak perlu lagi panjang lebar membahas tentang poligami dan kemudian embel-embel wonder women dan seolah paling menderita ketika dipoligami. Atau pembahasan poligami yang dipandang sebagai pelecehan kepada kaum wanita. Dan hal lainnya, dengan segenap pembenaran terhadap pendapat pribadi masing-masing berdasarkan pengalaman sendiri ataupun orang terdekat. Jika demikian, ini hanya masalah sudut pandang dan cara penyikapan. Itulah yang harus kita perbaiki. Jika sudah diperbaiki, yakinlah masih banyak cara menciptakan bahagia yang lain ketika takdir hidup tak lagi dipandang normal oleh manusia karena tak lagi berkeluarga dengan istri 1 melainkan lebih. Tidak perlu dipikirkan, karena hidup kita hanya perlombaan memperoleh cinta Allah, meski dipandang tak lagi normal oleh manusia, selama Allah ridho, maka disitulah kenormalannya.

Jangan bilang tak merindukan 'Surga yang ini'. Karena kedepan kita tak tahu jalan surga mana yang dibukakan Allah untuk kita. Jadi, atas nama surgaNya, demi Allah, rindukanlah surga apapun caranya. Meski kemudian takdir berkata kita lah yang menjadi objek nya.

Wallahua'lam.

Bandung, 20 Juli 2015

Suami, Aku cemburu!

Rabu, 08 Juli 2015

Hai kekasih...hai suami!
Hari ini lumayan rempong ya. Alhamdulillah semua urusan kita lancar. Beberapa waktu kebelakang dan tampaknya juga kedepan kita akan sibuk nih ya suami ...
Oh ya...ada satu hal yang ingin ku sampaikan padamu suami. Aq ingin bilang kalau aku sedang cemburu. Aku tahu dirimu sangat sibuk di kantor. Belum lagi beberapa proyek tambahan sebagai penambah pundi-pundi makanan kita. Dan lebih-lebih saat ini dirimu tengah sibuk mempersiapkan hal-hal terkait beasiswamu. Tapi tetap saja aku cemburu.
Aku cemburu ketika dirimu pulang yang kudapati hanyalah kuapan. Kemudian ketika ku antusias bercerita, dirimu seolah ternina bobokan olehku. Aku cemburu suami!
Rasa-rasanya aku tengah hidup dengan pangeran tidur. Aku seperti di'madu' dengan kantukmu. Sedih rasanya. Tapi sungguh aku tak tega untuk membangunkanmu.
Biarlah ku memelukmu erat saat ku ingin dipelukmu. Biarlah ku menciummu khidmat saat ku ingin dicium olehmu. Karena hari ini dan aku berharap hingga seterusnya aku bahagia mendapatkanmu wahai suami.
Dan yang pasti, ini tahun terhebat untuk keluarga kecil kita, karena kita telah hidup bersama, tak lagi terpisah benua. Dan begitu seterusnya ku berdoa.

Cinta ku untuk suami
Ay Love ATa

Nb. Tulisan ini dikirimkan untuk mengikuti perlombaan menulis surat untuk suami yang diadakan oleh Fahd Pahdepie

Aku Payah!!!

Selasa, 07 Juli 2015

Sudah 5 tulisan..
dan semua mencerminkan resah yang payah dalam diriku tentang hidup dan kehidupan...
Bertafakur tanpa mampu menggoreskan tinta...
Aku hidup dan aku berfikir
Lalu aku mati ...
Apa yang seharusnya bisa kubawa...
Dosa terus menganga bak luka yang sudah menggila...
Aku payah!!!

Sembuhkanlah ia ya Allah

Siang ini hati terasa campur aduk. Seketika terdiam membaca kabar tentang seorang teman satu kampus dulu. Kabar tersebut membuat saya tak bisa menulis apa-apa yang saat ini tengah berkecamuk dalam otak saya. Ya Allah ... rasa-rasanya waktu lalu saya sangat jarang mendapati berita-berita duka atas penyakit, kesusahan hidup atau pun kabar kematian yang langsung terjadi pada teman segenerasi saya. Rasa-rasanya kehidupan lalu kalau pun ada kabar duka bukanlah duka yang langsung dialami teman segenerasi saya.
Dari dulu saya sangat paham betapa penyakit, kematian dan lainnya itu merupakan takdir Allah. Tapi jujur belum pernah terbayangkan sedikit pun ketika satu per satu teman dan kerabat mulai ditimpakan hal tersebut. Hal pertama yang langsung terpikir oleh saya adalah saya pun mungkin akan merasakan ujian lain dari Allah entah kapan waktunya. Allahu rabbi ... tak kuat rasanya diri ini melainkan Engkau yang menguatkanNya... sungguh saya jadi merasa sangat-sangat lemah.
Hanya air mata penuh harapan dan doa yang saat ini bisa saya berikan. Sementara hati ini kacau tanpa arah.. hanya ini yang bisa saya ungkapkan ...

Sembuhkanlah teman dan sahabat dakwah saya ini ya allah... berikan kekuatan dan kesabaran atasnya...

>>> satu persatu memori dengannya terbuka. Meski hanya sedikit, tapi sungguh berita ini membuat saya merenung betapa kehidupan ini terus bergulir tanpa kita tahu takdir seperti apa yang siap menjemput kita di depan... ampuni segala dosa hamba ya Allah...

'Tulisanmu, Pedangmu'

Jumat, 03 Juli 2015

Teman-teman pernah mendengar istilah 'mulutmu harimaumu' bukan? Nah, saat ini tampaknya jaman telah berubah. Istilah tersebut lebih cocok menjadi 'Tulisan mu Pedangmu'. Jika mulut siap menerkam kita sendiri, tulisan pun siap untuk menghunus tubuh kita sendiri.

Sebagai penulis pemula, saya hanya mengedepankan kekuatan pikiran berbekal sedikit pengalaman dengan keadaan apa adanya. Saya berusaha untuk tidak menambah atau pun mengurangi info yang saya tulis. Info yang saya peroleh saya kombinasikan dengan analisis saya sebagai wujud dari proses berfikir saya akan sebuah kasus kehidupan tertentu. Dan saya paham betul bahwa dalam kehidupan ini tidak akan semua orang menyetujui apa yang saya utarakan atau pun cara saya mengutarakannya.

Saya sudah tidak kaget jika ada respon kurang berkenan dari beberapa orang terhadap tulisan saya yang berjudul 'Taklukan Samudra' (TS). Kenapa? Karena memang tulisan tersebut diluncurkan tanpa persetujuan pihak terkait. Namun karena hal tersebutlah makanya saya menggunakan nama samaran dan hanya menceritakan poin yang saya fikir penting untuk dibagi sebagai bahan pelajaran dan pembelajaran bersama buat saya pribadi dan juga para pembaca. Tapi lagi-lagi tak selamanya pendapat saya sesuai dengan semua orang. Dan saya pun meminta maaf atas kekurang berkenanan ini.

Satu hal yang menjadi motivasi saya menuliskan pemikiran saya di blog ini adalah sebagai sarana pemositifan diri. Dan kebetulan setelah tulisan pertama saya published mengenai 'Umi membelah diri aja ya?!' saya mendapati masalah lain diluar kehidupan saya tapi sangat saya yakini harus bisa menjadi pelajaran untuk saya. Sehingga muncullah keinginan untuk menuliskan sedikit cerita tentang kehidupan rumah tangga sepasang suami istri tanpa bermaksud merasa benar atas apa yang saya utarakan.

Tulisan 'TS' muncul sebagai proses berfikir saya yang panjang jauh-jauh hari sebelum kumbang dan bunga masuk dalam kehidupan saya. Hanya saja momen pemancingnya memang kasus mereka. Karena sekali lagi, blog saya Launching sebelum kasus kumbang dan bunga ini terjadi. Semoga dimaklumi dan tidak menjadi alasan oleh pihak terkait untuk kemudian merasa menyesal bercerita kepada saya dan suami. In sya allah privasi pihak terkait sangat saya jaga. Namun sekali lagi, kalau memang tidak berkenan saya meminta maaf melalu tulisan terbuka ini dan in sya allah secara langsung juga.

Sebelum terjadi kesalahpahaman selanjutnya dan kemudian terus berlanjut, saya ingin menyampaikan tujuan saya menuliskan tulisan ini.

Pertama, blog bagi saya sebagai wahana saya mengembangkan pemikiran saya terhadap semua hal yang saya alami, tujuan nya agar saya bisa mengingatkan diri sendiri, orang terkait dan orang lain secara permanen dan terdokumentasi. Adapun mengingatkan secara langsung, sudah saya sampaikan sebelum saya menuliskan kisah kumbang bunga yang berjudul 'TS'.
Kedua, tulisan ini saya tulis sebagai wujud apresiasi saya kepada diri sendiri karena munculnya ide menulis yang sangat mengalir tanpa tersendat. Artinya, saya harus segera mengeksekusi apa yang sedang menggentayangi pikiran saya sehingga tak hanya sekedar menjadi pemikiran tapi bisa dipetik pelajaran kecil di dalamnya karena tulisan ini bisa dibaca oleh orang lain. Selain itu saya pun jadi bisa terus menerus mengembangkan ide menulis saya.
Ketiga, tulisan ini wujud kepedulian saya terhadap permasalahan kumbang dan bunga. Jika pun cara saya kurang berkenan, ini hanyalah semata-mata wujud ketidakmampuan saya berpendapat secara langsung karena saya hanya menjadi pihak pendengar. Oleh karena itu, tulisan-tulisan inilah yang menjadi representasi pandangan saya yang belum tersampaikan secara menyeluruh dan tersusun kepada pihak terkait.

Masing-masing individu memiliki karakteristik yang berbeda. Saya berharap tidak ada karakter yang termatikan disini hanya karena alasan menjadi tidak tenang dengan pendapat-pendapat saya. Kalau pun saya menimbulkan ketidaknyamanan, semoga saja ada pihak lain yang mau hanya menjadi pendengar dari permasalahan kumbang dan bunga ini yang kemudian sabar untuk menjadi pendengar tanpa diharapkan solusi darinya.

Tulisanmu pedangmu, semoga saja tidak menghunus saya. Kalo pun saya terhunus oleh pedang saya sendiri, itu akan menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga buat saya. Karena bagi saya, kehidupan itu keras. Saya harus menghadapi kehidupan yang keras ini di atas kaki saya sendiri. Wallahua'lam.

Salam sayang saya untuk bunga

Nb:
Cinta itu tidak terdefenisi
Sayang itu hal yang pasti
Tak peduli hati tersakiti
Karena hanya ingin diri terbenahi

Taklukan Samudra

Rabu, 01 Juli 2015

Seminggu kebelakang saya bersama suami sedikit disibukkan dengan sebuah permasalahan. Permasalahan ini bagi saya cukup rumit tapi berawal dari hal yang sepele. Dan permasalahan ini adalah permasalahan rumah tangga sepasang suami istri sebut saja mereka bunga dan kumbang.

**Pernikahan**
Kehidupan berumah tangga itu memang unik. Setiap pasangan pasti memiliki kisahnya masing-masing di masa lalu, sehingga pada akhirnya bisa menjadi suami istri dan menjalankan kehidupan baru.
Bagi saya pribadi, menikah itu merupakan hal yang sakral, jadi cukup sekali saja dan selalu berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan dalam menghadapi setiap likunya termasuk ketika menghadapi kenyataan yang tidak sesuai harapan.
Sebelum menikah, saya dengan beberapa orang sahabat selalu saja mencari celah untuk berdiskusi mengenai pernikahan. Dimulai dari cara memilih pasangan, kriteria pasangan yang diharapkan, cara-cara islami yang disyariatkan dalam mencari pasangan, info-info terkait pasangan yang sudah menikah berupa dinamika nya, kasus-kasus perceraian, hmmm... pokoknya semua hal terkait pernikahan kami diskusikan.
Berbekal minimnya pengalaman menjalin hubungan dengan lawan jenis (red. Pacaran), kami pun selalu berusaha untuk menemukan apa yang menjadi poin dalam kasus-kasus yang terbahas dalam diskusi kami. Dengan sedikit ilmu 'sok tahu', dan didukung oleh nara sumber yang sudah mendahului, hal terpenting yang saya ingat waktu itu dalam memulai membina rumah tangga itu adalah kesamaan visi dan misi. Waduh waduh... udah kaya pemilihan ketua OSIS aja ya,,, hehe
Semua hal yang kami diskusikan ini saya coba camkan dalam hati dan pikiran saya. Namun pada kenyataannya kehidupan saya seperti mengalir dan tak terarah karena lumayan mumetnya otak saya kala itu ketika sudah membahas perihal jodoh. Dunia serasa melontarkan tudingan-tudingan mengerikan, serasa saya adalah wanita paling malang. Alhasil, saya pun termasuk wanita yang tidak terlalu memikirkan bibit bebet bobotnya calon pasangan saya. Untungnya nasib baik masih berpihak kepada saya. Sehingga saya mendapatkan pasangan yang sesuai dengan kriteria imam yang disyariatkan islam (in sya allah). Aamiin.

**Fenomena Perceraian**
Akhir-akhir ini (entah hanya perasaan saya) cukup banyak kabar perceraian yang masuk ke telinga saya. Perceraian ini bukanlah perpisahan pasangan suami istri yang sudah bertahun-tahun menikah melainkan perpisahan suami istri yang baru saja sekian bulan menikah. Dalam hati saya nyeletuk "kok bisa ya...????" Atau "ih memang mereka nikah ga mikirin dulu kalo karakter pasangannya begini begitu ya??" Atau hal lainnya.
Fenomena yang terjadi ini cukup membuat saya khawatir, bingung, sedih, ga abis pikir, atau semua perasaan-perasaan muncul bertengger dalam pikiran saya seolah menghantui saya yang saat ini sudah berumahtangga. Saya mencoba untuk mencari apa hal kira-kira yang menjadi penyebab orang bercerai. Apakah hanya sebatas sudah tidak cinta lagi? Hmmmm., tapi rata-rata yang bercerai itu didominasi pasangan yang sudah teruji klinis pacaran lebih dari 5 tahun. Atau karena salah pilih alias ternyata ada yang lebih cakep? Bisa jadi kan... hehehe. Nah, kayanya karena salah pilih pasangan dengan karakter yang ga cocok kali ya... nah lho?! Kok bisa???

**kisah si kumbang dan bunga**
Balik lagi ke kasus sepasang suami istri bunga dan kumbang di atas. Ceritanya, pasangan ini menikah dalam usia yang relatif muda. Bunga masih 19 tahun dan kumbang 22 tahun (saya seumuran bunga masih lap ingus pake baju tuh #eh). Mereka menikah lantaran saling suka (dan tampaknya belum pake cinta). Sekitar bulan februari 2014 mereka mendeklarasikan diri dengan status berpacaran mereka dan bulan mei di tahun yang sama, mereka memantapkan diri untuk menyampaikan keinginan kepada orang tua mereka untuk segera menikah (saya sangat memgapresiasi ini awalnya).
Pada dasarnya orang tua kedua belah pihak tidak melarang niatan mereka. Hanya saja, orang tua si kumbang menyarankan agar mereka menikah setelah si kumbang memperoleh gelar sarjana dan pekerjaan (waktu itu si kumbang tengah menyelesaikan skripsinya). Namun sayangnya si kumbang dan juga si bunga beserta orang tua nya kurang mengindahkan saran dari orang tua si kumbang ini (#konsep1). Akhirnya pada bulan juni, berlangsunglah pernikahan tersebut.
Si kumbang terlihat sangat bahagia. Satu persatu hal yang diharapkan orang tuanya dia peroleh. Dimulai dari gelar sarjana hingga pekerjaan yang dinilai cukup layak untuknya. Meski harus menempuh kehidupan berumah tangga dengan LDR (Long Distance Relationship), tapi kumbang benar-benar menunjukan kepada orang tuanya bahwa dia bisa menjalani semua ini. Kalau pun ada hal yang kurang berkenan yang terjadi dalam rumah tangganya, dia tidak menceritakan kepada orang tuanya.
Pernikahan si kumbang dan bunga ini merupakan pernikahan yang diawali dengan kesepakatan (saya pun demikian, hanya berbeda poin). Mereka memiliki kesepakatan kalau mereka akan menunda terlebih dahulu untuk memiliki keturunan demi kelancaran studi sang istri yang terikat beasiswa yang tidak membolehkan menikah (#konsep2). Selain itu mereka juga bersepakat kalau si bunga belum akan mendampingi si kumbang secara mandiri sampai bunga memperoleh gelar sarjananya dan si kumbang mampu menyediakan rumah yang layak untuk mereka tempati (#konsep3). Dan si kumbang juga tidak dibebankan tanggungjawab materi terhadap si bunga selama si bunga masih berkuliah (#konsep4).
Kesepakatan-kesepakatan ini tampak aneh dipandangan saya, tapi ya saya berpikir jika mereka sanggup, ya silahkan saja jalani. Begitu pikir saya waktu itu. Secara pribadi, saya sangat tidak setuju dengan kesepakatan seperti ini. Karena menurut saya banyak hal yang dilabrak terkait hak dan kewajiban suami istri. Tapi lagi-lagi saya hanya menganggap wajar kesepakatan itu selama yang menjalankannya ikhlas.

**Letakan Sesuatu pada Tempatnya**
Belum setahun pernikahan mereka, tiba-tiba saya mendapati mereka tengah berkonflik. Awalnya saya berfikir konflik yang mereka alami sepele hanya masalah cemburu. Tapi kesini-kesini jadi melebar selebar dunia ini (alah lebay).
Kasusnya katanya terkait pihak ketiga. Usut punya usut, ternyata kumbang dikabarkan lagi dekat dengan seorang perempuan. Perempuan ini satu tempat kerja dengan si kumbang. Dan perempuan ini hanya tahu kalau si kumbang belum menikah (kumbang bekerja disalah satu sekolah yang salah satu syarat diterima bekerja disana harys status single). Tampaknya sang perempuan memang terpesona dengan si kumbang. Dan si kumbang pun mendapati perempuan ini lebih dewasa dari bunga.
Singkat cerita, kumbang menceritakan kepada mertua dan istrinya kalau ada seorang perempuan yang tengah dekat dengannya. Ternyata kejujuran si kumbang ini berbuah asem. Sang istri sangat kecewa da marah. Mertuanya pun sama. Dengan sekelumit cerita panjang konflik ini, poin yang saya dapati dari kasus mereka adalah begitu banyak hal yang terkuak dan terlontar dari istri dan mertua si kumbang terkait karakter si kumbang selama menjadi suami. Semua keluar begitu saja berawal dari sebuah kasus yang dianggap 'perselingkuhan' yang sebenarnya belum terjadi ini.
Bunga yang tadinya saya kenal sebagai sosok yang sangat pendiam ternyata sangat 'talkative' sekali..hehehe... persis ibunya (atau memang fitrah perempuan kali ya..hehehe..soalnya saya juga cerewet denk). Semuanya dimuntahkan oleh bunga. Semua unek-unek nya. Sementara, dilain kesempatan, kumbang dengan introvert akutnya, hanya berbicara seadanya dan menginformasikan hal-hal terkait permasalahannya juga seadanya. Namun ada poin yang sama yang saya temukan dari omongan mereka yaitu 'saya sudah ga kuat lagi'.
Subhanallah ... astaghfirullah...naudzubillah. aduh saya sampai campur aduk gini perasan pas ngedenger ucapan mereka itu. Tapi ya tidak bisa disalahkan juga, memang usia mereka masih usia labil. Usia dimana mereka baru akan mengakhiri masa remaja akhir menuju dewasa awal. Sehingga akhirnya saya berkesimpulan omongan mereka tersebut hanya emosi sesaat.
Eh eh eh... tapi... hal senada juga terlontar dari mulut orang tua bunga. How come????? (Wajah kaget).
Selama seminggu kurang lebih saya beserta suami seperti diamanahi untuk menjadi fasilitator terhadap masalah kumbang dan bunga ini, selama itu pulalah kami tak henti-hentinya berfikir dan kemudian berdiskusi. Berbagai spekulasi muncul, hipotesis terbentuk (sok-sok ilmiah ceritanya) dan kami mencoba mengerucutkannya dalam bentuk 'problem solving'. Dan langkah pertama yang kami tempuh adalah mencari akar yang menjadi permasalahan ini muncul. Kemudian didapatkanlah 2 poin penting: 1) ridho orang tua, 2) Konsep pernikahan yang seharusnya.

**Kembali ke jalan yang Benar**
Ibaratkan mahasiswa, kumbang dan bunga ini tampaknya sudah salah dalam mengawali penulisan skripsinya. Pertama mereka tidak mengikuti arahan dosen, kedua mereka tidak mengikuti kaedah penulisan skripsi yang benar. Hasilnya, skripsi mereka jangankan kelar melainkan mental terus untuk disidangkan .. hehehe (tampaknya saya sangat mengingat betul sejarah perakademikan saya ini :D ).

Pernikahan itu lebih rumit pastinya dari skripsi. Tapi banyak diantara kita kurang mempersiapkannya dengan baik, sehingga ketika sudah menikah pada mundur teratur. Dalam mengawali pernikahan, tentunya harus berbekal ridho orang tua, karena sama-sama kita ketahui, ridho Allah itu ada pada ridho orang tua. Dalam kasus kumbang ini, meski orang tua mengiyakan keberlangsungan pernikahannya, tapi si kumbang lupa akan ridho orang tua yang hanya didapat jika kita sebagai anak benar-benar menempuh cara baik dalam memperoleh keinginan kita. Kemudian, kesepakatan-kesepakatan pra pernikahan antara kumbang dan bunga ini tampaknya tidak patut dicontoh karena sudah menyimpang dari hal yang sudah menjadi sunatullah.

Sunatullahnya, esensi pernikahan itu salah satunya untuk memperoleh keturunan (hasrat alami manusia). Hasrat biologis itu Allah yang hadirkan, dan bagaimana cara untuk menyalurkannya ya dengan menghalalkan hubungan (menikah). jadi keliru apabila dalam sebuah pernikahan diawali dengan menunda untuk memperoleh keturunan (dalam kasus kumbang, awalnya istri menggunakan KB pil, tapi karena menyerang ginjal, akhirnya KB dihentikan dan ibu si bunga meminta kumbang untuk tidak menyentuh bunga.. #aneh-aneh aja).
Pernikahan juga mengubah status dan peran seseorang. Ketika sudah menjadi suami atau istri, ya ketika itu pula ada hak dan kewajiban akan melekat. Dimana-dimana, ketika hak dan kewajiban tidak tertunaikan dengan baik, itulah yang akan menjadi bumerang yang bisa menyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga. Dan kumbang bunga pun mengalami hal tersebut. Baik bunga atau kumbang dibebas tugaskan dari kewajiban sebagai suami istri. Bunga tidak dibebankan tugas-tugas rumahtangga seperti mencuci dan memasak, kumbang pun tidak dibebankan kewajiban memberi nafkah materi kepada bunga. Alhasil, benar saja, ketika konflik perselingkuhan menjadi pemetik api, terlontarlah dari mulut bunga perihal ini (Juga dari mulut ibunya bunga).
Satu hal lagi terkait kemandirian. Dimana-mana, sehatnya, sebuah rumah tangga itu harus dinahkodai oleh pemimpinnya. 1 rumah tangga, 1 kapal. Artinya setiap pasangan harus mencoba melepaskan diri dari orang tua. Berani menikah artinya berani memulai hidup baru. Artinya lagi, berani mengarungi samudra kehidupan dengan kapal baru. Andaikan masih menumpang dengan kapal orang tua, ya siap-siap saja ada intervensi dalam pelayaran. Karena kita statusnya menumpang, ya mau ga mau harus ngikut nahkoda kapal yang kita tumpangi.

Banyak hal memang jika sudah membahas sebuah pernikahan. Karena memang pernikahan ini unik, masing-masing rumah tangga ada kisahnya sendiri, ada cara penyelesainnya sendiri, dan ada ritme nya sendiri. Tidak bisa disamakan. Hanya saja, untuk konsep-konsep awal dalam membangun rumah tangga memang benar-benar harus lurus dan kuat. Paling tidak untuk konsep-konsep dasar seperti hal diatas. Meletakkan sesuatu pada tempatnya itulah yang menjadi poin. Jika pun ada gejolak, jadikan dinamika dan tantangan yang harus dihadapi dalam menaklukan samudra luas yang bernama rumah tangga.

Semoga bermanfaat ^^