MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Image Slider

Workshop Kurikulum Anak Usia Dini

Sabtu, 23 Februari 2019
Pendidikan, katanya harus dimulai sejak dini. Tapi bukan berarti kita harus mengajari anak membaca dan menulis layaknya anak SD sejak usia dini ya 😆. Seperti halnya tumbuh kembang anak, pendidikan pun memiliki tahapan-tahapannya. Karena memang pada dasarnya mendidik anak itu sama halnya dengan membantu anak mencapai tahapan tumbuh kembang yang sesuai dengan usianya.


Tanggal 2-10 Februari lalu, saya mengikuti sebuah workshop online tentang kurikulum anak usia dini (AUD). Workshop ini diadakan oleh klastulistiwa.com yang informasinya saya peroleh dari teman saya. Karena saya mengetahui concern teman saya ini seperti apa dalam menyebar info di akun medsosnya, maka tanpa pikir panjang saya pun mendaftarkan diri untuk mengikuti workshop yang diinfokannya itu.

Motivasi Awal Ikutan Workshop
Sejak resmi menjadi ibu, tahun 2013 lalu, pikiran untuk menjadi homeschooling mom selalu mengikuti saya. Tadinya saya berfikir homeschooling untuk AUD bisa dilakukan cukup dengan menghadirkan aneka kegiatan bermain yang menarik dan menyesuaikan kebutuhan anak. Ternyata, pada praktiknya, menghadirkan kegiatan bermain sesuai kebutuhan anak itu tidak semudah yang saya bayangkan. Saya pun menyadari bahwa saya pribadi membutuhkan rencana di atas kertas berbentuk kurikulum dengan bekal ilmu tumbuh kembang AUD.

Baca Juga: Blueprint Pengasuhan

Pada tahun 2016, saya pun (sok-sok an) mencoba mengejawantahkan ilmu kesarjanaan saya 😅. Berbekal aneka materi yang saya peroleh baik dari pengalaman menjadi guru PAUD dan hasil cari-cari online, saya kolaborasikanlah dengan ilmu keguruan saya dalam merancang kurikulum. Berhasil alhamdulillah (lumayanlah). Tapi saya terhenti dan kembali berdamai untuk tidak terlalu kaku dalam panduan kurikulum ala-ala saya itu. (Putus asa karena ga sesuai yang diharapkan) 😆

Ide menelurkan kegiatan dengan panduan kurikulum sepertinya tak lepas dari background pendidikan saya. Tapi merealisasikannya tak semudah yang terlihat di akun instagram teman-teman lain yang tidak memiliki latar belakang keguruan seperti saya. Hiks sedihnya.

Ibarat dokter, kalo lagi sakit tetep aja kan butuh bantuan dokter lain 😂. Jadilah saya merasa butuh bantuan rekanan lain yang lebih berpengalaman agar tidak putus asa karena melihat orang lain kok ya asik gitu main sama anaknya 🙈.

Namun harapan untuk menemukan bantuan pun tak segera terendus oleh saya. Entah karena saya yang tidak peka kayanya. Jadilah baru tahun 2019 ini akhirnya saya menemukan bala bantuan yang saya harapkan tadi. Yaitu si workshop pengembangan kurikulum AUD ini.

Sedikit tentang Pilihan Pendidikan: Sekolah Formal atau Homeschooling?
Bagi saya mempersiapkan pendidikan anak tidak hanya sekedar memilihkan sekolah terbaik dan atau favorit untuk anak. Tapi juga dengan menghadirkan aneka pilihan diluar pilihan mainstream, salah satunya homeschooling. Tujuan awalnya hanya sebagai tindakan preventif saja kalo-kalo anak-anak 'tidak cocok' dengan sekolah formal karena keterbatasan bahasa mereka mengingat keberadaan kami di negara orang. Ternyata, 3 tahun di Columbus, anak-anak cocok dengan sekolah formal disini.

Baca Juga: Homeschooling Aja Gitu?

Namun, karena tahun 2019 adalah tahun terakhir in sya Allah kami berada di Amerika, saya pun merasa perlu lagi untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan untuk melakukan homeschooling. Sehingga lagi dan lagi kebutuhan saya untuk memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum kembali dirasakan. Jadilah saya makin termotivasi untuk belajar sedikit demi sedikit agar bisa mengembangkan kurikulum sesuai ilmunya.

Sedikit Tentang Kurikulum
Pastinya istilah kurikulum sudah tidak asing ya ditelinga kita. Biar konsepnya lebih kebayang, saya cantumkan sedikit tentang apa itu kurikulum.

Pengertian kurikulum menurut UU nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS Kurikulum adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu".

Dari dua pengertian di atas, ada 3 komponen yang perlu kita perhatikan:
1. Seperangkat rencana dan pengaturan
2. Cara penggunaan
3. Tujuan pendidikan

Dengan kata lain, kurikulum dibuat untuk merancang dan mengatur kegiatan pembelajaran sedemikian rupa agar tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

Anak Usia Dini (AUD)
Menurut beberapa ahli, anak usia dini (AUD) adalah anak yang memiliki rentang usia 0-6 tahun. Penyebutan istilah usia dini juga di alamatkan untuk anak-anak usia pra sekolah, yaitu 0-6 tahun tadi. Ada juga yang menyebutkan rentang usia 0-8 tahun.

Di Indonesia sendiri, penyebutan anak usia dini akan langsung diasosiasikan pada PAUD, yaitu pendidikan anak usia dini. PAUD sendiri merupakan jenjang pendidikan sebelum anak memasuki Taman Kanak-kanak, yaitu usia sekitar 2-4 atau 5 tahun.

Sedangkan jika saya merunut pada kurikulum yang dikembangkan tim workshop yang saya ikuti, anak usia dini yang dimaksud adalah rentang usia 4-7 tahun. Meskipun dalam praktiknya, tim workshop tetap membantu pengembangan aktivitas untuk anak-anak usia di bawah 4  tahun.

Intinya sih AUD itu anak kecil yang belum masuk usia sekolah dan atau usia siap sekolah (usia 7 atau 8 tahun).

Tujuan Pengembangan Kurikulum AUD
Pengembangan kurikulum untuk anak usia dini yang diterapkan dalam workshop ini, sedikit banyaknya memang mengikuti cara pengembangan kurikulum resmi dari pemerintah. Yang tujuan akhirnya yaitu menyelaraskan kompetensi yang diharapkan di setiap aktivitas anak-anak agar tujuan pendidikan tercapai.

Jadi bisa dikatakan bahwa pengembangan kurikulum ini untuk membantu orang tua agar on the track. Alias terarah sesuai tahap tumbuh kembang anak dalam melakukan aktivitas bareng anak kelompok usia dini ini.

Sedangkan tujuan pribadi saya dalam mengembangkan kurikulum AUD ini, terutama untuk anak sendiri, karena saya ga ada kerjaan selain mikirin anak, anak, dan anak lagi 😆. Jadi tujuan saya untuk menyibukkan diri.

Baca Juga: Fakta Mendidik Anak Kembar

Selain itu kehidupan berumah tangga saya yang nomaden membuat saya berfikir untuk mempersiapkan diri atas segala kemungkinan termasuk kemungkinan pilihan pendidikan yang ditawarkan ke anak seperti yang saya sebutkan di atas.

Tapi eh tapi, setelah mengikuti workshop ini, saya kayanya bakal merevisi tujuan saya mengembangkan kurikulum untuk anak ini. Biar lebih berfaedah. #tsah!

Apa Saja Yang Didapat di Workshop AUD?
Banyak hal yang saya dapatkan dari workshop yang diadakan oleh teman-teman klastulistiwa ini. Secara garis besar ada tiga hal, yaitu:

1. Materi-materi tentang anak dan kurikulum
Hari pertama workshop dimulai dengan kuliah telegram (kulgram) yang terbagi ke dalam 2 sesi.
🌸 Sesi pertama membahas tentang homeschooling
🌸 Sesi kedua membahas tentang cara mengembangkan kurikulum

Setelah kulgram selesai, peserta workshop tetap standby selama satu minggu untuk mengaplikasikan materi dari kulgram. Materinya diantaranya:


2. Diskusi dan resume lengkapnya
Seluruh hasil diskusi baik di kulgram ataupun di grup workshop di rangkum cukup rapi oleh tim klastulistiwa. Sehingga ketika dibutuhkan untuk mereview saya pribadi merasa terbantu karena materi-materi yang disampaikan di dalam diskusi juga tersedia (tidak lagi berbentuk file pdf yang perlu didownload ulang).

Selain resume kulgram dan workshop, juga ada resume tugas kelompok dan tugas pribadi. Sehingga semua peserta workshop bisa memperoleh ide kegiatan lengkap untuk setiap tema dan subtema kurikulum.

3. Panduan dan bimbingan langsung dalam mengembangkan kurikulum
Meskipun online, workshop kurikulum ini menurut saya cukup komprehensif karena arahan dan panduan aktif dari tim pelaksana. Selama kita mengikuti acara sesuai schedule, maka workshop akan terasa seperti workshop offline (tatap muka).

Nah selain 3 hal di atas, bagi peserta yang menunaikan kewajiban dengan mengerjakan tugas-tugas yang ada akan memperoleh sertifikat penghargaan. Saya pribadi sih ga ekspek, tapi ya lumayan aja kan nambah-nambah bukti keikutsertaan dan buat portofolio kita juga 😆😉


Selain itu, meskipun online, peserta tetap mendapat workshop kit yang dikirim langsung ke alamat rumah peserta. Karena saya lagi ga di Indonesia, jadi workshop kit saya kirimkan ke rumah kakak saya yang isinya seperti terlihat di bawah ini:


Beginilah Workshop Online
Karena namanya workshop, jadi ya hasil akhir yang diharapkan tentunya setiap peserta bisa mengembangkan kurikulum secara mandiri. Seperti yang pernah saya lakukan dulu 😆 bedanya sekarang mah pake panduan dari orang yang berilmu, ga sok-sok an lagi pake ilmu kanuragan 🙈.

Sebelum melakukan praktik bagaimana cara mengembangkan kurikulum AUD, seperti yang saya sampaikan di atas, tim klastulistiwa membekali saya dan peserta lainnya dengan berbagai macam materi seputar pendidikan anak dan kurikulum AUD. Fokus utama memang untuk membakali peserta yang memiliki motivasi melakukan homeschooling untuk anak-anaknya berdasarkan nilai-nilai Islam.

Diskusi pun dilakukan untuk menyamakan persepsi tentang hal-hal terkait. Dari materi dan diskusi inilah saya memperoleh insight baru tentang kenapa perlu homeschooling dan apa yang perlu kita lakukan jika memilih pendidikan formal.

Sambil berjalan, setelah materi disampaikan dan diskusi dilakukan, teh Mierza, pemateri sekaligus founder dari klastulistiwa.com mulai memandu kami para peserta melakukan pengembangan kurikulum AUD di bantu beberapa fasilitator. Saya masuk kelompok yang difasilitatori oleh teh Rina.

Bagi teman-teman jurusan keguruan tentu tidak akan asing dengan aktivitas pengembangan kurikulum ini. Bagaimana menelurkan kurikulum ke dalam bentuk kegiatan berdasarkan kompetensi yang ada. Dalam workshop ini, bedanya ada aspek Islami yang perlu kita perhatikan sehingga anak sebagai peserta didik bisa memperoleh pendidikan agama sejak dini menyesuaikan dengan usia mereka.

Resume Materi yang Saya Tangkap
Sejujurnya, hingga tulisan ini saya buat, saya belum kelar baca semua materi yang 'digelontorkan' oleh teh Mierza. Masha Allah materinya banyak berlimpah dan isinya daging semua. Makanya saya butuh waktu ekstra untuk menuntaskan semuanya di tengah ke(sok)sibukan saya.

Secara garis besar, yang bisa saya bagikan dalam tulisan ini, materi yang saya dapat di workshop ini adalah:
1. Tentang taksonomi bloom dan maslow
2. Penggunaan KKO yang KISS
3. Contoh-contoh ide bermain
4. Aneka macam materi tentang pendidikan anak
5. Video-video mendidik anak dalam Islam
6. Kurikulum AUD

Penasaran kan sama materi-materinya 😆.

Contoh Pengembangan Kurikulum
Dalam workshop online ini, semua peserta akan dibagi ke dalam 4 grup untuk melakukan tugas grup. Grup A1, A2, B1 dan B2 dengan spesifikasi grup A adalah pengembangan kurikulum untuk anak usia 4-6 tahun dan grup B anak usia 5-7 tahun.

Selain pengembangan kurikulum dalam tugas grup, ada juga tugas individu. Pada tugas individu ini, kita diminta mengembangkan kurikulum untuk anak didik kita, yaitu anak sendiri.

Nah, berikut saya cantumkan contoh tugas grup yang saya buat setelah melewati 3 kali revisi 🙈.

Merisa Putri:
Rina Mardiana:
Rina Mardiana:
Merisa Putri:
Merisa Putri:
Rina Mardiana:
Merisa Putri:
Nama: Merisa Putri
Tugas Grup 2A
1. Tema Tanaman TK-A
Subtema:
🌸Macam2 tanaman
Kompetensi: bahasa, seni
Kegiatan:
* menyebutkan aneka tanaman dari kemasan bibit tanaman yangmenyebutkananam (daun mint, tomat, bunga hias,strawberry, jahe, cabe, dan daun bawang)✅
* menanam bibit2 tanaman tersebut✅
* menyiram tanaman✅
* mengamati pertumbuhan tanaman✅
* menceritakan apa yang  dilihat dan amati dari tanaman2 tersebut✅
* mengulang doa melihat permulaan buah
* menggambar aneka tanaman yang terdapat di taman dekat rumah✅
* membuat nama tanaman di atas pasir sintetis
🌸Fungsi tanaman
Kompetensi: bahasa, seni
Kegiatan:
* memasak tumisan sayur dengan menggunakan daun bawang dan tomat yang ditanam✅
* membuat jus strawberry (menghitung brp strawberry yang diperlukan, brp sendok madu dan air)✅❤️
* menonton video reboisasi ✅
*  menyebutkan fungsi pohon berdasarkan video yang ditonton✅
* menggambarkan aneka tanaman hias✅
* menghias rumah dengan tanaman hias✅
2. Tema Bepergian TK-A
Kompetensi: fisik dan motorik, bahasa
Subtema:
🌸Tempat pemberhentian dan pemberangkatan kendaraan
* mencocokkam jenis transportasi dan tempat pemberhentian menggunakan flashcard✅
* menyebutkan tempat pemberhentian mana saja yang pernah dikunjungi✅
* bermain peran menjadi kendaraan (pesawat, kapal, bus dan kereta api) yang akan berangkat dan yang sedang mencari tempat pemberhentiannya ✅
* menyebutkan nama tempat pemberhentian dalam bahasa arab dan bahasa inggris✅
🌸Bagian2 dari kendaraan
* merangkai balok mainan berupa kendaraan ✅ MERANGKAI
* menyebutkan bagian apa saja yang sedang mereka rangkai dalam bahasa arab dan bahasa inggris dan indonesia✅
* menggambar salah satu kendaraan✅
* menyebutkan nama bagian kendaraan sesuai gambar
🌸Dengan apa kendaraan bisa bergerak
* menonton video jenis2 bahan bakar untuk kendaraan✅
* mencocokkan kendaraan sesuai dengan bahan bakarnya menggunakan sticker✅
* MENYEBUTKAN bahan bakar yang digunakan setiap kendaraan✅
* menyetorkan doa naik kendaraan
3. Tema Pekerjaan TK-A
Kompetensi: Sosial
Subtema:
🌸Macam2 pekerjaan
*menyebutkan pekerjaan orang tua, orang tua teman, opa, oma, om dan tante.✅
* menyebutkan pekerjaan yang ada di flash ✅
* bermain peran  ✅
* mewarnai gambar macam2 pekerjaan✅
* mencocokkan gambar yang diwarnai dengan tulisan nama pekerjaan✅

🌸Tugas dari macam2 pekerjaan
* menyebutkan tugas pekerjaan yang dilakukan keluarga sekitar: umi, abi, om, tante, opa, oma✅
* menyebutkan tugas pekerjaan dari flash card✅
* mencocokkan pekerjaan yang dilakukan umi dan abi dengan yang ada di flascard✅
*  mencocokkan pekerjaan dengan tugasnya dengan tracking line✅
* mewarnai alat yang mengidentifikasi pekerjaan tertentu✅
*menyebutkan kegunaan atau fungsi alat tersebut✅

Demikianlah sedikit (katakanlah) review saya tentang workshop yang saya ikuti. Semoga berkah dan saya bisa menerapkannya sesegera mungkin.

Buat teman-teman yang tertarik atau mau kepo tentang workshop ini, bisa kunjungi web klastulistiwa.com ya. Di web itu juga bisa dibaca tentang latar belakang dan karya-karya teh Mierza sebagai pemateri dalam workshop ini.

Apapun motivasi awalnya, bagi saya mau kita memilih homeschooling ataupun tidak, prinsip 'selalu belajar-belajar selalu' harus terus kita pupuk dan tanam. Agar kita tidak kebablasan dan keenakan 'menitipkan' pendidikan anak-anak kita ke sekolah atau madrasah. Esensinya anak itu amanah buat kita orang tua nya, guru dan lingkungan sebagai faktor eksternal yang bisa membantu kita dalam mendidik anak. Begitu kan ya?

Semoga tulisan ini bermanfaat ya. Jika ada yang kurang tepat atau ada yang mau ditanyakan, silahkan tinggalkan komennya 😊.

Columbus, 23 Februari 2018

Ngobrol Tentang Sekolah Zaid dan Ziad

Kamis, 21 Februari 2019
Kembali menulis tentang anak setelah sekian lama memutuskan 'off'. Kenapa? Karena berbagai macam alasan 😄. Salah satu alasannya karena belum siap mental menerima berbagai macam masukan dari pihak luar. Cemen ya alasannya 😅

Homeschooling atau sekolah formal

Jadi memang perihal anak, dahulu kala menjadi hal yang sangat menarik bagi saya untuk 'diumbar' ke khalayak melalui dunia media sosial. Bukan karena apa-apa. Karena memang saya ga punya rutinitas lain yang bisa dibagi selain rutinitas 'kebersamaan' dengan anak. Ditambah saat itu media sosial menjadi salah satu 'tempat ternyaman' saat itu untuk mengungkap segala jenis perasaan. Terutama buat ibu-ibu muda alay seperti saya. Yang membesarkan si kembar sendiri tanpa kehadiran fisik suami. Syediiiiihnya 😂.

Lalu sekarang? Aneka pengalaman dan perjalanan hidup mengantarkan saya untuk sedikit beralih menjadi pribadi 'introvert' perihal anak. Paling tidak saya memilih tertutup di dunia maya. Salah satunya dengan membatasi postingan yang membahas anak-anak baik melalui foto ataupun caption. Membatasi bukan berarti tidak pernah posting tentang anak sama sekali ya 😂. 

Pilihan membatasi diri ini bermula dari kegelisahan saya akan karakter pribadi saya. Dimana saya adalah tipe individu yang ketika memperoleh pujian maka akan terhenti pada capaian yang dipuji itu saja, dan apabila memperoleh kritikan, maka akan mundur melanjutkan capaian yang telah direncanakan. Karakter seperti inilah yang saya endus agak berdampak buruk pada perjalanan hidup saya. Karena daya juang bisa menurun dan keflematisan saya akan menggiring saya pada karakter 'cepat puas'.

Di satu sisi saya bersyukur dengan karakter macam ini. Paling tidak saya bisa terhindar dari yang namanya karakter ambisius. Dimana, si ambisius yang tidak terkontrol akan menggiring pada hal negatif berupa ketertekanan.

Apapun karakter itu, intinya sih gimana kita ngontrolnya ya. Tsah!

Lalu apa kabar si kembar ZaZi?

Nah ini yang mau saya tuliskan.

Anggap saja tulisan ini sebagai refleksi diri seorang saya, di usia anak kembarnya yang telah beranjak ke angka 5. Masya Allah ...

Saya tidak bisa lagi mengingat dengan jelas, tulisan dengan tema apa saja yang pernah saya goreskan di blog ini terkait si kembar. Yang pasti tulisan berisi curhatan barbar saya yang stressful mendampingi sikembar hingga tulisan yang berisi tips mendidik anak yang sok-sokan saya buat kayanya ada deh di blog ini 😂. Bahkan ada tulisan yang isinya cuma se paragraf kalo saya ga salah, saking saya desperado sama diri sendiri dalam hal mendidik anak 😆 trus ga tau harus menumpahkan emosi negatif sehingga berujung pada kedipan kursor yang menghasilkan tulisan singkat pelepas lelah jiwa.

Masya Allah ... mengingat kembali masa-masa 'indah' itu rasanya saya pengen mewek sekarang 😣. Ga nyangka bakal berada di fase 'mempersiapkan' si kembar untuk menjadi kakak bagi adik bayi mereka. In sya Allah ...

Tuh kan tulisan prolog nya jadi kepanjangan yaks 😂😂😂 Begini nih kalo udah nulis tentang anak 😆

Okeh, di lima tahun usia Zaid dan Ziad ini, saya mau brainstorming saja dengan teman-teman yang baca tulisan ini (kalo ada 😂), perihal pilihan pendidikan untuk anak: di sekolah atau di rumah?

Konteksnya pendidikan Zaid Ziad. Jadi akan dibahas perihal isi otak saya dan suami terkait pilihan pendidikan untuk si kembar.

Jadi kemaren, ketika piknik dengan teman-teman Indonesia disini, salah seorang teman nyeletuk ke saya ketika kami membahas soal sekolah anak.

"Mba Putri homeschooling aja. Situ kan S.Pd ..."

Yup! Saya dan suami sama-sama berlatarbelakang Pendidikan keguruan. Logikanya, cukuplah untuk bisa menjelma (kaya siluman aje) jadi guru buat anak sendiri. Tapi praktiknya ga semudah logika kan ya ... 😆

Saya dan suami sejujurnya sudah sejak anak-anak berusia 2 tahun tak putus membincangkan perihal pilihan pendidikan anak ini. Berbagai macam jenis pilihan pendidikan seperti sekolah alam, sekolah Islam terpadu hingga homeschooling masuk dalam bahasan-bahasan saya dan suami. 

Alhamdulillah, mengenyam hidup di Amerika membuat saya dan suami sedikit terbantu dan terbuka mata dan pikiran dengan sistem pendidikan disini. Paling tidak, kekhawatiran saya perihal biaya pendidikan usia dini yang luar biasa 'najong' di Indonesia bisa teratasi sementara. Sembari belajar 'adem'nya guru PAUD disini menerapkan metode yang agak mirip metode Montessori ini, anak-anak pun terbantu perkembangannya yang sempat mengalami keterlambatan dalam kemampuan verbal.

Dua tahun didampingi guru-guru headstart (sejenis PAUD di Indonesia), saya pun terbuka mata untuk melihat lebih teliti dan mendalam kebutuhan Zaid Ziad dan kemudian mengenyampingkan 'obsesi' pribadi saya terkait pendidikan anak.

Merunut dari pengalaman menerapkan berbagai metode bermain untuk anak usia dini oleh diri sendiri, kemudian mendidik anak yang diperbantukan guru-guru headstart anak-anak, membawa saya pada sebuah titik temu pendidikan yang cocok untuk Zaid Ziad dalam konteks tempat. Di sekolah atau di rumah? Jawabannya? MIX.

Hakikatnya, pendidikan untuk anak-anak kita memanglah pendidikan campur-campur. Baik perihal lingkungan belajarnya maupun metodenya. Karena tidak ada kan lingkungan yang ideal plus metode yang sempurna? Semua saling melengkapi. Bahkan hal negatif pun diperlukan dalam pendidikan anak untuk memberikan sisi pembanding sebagai bagian dari kehidupan dunia nyata yang memang selalu terdiri dari dua sisi. Sehingga kurang bijak juga rasanya ketika saya terlalu khawatir dengan hal negatif dan memilih untuk menghindarinya. Anak seolah di border dari hal-hal negatif yang membuat mereka menjadi tabu akan hal tersebut. Sehingga membuat mereka menjadi rapuh.

Semisal perihal kekhawatiran saya tentang anak yang terkena kecanduan games. Karena tidak ingin anak kecanduan games, akhirnya saya tidak mengizinkan anak bergaul dengan anak lain yang suka ngegame. Alih-alih memberikan solusi lain untuk anak, larangan demi larangan justru membuat anak jadi penasaran dan backstreet. Sehingga ada baiknya mengkomunikasikan alasan kenapa games dilarang menjadi cara yang ditempuh ketimbang larangan saklek yang justru memancing tumbuhnya jiwa pemberontak anak. 

Jadi, untuk sementara ZaZi bakal terus memperoleh pendidikan formal di sekolah dengan syarat home education ga boleh berhenti dan saya dan suami sebagai orang tua harus selalu eling bahwa pendidikan anak adalah tanggungjawab kami.

Mari kita lihat saja ke depan, apakah akan ada perubahan pemikiran dan ZaZi bakal jadi anak homeschooling? Let's see ya. In sya Allah apapun itu semua pasti yang terbaik selama kita mengusahakan yang terbaik. Semoga Allah meridhoi. Aamiin.

Columbus, 2018


Pendidikan Hati untuk Membentuk Karakter Anak

Jumat, 08 Februari 2019
Mendidik dan membesarkan anak tak bisa lepas dari tantangan dan juga ujian. Mulai dari saat mereka terlahir hingga mereka tumbuh dewasa. Setiap orang tua tentunya menginginkan ujian dan tantangan tersebut mampu terlewati dengan baik dengan melihat anak-anak tumbuh menjadi anak yang berkarakter baik.


Karakter Baik Menurut Al-Qu'ran
Di dalam islam, karakter baik yang dimaksud yaitu taat kepada Allah, mencintai Rasulullah, berbakti kepada orang tua, dan saling menghargai sesama. Lebih lengkapnya, karakter baik yang perlu dimiliki oleh seorang mukmin sudah dijelaskan di dalam Al-Quran. Di antaranya terdapat dalam surat Al-Mu'minun ayat 1-11.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11)

Artinya: "Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (QS. 23: 1-11)

Untuk mengantarkan anak-anak kita pada pembentukan karakter seperti yang termaktub di dalam Al-Quran tersebut, maka perlu dilakukannya tarbiyah atau pendidikan hati untuk anak.

Pendidikan Hati
Tentunya kita semua sudah pada tahu apa itu hati yang dimaksud dalam konteks pendidikan. Makna hati lebih mendekat ke perasaan atau batin seseorang. Dalam KBBI hati disebut sebagai "sesuatu yang berada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan segala macam pengertian". Arti lainnya yaitu "sifat (tabiat) batin manusia".

Secara ruhaniyah hati diartikan sebagai tempat beradanya keimanan, ketaatan, dan pengagungan kepada Allah Azza Wajalla (Suparlan, 2012). Sehingga pendidikan hati yaitu sebuah proses yang dilakukan secara bertahap dalam membentuk sifat atau tabiat dan juga kebiasaan termasuk di dalamnya keimanan dan ketakwaan.

Lalu Apa Hubungannya Pendidikan Hati dengan Pembentukan Karakter?
Karakter menurut Alwisol, penulis buku Psikologi Kepribadian, merupakan penggambaran dari tingkah laku namun bukanlah kepribadian yang dilakukan dengan memperlihatkan serta menonjolkan  nilai, baik itu benar atau salah secara implisit maupun eksplisit.

Hati yang terdidik akan bisa mengarahkan tingkah laku sehingga terbentuk karakter positif. Seperti karakter jujur yang merupakan salah satu teladan yang dicontohkan Rasulullah. Karakter ini tentu hanya akan muncul pada individu yang memegang nilai menteladani Rasul sebagai wujud pendidikan hati yang cinta rasul, misalnya.

Sehingga bisa dikatakan mendidik hati umpama mendidik kepala suku agar bisa mengajak dan mengarahkan pasukannya, dalam hal ini seluruh anggota tubuh manusia. Hati yang baik tentu kan mengarahkan lidah untuk berkata yang baik, mengendalikan kaki untuk melangkah ke jalan-jalan yang baik, dan lain-lain.

Dari An Nu'man bin Basyir radhiyallahuanhuma, Nabi Shallallahualaihi wa sallam bersabda,
"Ketahuilah bahwa di dalam diri manusia ada segumpal darah, jika baik maka akan baiklah semua dirinya, dan jika rusak maka rusaklah semua dirinya, ketahuilah segumpal darah itu adalah hati" (Hr. Bukhari & Muslim)

Cara Mendidik Hati Anak Untuk Membentuk Karakter Baik
Anak, sebagaimana yang telah kita ketahui, terlahir bersama fitrahnya, seperti fitrah keimanan dan kebaikan. Mendidik hati anak artinya mendidik fitrah mereka berjalan pada jalur yang sudah ditetapkan Allah Azza Wa Jalla. Tentunya semua ini membutuhka usaha dan langkah konkrit dari kita sebagai orang tua yang dititipi amanah olehNya.

Bagaimana caranya mendidik hati anak untuk membentuk karakter baik yang Islami?

1. Tauhid Sejak Dini

“Rafi’ ra. meriwayatkan bahwa aku melihat Rasulullah saw. menyerukan adzan ke telinga Hasan bin Ali ketika ia baru saja dilahirkan oleh Fathimah ra.” (HR. Tirmidzi).

Hadits di atas menyiratkan pentingnya pengenalan tauhid sejak dini. Bahkan ketika ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa janin di dalam rahin sudah mampu menangkap suara di usia kandungan tertentu, artinya kita sebagai muslim bisa memperkenalkan kalimat tauhid sejak bayi masih berada di dalam kandungan.

2. Tanamkan Nilai Tanpa Gengsi
Mendidik hati artinya menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak, seperti nilai kejujuran, tanggung jawab, tolong menolong, toleransi, memaafkan, dan lain sebagainya. Tentunya hal ini dilakukan sedini mungkin sembari kita terus memperbaiki diri. Tak ada manusia yang luput dari kesalahan pun kita sebagai orang tua. Jika kita sempat terlalai atau khilaf dalam mendidik anak maka kita pun bisa menanamkan nilai kehidupan kepada anak. Seperti nilai kejujuran dan ketulusan meminta maaf tanpa perlu merasa gengsi.

3. Berikan Teladan
Perkara hati bukanlah soalan yang mudah diaplikasikan ke anak seperti halnya logika matematika yang kita ajarkan bahwa 1+1=2. Sehingga mendidik hati anak perlu dilakukan dengan sentuhan. Sentuhan seperti apa? Yaitu sentuhan keteladanan. Sehingga ketika menginginkan anak berkarakter baik, maka berikanlah teladan untuk karakter baik tersebut. Karena mendidik dengan suri tauladan akan mudah masuk dan menyentuh hati anak.

4. Kondisikan Lingkungan
Lingkungan merupakan pembawa pengaruh terbesar dalam kehidupan manusia. Dalam mendidik hati anak agar memiliki karakter yang baik, maka memastikan lingkungan yang kondusif perlu dilakukan. Karena anak akan dengan cepat menyerap nilai dan kebiasaan dari lingkungan sekitar.

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur." (QS. 16:78)

5. Berdoa
Tak ada yang lebih penting dari doa terlebih ketika kita berbicara hati. Karena pada hakikatnya setiap yang ada di langit dan di bumi adalah dalam kendali dan kuasa Allah azza wa jalla. Termasuk hati kita dan hati anak-anak kita. Untuk itu selalu berdoa dan meminta perlindungan kepada Allah perlu senantiasa dilakukan dalam mendidik hati anak.

Abdullah ibnu Abbas meriwayatkan bahwa ketika Hasan dan Husain lahir, Rasulullah saw. memanjatkan doa kepada Allah memohon perlindungan bagi kedua cucunya dengan doa berikut ini.
أُعِيْذُ كُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ.
“Aku mohonkan perlindungan bagi kamu berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan, jiwa yang jahat, dan dari setiap mata yang memperdaya.”
Kemudian, Rasulullah saw. bersabda,
هٰكَذَا كَانَ اَبِي اِبْرَاهِيْمُ يُعَوِّذُ اِسْمَاعِيْلَ وَاِسْحَاقَ.
“Demikianlah bapakku, Ibrahim, memanjatkan doa perlindungan bagi Ismail dan Ishak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Penutup
Meski hati tak tampak dalam pandangan manusia, namun hati bisa tercermin dari tingkah laku dan karakter. Hati pun diyakini memiliki peran utama dalam menghidupkan jiwa manusia. Seperti halnya jantung sebagai organ utama yang menghidupkan raga manusia. Sehingga, mendidik hati adalah kunci utama dalam mengantarkan anak menjadi individu yang berkarakter positif dan islami.

Dengan mendidik hati anak, secara tidak langsung kita sebagai orang tua juga tengah mendidik hati kita. Maka didiklah hati kita dengan ilmu dan iman. Semoga kita mampu menjaga amanah ini.

Referensi:
- Endah H, Darosy (2011), Jurnal Psikologi UNDIP.
- Suparlan (2015), Mendidik Hati Membentuk Karakter.
- dakwatuna.com
- dosenpsikologi.com
- rumaysho.com

Columbus, 7 Februari 2019

'Yes Man': Inspirasi Belajar Keluar Negeri

Senin, 04 Februari 2019
Siapa sih yang ga mau belajar ke luar negeri. Jujur-jujuran aja, kalo belajar ke luar negeri itu memang keren kan ya. Keren pengalamannya dan keren juga tantangannya. Yang pasti, belajar di luar negeri sendiri alias di negeri orang itu bakal berpeluang memperoleh insight baru. Bisa dikatakan lebih kaya akan nilai dan pesan moral lah. Menurut saya ya ...


Saya, bukanlah pribadi yang senang belajar di jenjang formal. Melanjutkan pendidikan formal ke tingkat yang lebih tinggi juga bukan menjadi impian. Jadi boro-boro kepikiranbuat  belajar ke luar negeri, lanjut ke jenjang yang lebih tinggi saja ga jadi targetan pribadi saya.

Baca Juga: Sekolah di Amerika, Beda?

Tapi meskipun demikian, saya selalu penasaran dengan orang-orang yang seneng banget belajar di jenjang pendidikan formal. Baik yang non stop kuliahnya (beres kuliah S1, lanjut S2. Belum lama beres S2, lanjut lagi S3), maupun yang kuliah kerja kuliah kerja. Masha Allah. Otaknya ga panas apa ya ... 😅.

Memetik Inspirasi Dari Sekitar
Bersyukurnya saya saat ini berada di lingkungan orang-orang yang seneng belajar. Jadi saya bisa melihat langsung gimana sih orang yang hobi belajar itu nuntasin pekerjaannya sebagai mahasiswa, misalnya. Gimana sih cara mereka membahagiakan diri kalo misal otak udah ngebul. Atau gimana cara mereka bersosialisasi, mengatur ritme dengan peran lain mereka terutama bagi yang sudah berkeluarga.

Tiga tahun menyaksikan fenomena ini, kesimpulan awal yang bisa saya ambil adalah mereka memang orang-orang pilihan yang ulet dan bekerja keras. Pintar dan ga malesan. Mereka mau tenggelam dalam ilmu, terseok kepayahan dalam ujian. Dan yang pasti, mereka membuat saya jadi sangat ingin seperti mereka, belajar tanpa henti, dengan menjadi mahasiswa (lagi).

Tapi apa sesempurna itu mereka? Saya protes donk!!! ASLI IRI!!! Dan dalam tulisan ini saya bahas kisah inspiratif yang menurut saya bisa memotivasi kita untuk terus menjadi pribadi pembelajar sejati.

Baca Juga: Produktif Dampingi Suami Bersekolah

Haruskah Belajar Formal?
Geliat belajar generasi muda saat ini memang luar biasa ya (kalo ngomong kaya gini saya mendadak merasa tua). Entah karena saya memang lagi berada di lingkaran mahasiswa, tapi memang kesadaran masyarakat kita akan pentingnya pendidikan semakin meningkat. Terlebih semakin banyaknya peluang bagi setiap kalangan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi tanpa terkendala dana dengan aneka macan tawaran beasiswa.

Tapi apakah harus belajar di jenjang pendidikan formal?

Pertanyaan ini lantas saya lontarkan ke salah seorang kenalan saya. Pertanyaan yang sangat menghantui saya yang baru memiliki predikat sarjana. Meski pernah mengecap pendidikan master selama 1 semester, tak lantas membuat saya memiliki keinginan kembali bersekolah master dengan berbagai macam pertimbangan, apalagi setelah beranak pinak seperti sekarang.

Lalu apa jawaban dari kenalan saya tersebut?

"Belajar tak harus bersekolah!" Begitu katanya.

Saya, yang mendengar jawaban itu merasa memperoleh pembenaran atas segala pertimbangan yang ada dalam pikiran saya. Saya ga lanjut S2 berarti ga salah donk ya. Tapi saya kurang puas meski sesaat merasa terbela. Saya coba tanya lebih mendalam lagi.

"Lha, terus kamu kenapa mau cape-cape sekolah sampe sejauh ini?"

Pertanyaan ini saya lontarkan karena saya sudah cukup kapok dengan karakter orang-orang pintar yang selalu membuat orang lugu seperti saya terjebak. Seperti yang pernah saya alami zaman sekolah dulu. Dengan polosnya saya percaya bahwa teman saya tidak belajar apapun untuk persiapan ujian harian. Saya lugu mengikutinya. Alhasil, ujiannya bernilai baik sedangkan saya??? Ga usah dijawablah ya.

Baca Juga: Persiapan Keberangkatan Studi ke Amerika

Dalam jawaban teman saya ini, saya mencurigai hal senada bakal terjadi. Bisa saja dia tidak mau saya menjadi pintar seperti dirinya 😅. Makanya dia tidak memotivasi saya untuk bersekolah kembali dengan mengeluarkan jawaban seperti di atas.

Menjawab pertanyaan saya selanjutnya, dia hanya berkata,

"Saya tu Yes Man. Kaya judul film ya?!" Katanya.

"Maksudnya? Saya belum pernah nonton fiom itu" Dialog pun mulai terbuka.

"Tapi ga ada kaitannya sih sama film. Itu cuma istilah saja buat diri sendiri. Saya ga sadar ternyata saya selalu mengiyakan tawaran yang datang. Tak banyak pikir dan pertimbangan. Jadi saya merasa kaya Yes Man gitu. Termasuk ketika menjalani kehidupan akademis dan karir. Saya melakukan apapun yang orang sekitar saya minta. Dan ternyata, setelah dipikir-pikir semua itu jadi jalan buat saya untuk sampai ke titik sekarang." tambahnya menjelaskan.

"Ya tapi ga mungkin donk tawaran dan permintaan datang ke sembarang orang" ungkap saya rada sewot.

"Proses sih!" Katanya singkat.

Singkat cerita, tersadarlah saya bahwa keberuntungan memperoleh jenjang pendidikan yang lebih tinggi itu tidak melulu soal ambisi. Ada orang-orang yang ternyata sampai ke titik tertentu justru karena tak memiliki ambisi akan hal tertentu. Tapi tidak pula tanpa usaha.

Inspirasi Part 1
Seperti teman saya ini. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya, bisa dikatakan dia lanjut ke jenjang berikutnya dengan cukup cepat tahapannya. Lulus S1 tahun 2010, lanjut S2 2013 dan selesai 2014. Kemudian bersekolah lagi S3 di tahun 2016 awal hingga sekarang. Semua mengalir, tanpa dia targetkan. Begitu dia menceritakannya pada saya.

Bagi orang-orang sekitarnya, dia seperti sosok jenius yang bisa lanjut bersekolah ke luar negeri tanpa harus merasakan kegagalan dalam melayangkan permohonan beasiswa. Setelah lulus sarjana tahun 2010, di tahun yang sama dia mencari beasiswa S2 ke Amerika Serikat. Dapatlah dia beasiswa USAID dengan kampus negara Amerika sebagai kampus bidikan dan tujuan. Terlihat mulus tanpa penolakan dan kegagalan.

Belumlah beres masa studinya S2 nya, datang tawaran untuk melanjutkan S3 dengan mengikuti sebuah program kerjasama. Sehingga tak lama berselang dari kelulusan masternya, S3 lah dia di Ohio State University (OSU) ini. Di kampus yang sama dengan suami saya. Masha Allah.

Penasaran ga sih dengan kisahnya teman saya ini? Jujur, saya saja sampai sekarang ga percaya kalo dia sampe ke titik sekarang hanya karena dia seorang Yes Man. #sayajulid

Yes Man Story
Tak banyak orang yang mengetahui kisahnya, kata teman saya ini pada saya. Karena memang dia bukanlah sosok yang pandai membuat cerita apalagi mengisahkan diri untuk dijadikan inspirasi sekitar. Memang, teman saya ini terlihat sebagai pribadi yang serius dan cukup kaku. Media sosialnya lebih sering berbincang perihal yang berat-berat kaya batu 😅.

Kadang saya suka bingung, kenapa hanya sedikit orang-orang hebat yang mau dan mampu membagikan inspirasi hidup mereka ke khalayak, termasuk teman saya ini.

Jadilah saya berpikir untuk meneruskan kisah-kisah keren ini. Setelah sebelumnya saya berhasil memperoleh kisah keren lainnya dari seorang wanita sekaligus ibu. Dan sama, dia juga tidak mau identitasnya dimunculkan. Masha Allah tawadhu sekali. Tabarakallah.

Baca Juga: Menempuh Doktoral Bersama Bayi

Back To Yes Man's Story
Teman saya ini, sebelum berangkat S2, bekerja sebagai salah satu staf administrasi di salah satu kampus negeri. Kalo dipikir-pikir, staf administrasi kok bisa-bisa nya sekolah tinggi, keluar negeri pula. Tapi disinilah inti cerita saya tentang apa yang saya cantumkan pada judul tulisan saya, Yes Man: Inspirasi Belajar Keluar Negeri

Berawal dengan kepribadian yang senang meng-iya-kan segala macam tawaran selagi bermanfaat dan positif, tanpa memikirkan benefitnya-teman saya ini secara tidak sadar menjemput takdir baiknya seperti sekarang. Terkesan minimalis sih usahanya. Ga kaya para pemburu beasiswa yang pernah saya baca yang jatuh bangun sampe berdarah-darah.

Bukan Berarti Tak Ada Usaha
Memang, teman saya ini tidak memiliki target capaian tertentu. Katanya, dia hanya mengusahakan apa yang bisa dilakukan dan melihat peluang yang bisa diambil.

Jadi, ketika sedang skripsi, saya lupa lagi apakah setelah sidang atau justru sebelum sidang skripsi, dia memperoleh tawaran dari salah seorang dosen di jurusannya untuk melamar menjadi staf administrasi salah satu pembantu rektor. Tanpa pikir panjang dia melayangkan lamaran tersebut dan setelah melalui fit and proper test, dia diterima.

Tadinya, dia melirik balai bahasa kampus tersebut sebagai tempat memulai debut karirnya. Tapi ternyata nasibnya tak berjodoh disana katanya. Sempat sedih dan kecewa juga dia, karena bisa dikatakan dia sangat berharap bisa bekerja di balai bahasa.

Ternyata, jalan rezeki memang terbuka melalui pintu lain. Begitu ungkap teman saya ini. Setelah menjadi staf administrasi, kesempatan berselancar di dunia maya jadi lebih banyak. Disinilah dia memiliki waktu dan fasilitas lebih dalam mempersiapkan diri untuk melamar beasiswa dan mencari kampus tujuan. Berbekal internet kampus disela waktu istirahat kerja.

Tentunya persiapan ini perlu usaha dan kerjakeras. Saya bilang ke teman saya ini, kok bisa kamu langsung lulus. Kamu hebat banget donk ya. G-E-N-I-U-S

Baca juga: Yang Muda Yang Inspiratif

Dan dia menangkis, entahlah, mungkin hanya ingin rendah hati 😅. Dia bilang dia hanya mengatur strategi dengan tidak ngoyo harus ke negara mana dan di kampus apa. Dia juga hanya memastikan kemampuan dirinya untuk memperoleh beasiswa yang dia bidik dan kampus yang dia lirik mampu dia penuhi standar kelulusannya. Istilah orang sekarang mah kaya memantaskan diri gitu.

Dia Ternyata Pernah Gagal
Mengulik kisah lainnya agar saya tak terlalu terhempas, akhirnya saya pun iseng bertanya.

"Pernah gagal ga? Atau punya fase pahit atau apalah yang ga ideal dalam hidup." Kata saya.

"Pernahlah ... ... ...". Cerita pun mengalir panjang kali lebar kali tinggi.

Saya yang mendengarkan mengangguk-ngangguk paham. Hati saya bergumam dan secara tidak sadar membandingkan dengan diri sendiri. Saya jadi menyadari bahwa penyikapan teman saya ini terhadap masalah, kegagalan atau ketidak idealan dalam hidup, sangat berbeda dengan saya.

Sedikit Tentang Latar Belakang Yes Man ini
Berasal dari keluarga sederhana, ayahnya seorang guru dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Melanjutkan SMP dan SMA di pesantren modern yang tak jauh dari rumahnya di sebuah kabupaten. Pesantren ini baru saja berdiri saat itu, tanpa kualitas yang mumpuni dan prestasi yang menjanjikan.

Kehilangan sang Bapak di tahun 2008 justru nyaris membuat dia tak bertitel sarjana. Berbekal beasiswa kesana kemari dengan bantuan orang sekitar yang baik hati, 2010 gelar sarjana dia raih.

Diterima S2 atas restu ibu, harapan mendiang bapak dan dukungan atasannya
Selain "Yes Man" ke segala hal, teman saya ini ternyata juga "Yes Man" ke orang tuanya. Bersekolah di pesantren, yang katanya jadi pembuka kebebasan berfikir dan berindak, karena mengiyakan permintaan ayahnya.

Berkesempatan pesantren di Gontor, tapi karena sang ibu tidak rela berjauhan dan meminta sekolah di pesantren dekat rumah saja, jadi jalan buat dia memperoleh berkah ilmu. Padahal teman saya ini bilang, dia bersekolah di pesantren nodern yang belum ajeg sistemnya kala itu. Kelas dan guru pun masih terbatas. Tapi memang ilmu kalo berkah mah ya. Ga usah cari tempat favorit atau ternama apalagi mahal hehehe.

Setelah direstui sang Ibu, lamaran beasiswa dia diterima atas bantuan rekomendasi atasannya. Pada tau kan kalo pengajuan ke beasiswa ada yang meminta untuk menyertakan rekomendasi profesor atau doktor?

Baca juga: Hal-hal yang Perlu Diketahui Sebelum Studi ke Amerika

Tawaran S3 Datang
Meski sedang cuti sementara dari kantornya, atasannya teman saya ini memang tipe atasan yang mendukung sekali jika ada bawahan ulet menuntut ilmu. Jadi, saat teman saya ini sedang di titik akhir penuntasan S2 nya, tiba-tiba dia memperoleh tawaran S3 dari atasannya melalui sebuah program kerjasama. Dimana teman saya ini bisa melanjutkan S3 di salah satu dari 3 kampus yang tergabung dalam program tersebut. Artinya, dia dibantu semua hal untuk memperoleh LoA dari kampus-kampus tersebut.

Setelah menuntaskan semua syarat dan ketentuan untuk mendaftar di kampus yang dia pilih, yaitu OSU, dia pun mulai mencari beasiswa karena kerjasama yang ditawarkan tidak mengurusi funding. Singkat cerita, dia berhasil memperoleh beasiswa LPDP. Lagi-lagi, tanpa mengalami kegagalan dulu 😅. #guesewot

Inspirasi Part 2
Kita tentunya tidak bisa menyamakan jalan hidup kita dengan orang lain. Karena setiap manusia memiliki jalan hidup dan garis takdir masing-masing. Tapi, tak lantas membuat kita menutup mata dari kisah hidup orang lain juga.

Hikmah, inspirasi atau pelajaran bisa datang dari mana pun, siapapun. Mungkin nasib kita tidak akan serupa dengan orang sukses yang tengah kita baca atau dengar kisahnya. Tapi, semangat atau pengalaman dan cara mereka menjalani hidup, tentu bisa kita ambil untuk ditiru yang baik-baiknya. Pun dari mereka yang mungkin di mata kita bukan siapa-siapa, inspirasi tetap bisa kita petik jika kita mau jeli melihat dan menyusuri.

Baca Juga: Rubrik Baru: Inspirasi Hari Ini

Belajar dari kisah teman saya, sebut saja namanya Yes Man tadi, banyak pelajaran yang bisa saya ambil.

1. Lakukan Apapun Selagi itu Baik
Kadang, saya suka picky dalam melakukan sesuatu. Apalagi kalo dirasa hal tersebut tidak terlihat benefitnya. Saya mengenal teman saya ini sebagai orang yang sangat pintar. Heran, kok dia mau jadi staf administrasi alias kerjaan yang ga ada sama sekali bayangan karirnya sebagai lulusan sarjana pendidikan. Tapi, ternyata justru disitulah batu pijakannya untuk melompat menjemput takdir akademik dan karirnya.

2. Ijabahnya Doa sang bapak
Tertampar rasanya saya ketika mendengar kisah teman saya ini. Sebegitunya dia memuliakan orang tuanya. Dan ternyata, sebelum ayahnya meninggal, ayahnya sudah berfikir menyekolahkan teman saya ini ke jenjang S2. Saya melihatnya, takdir dia bersekolah ini sebagai ijabahnya doa sang bapak untuk anaknya.

3. Kebiasaan Baik Kepada Ibu
Ada sebuah kebiasaan yang dimiliki teman saya ini yang menurut saya membuat jalan hidupnya berkah. Yaitu selalu memberi kabar dimana pun dia berada dan meminta doa kepada ibunya setiap kali hendak tes, ujian dan lain-lain.

4. Belajar lagi belajar terus dimana dan kapan pun
Motivasi teman saya ini dalam belajar ternyata sederhana, yaitu hanya ingin mengetahui sesuatu yang belum diketahui. Wow! Lha saya? Baru aja merasa belajar rada banyak, ngedadak udah merasa cape karena motivasinya salah niat 😅. Makanya teman saya ini kerjaannya belajar lagi belahar terus dimana pun dan kapan pun. Tak harus melalui jalur formal, non formal atau informal, semua adalah tempat belajar.

Tips Mencari Beasiswa dan Kampus
Sebagai penutup dari tulisan ini, teman saya menitipkan beberapa tips buat temab-teman atau adik-adik yang sedang mencari beasiswa baik di dalam atau pun luar negeri. Tips umum dan mendasar dalam mencari beasiswa dan kampus.

1. Pelajari
Banyaknya informasi tentu harus benar-benar kita pelajari. Baik informasi mengenai beasiswa ataupun kampus. Setelah yakin paham dengan semua syarat, ketentuan, proses dan prosedurnya, maka mulai list persiapan yang perlu dilakukan.

2. Persiapkan dengan matang
Persiapan untuk berkuliah dengan bantuan beasiswa, biasanya meminta beberapa hal sebagai gambaran kemampuan dan kelayakan kita sebagai applicant. Sehingga pastikan apa yang kita persiapkan itu detail, mulai dari persiapan dokumentasi maupun persiapan tes.

3. Pasrahkan diri
Jika usaha yang kita lakukan sudah maksimal, maka pasrahkan diri untuk hasil terbaik di mata Allah. Luruskan kembali niat.

Dari Saya
Itulah sekisah yang bisa saya sampaikan tentang inspirasi hari ini. Semoga kita jeli dan ga pake gengsi melihat dan memetik inspirasi dari sekitar.

Buat yang belum tau, rubrik inspirasi ini terlahir untui melatih diri saya pribadi untuk bisa lebih peka terhadap inspirasi-inspirasi yang terserak.

Columbus, 3 Februari 2019