MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Self Healing Inner Child

Selasa, 04 Oktober 2016
Disclaimer, bahwa saya bukanlah psikolog ataupun terapis. Saya hanyalah ibu biasa yang memiliki 2 orang anak kembar. Tulisan ini saya buat satu tahun lalu untuk membantu diri saya menyelesaikan rasa sesak yang selalu mengganggu dada ketika saya menghadapi anak-anak.

Selamat membaca :)

*** 

Beberapa hari ini saya berkutat mikirin innerchild mulu. Sampe sok-sok an bikin resume tentang innerchild.

Pelan-pelan saya coba analisis permasalahan masa lalu yang kemungkinan masih menempel di otak saya yang mempengaruhi emosi di saat-saat tertentu. Tertenangkan? Iya sedikit. Damai? Lumayan. Tapi jujur saya masih penasaran secara profesional, innerchild ini seperti apa seharusnya diselesaikan.
Gayung bersambut, ada yang nawarin terapi innerchild jarak jauh. Cukup ikutin panduan di lembar workshop nya. Ya sudah saya lakukan. (Bagi yang tertarik terapi bisa liat kontak di akhir tulisan ya ... barangkali ada yang butuh)

Hasilnya? Saya cukup kaget. Ternyata memori masa lalu yang saya fikir sudah saya lupakan dan maafkan itu muncul sekonyong-konyong. Memori yang jadi concern saya selama menjadi ibu-untuk dilupakan dan diubah sehingga tidak menjadi kutukan 7 turunan- tetiba muncul. Apa itu? Memori dimana saya 'dimarahi' di masa lampau saya oleh orang tua saya. Ingat kan tulisan saya "memutus mata rantai marah"? Kalo pembaca setia pasti tau hehehe (tulisan yang buktiin kalo saya fokus mau tuntasin masalah ini dalam diri dan keluarga saya)

Bermain dengan masa lalu
Nah, teman-teman pasti punya masalalu kan ya. Setiap orang pasti memiliki penyikapan yang berbeda dengan memori masa lalu nya. Ada yang sudah berdamai, ada yang mencoba berdamai, atau ada yang belum berdamai bahkan.
Sebelum mendapat kesempatan terapi ini, saya mencoba memahami apa itu inner child. Sehingga munculah tulisan saya mengenai inner child. Dengan input teori yang saya punya, membuat saya bermain dengan masa lalu saya. Kemudian saya coba lanjut memahami istilah-istilah yang muncul dalam teori yang ada. Dan saya coba koneksikan sepaham dan semampu saya. Saya kolaborasikan dengan hasil diskusi dengan seorang teman dan terapis (sok gaya amat yak hehehe)

Baca juga: Anak Main Orang Tua Belajar

Apa itu innerchild?
Sedikit saya bantu munculkan kembali apa itu innerchild dengan sebuah contoh.
Misal, dulu kamu sering di bully di sekolah bahkan di lingkungan rumah juga. Dimemori kamu tersimpan peristiwa kamu di bully tersebut. Saat terjadi peristiwa tersebut, pasti ada emosi yang tercipta, apakah itu sedih, malu, marah, atau mungkin dendam. Kemudian seiring berjalannya waktu, memori ini tersimpan karena kita sudah beranjak dewasa. Tidak ada lagi yang membully. Tapi tahukah kamu, bahwa apa yang tercipta saat itu akan selalu tersimpan dalam memori mu. Jika memori ini mendominasi masa lalu kamu dan mempengaruhi salah satu ego state kamu sehingga ego state ini menjadi bermasalah atau trauma, maka kemungkinan besar innerchild bisa muncul disaat dewasa dengan ego state bermasalah ini. Kapan munculnya? Saat ada kondisi dimana kamu merasa bermasalah.

Apa itu ego state?
Ego state juga disebut ego personal. Tau kan ego apa? Personal? Nah, kalo disederhanakan, ego personal atau ego state ini merupakan sesuatu yang sudah ada di dalam diri kita sejak kita lahir. Kalo boleh saya sambungkan dengan teori parenting yang pernah saya dapatkan tentang 5 fitrah anak, nah ego state ini bisa juga kita sebut fitrah (sesuatu yang sudah ada sejak lahir).
Jika ilmu parenting membagi fitrah anak menjadi 5 (fitrah keimanan, belajar, perkembangan, bakat, dan seksualitas), nah saya sendiri belum menemukan ada berapa jenis ego state ini. Kalo mau pake referensi film 'Inside Out', ada 5 ego state yang divisualkan dalam film tersebut, yaitu joy (kesenangan), sadness (kesedihan), disgust (jijik), fear(takut) dan angry (marah).

Baca juga:  Sibling Rivalry

Awal saya menganalisis
Kapan kita mengetahui bahwa ada yang salah pada diri kita? Ga jarang kan kita merasa baik-baik saja. Merasa kehidupan normal-normal saja atau bahkan ga bermasalah. Lalu apa yang harus dianalisis untuk ditenangkan dan didamaikan?
Ya balik lagi sih ke persepsi dan input ilmu pengetahuan (yang ini sok banget dah #hahaha) plus ga semua orang juga kan aware sama kebutuhan psikis dirinya sendiri karena berbagai macam faktor. Misal karena faktor kesibukan, rutinitas, atau memang tidak memiliki trauma yang significant yang bisa memunculkan innerchild. Artinya, balik lagi kepada apa yang kita rasa. Pertanyaan simple nya, "Lo kenapa?"
Terus kenapa saya menganalisis innerchild saya? Apa yang saya rasakan? Apa yang terjadi? Bukankah kehidupan saya smooth bahkan ga butuh perjuangan dan pengorbanan keras seperti halnya orang-orang.
Hop! Balik lagi ke personal ya. Ini masalah pribadi, jadi ga bisa di compare sama orang lain. Jadi jika kamu penasaran dengan ego state mu, dan penasaran dengan inner child mu, maka beranilah jujur dengan apa yang terjadi pada dirimu. Kejujuran inilah yang kemudian mengantarkan saya pada analisis awal tentang 'kekeliruan' yang bertengger di relung jiwa saya #halllaaaaah #plak

Cara analisis
Caranya sih sederhana. Tanyakan apa yang kamu rasa salah pada dirimu. Nurani pasti berkata jujur. Saya pribadi sih waktu itu merasa risih dengan sifat pemarahnya saya ke anak-anak. Kalo marah ke anak-anak berasa muka berubah jadi wajah papa sama mama waktu marahin saya. Tak jarang tindakan yang saya lakukan ke anak-anak juga sama dengan apa yang orang tua saya dulu lakukan. Setelah marah-marah? Ya pasti nyesel lah. Sedih, kacau, galau, merasa jadi orang tua paling buruk sedunia. Pikiran melayang pada perenungan "ih kan anak-anak masih kecil bangeeeeet. Saya dulu dimarahin sama mama papa kan pas udah besar (memori masa kecil saya mulai tersimpan kuat setelah umur 5 tahun, sebelum umur 5 tahun saya tidak ingat)". Nah tapi tiba-tiba pikiran lain berkata "adikmu aja dari umur 2 tahun kurang udah dibentak-bentak sama papa mu. Jangan-jangan kamu juga digituin dulunya, kamu aja yang ga inget".

Begitu terus. Pikiran menggentayangi silih berganti seperti angel and devil.
Saya coba analisis, kenapa sifat ini baru muncul setelah saya memiliki anak. Padahal sebelum menjadi ibu, semarah-marahnya saya tidak pernah main fisik atau membentak dan menghardik. Semarah-marah nya saya sebelum menjadi ibu, hanya dengan diam (dan saya baru sadar bahwa saya pernah marah dengan adik saya dengan menggunakan fisik. Percis dengan apa yang papa saya lakukan. Ini terkait ya nanti dengan hasil terapi).

Nah apa hasil analisis saya terhadap sifat ini? Hasil analisis saya waktu itu:
1) perubahan peran yang significant dari seorang anak menjadi seorang istri dan ibu.
Jika dulu saya hanya memikirkan diri saya sendiri, setelah berkeluarga semua terbagi ke anak dan suami. Dalam waktu bersamaan harus mampu memenuhi kewajiban sebagai istri dan ibu plus memenuhi keinginan diri.
2) perubahan aktivitas yang significant dari seorang organisatoris yang sibuk di luar menjadi istri dan ibu yang ngendon di rumah.
Jika dulu saya bebas eksplorasi kemana pun dan kapan pun, setelah berkeluarga tentunya secara sadar saya harus menjalankan 'tugas negara' yang sedikit banyak merubah kondisi aktivitas saya dalam eksplorasi.

2 poin analisis pembentukan sifat pemarah ini sering saya namai dengan postpowersyndrome. Sindrom dimana seseorang merasa kehilangan power atau kekuatannya seperti kekuatan mengatur diri sendiri.... hehehe. Yang dulu punya kuasa penuh terhadap diri sendiri, sekarang harus dikuasai tugas sebagai istri dan ibu (misaaaaaal).

Setelah memperoleh 2 poin di atas, kemudian saya telaah lagi apa yang saya butuhkan. Jawabannya "me time". Setelah saya coba realisasikan dengan memiliki waktu untuk diri sendiri yang lumayan intens dan cukup lama, tetap saja saya merasa masalah utamanya belum selesai. Krik krik #ngatung
Ada yang salah. Apa ini yang salah???

Baca juga: Me Time

Analisis masa lalu
Mengambil pelajaran dari teori yang saya dapatkan, bahwa memori masa lalu tercipta bersama emosi, tindakan dan emosi itu bisa  muncul kembali percis seperti ketika memori itu dibuat. Bisa jadi perasaan yang muncul ketika saya memarahi anak-anak yang merasa berubah menjelma menjadi sosok orang tua saya di masa lalu sebagai wujud bahwa ada ego state yang trauma dengan memori itu, sehingga saat memori itu dimunculkan, emosi dan tindakan yang dikeluarkan percis dengan kejadian saat memori itu diciptakan.

Makanya ga jarang kan kita merasa kaya mengulangi kekeliruan apa yang ortu kita lakukan. Ya karena memang begitulah. Memorinya nempel. Meski kita merasa 'udah lupa tuh' tetapi ternyata kita belum mendamaikannya. Nah mendamaikan dan menenangkan ego state inilah yang sering kita gagal paham. Karena karakter kita sebagai manusia dewasa menganggap masa lalu sebagai pelajaran hanya melupakan bagian pahit dari masa lalu tapi lupa menenangkan bagian terdalam dari masa lalu itu sendiri (ego state tadi).
Ingat ya, menenangkan dan mendamaikan ego state nya, bukan melupakan memori nya. Karena semakin dilupakan akan semakin ingat. Moment pengingatnya kan kita ga bisa kontrol. :)

Self healing inner child
Ternyata meski sudah memahami sedikit banyaknya tentang inner child, dan bahkan sebelum terapi saya sudah merasa 'baikan' dan stabil (terbukti dengan kontrol emosi saya meningkat), yang namanya terapi tetaplah dibutuhkan jika memang ingin dibantu untuk ditenangkan. Dalam terapi ada alur yang diciptakan sehingga menggiring saya (sebagai yang diterapi) untuk menggambarkan dan menuliskan apa yang diminta oleh terapis (karena saya self healing, terapis nya ya saya. Tapi tetep butuh diskusi lanjut sama terapis beneranya mah.. hehehe). Alur inilah yang seolah mengumpulkan memori yang membuat trauma pada ego state saya yang bermasalah. Ego state yang bermasalah ini kemudian dibantu ditenangkan oleh ego state lain yang bisa membantu.

Secara umum, apa yang saya analisis dengan apa yang diterapi saling terkait. Hanya saja, yang namanya terapi, sesuatu digali lebih dalam. Sementara dalam analisis saya, saya hanya mampu menyentuh permukaan dari permasalah utamanya. Hal ini bisa terlihat dari perbandingan analisis saya dengan self healing saya menggunakan panduan dari terapis.
♥hasil analisis
post power syndrome (permasalahan muncul dipandang karena faktor internal, dari dalam diri sendiri >> sebagai solusi muncullah keinginan 'me time'
♥hasil terapi
ego state bermasalah (permasalahan muncul dipandang karena faktor eksternal di masa lalu, tersimpan dalam memori >> sebagai solusi ego state butuh ditenangkan

Analisis pemicu iner child
Pasca terapi, saya ditanya,
"kapan masalah kamu kepicu buat muncul?"  Saya jawab:
1) kalo anak-anak lagi rewel tingkat dewa
2) kalo suami lagi ga peka sama saya sehingga saya merasa sendiri

Baca juga: Kembar oh Kembar

Yang dirasain?
Pengen marah dan ngamuk terus pergi dari orang yang ada disekitar saya. Pengen sendiri. Percis jaman saya kecil dulu.. kalo papa lg marah.. saya sembunyi..

2 poin pemicu ini ga sesederhana dibahasakan ya ... ada kondisi dimana kita sebagai individu menjadi mumet sehingga hal sederhana muncul sebagai pemicunya. Dan 2 hal inilah yang saya pikir mendominasi keseharian saya.

Rasanya masih gitu?
Nah ga tau nih... untuk poin 1, saya dah dapet caranya biar anak-anak ga rewel yaitu full attention.. dijamin mereka nice.

Untuk poin ke 2 juga dah nemu caranya yaitu dengan ngomong langsung ke suami.

Kesimpulan
★ Orang tua saya (mungkin kita anak-anak 80an) mendidik dengan cara apa yang mereka bisa. Perkembangan ilmu parenting seperti jaman sekarang dimana pendidikan anak dititik tekankan pada pendidikan dan kecerdasan orang tua belumlah in. Orang tua kita hanya menganut ilmu alamiah dari dalam diri mereka. Dimana mereka disaat yang bersamaan harus mendidik anak dengan baik dan juga harus berjuang melawan ego state mereka yang mungkin juga butuh untuk ditenangkan. Sehingga ketika orang tua kita sedang dalam masalah, tak jarang malah jadiin kita sasaran pelampiasan marah. Ditambah dengan karakteristik anak-anak yang memang suka bikin orang dewasa kesel dan jengkel.

Setuju ga, kalo jaman dulu, marah ke anak itu wajar. Tidak ada aturannya seperti sekarang dimana teriak ga boleh, diemin anak ga boleh. Jaman dulu marah nya orang tua tanda sayang sama anak. Demikian slogan pembenaran yang sering kita dengar kan? Selagi marahnya masih dalam koridor (ga sampe nyiksa anak mpe sekarat, misalnyal), semua boleh. Jadilah jaman dahulu mendidik anak sebatas transfer harapan dari pikiran orang tua ke anak. Maka disini muncullah yang namanya intervensi. Intervensi yang muncul ini wujud dari reaksi alami orang tua ketika melihat sang anak berada atau menuju arah jalan yang salah atau kurang tepat.

Makanya jaman dulu (lagi-lagi jaman dulu),
■ anak kecil manjat "eh jangan, nanti jatoh"
■ gedean dikit "belajar donk, belajar aja susah. Gimana mau ranking kelas!"
■ gedean dikit lagi "sekolah yang tinggi sampe sarjana biar sukses"
■ udah gede pun "jangan terlalu keras mendidik anak, ntar malah kaya kamu".
Nah lho ... akhirnya dan sebenarnya, orang tua kita dengan segenap keterbatasan (saya juga terbatas ya) menyadari kekeliruan yang mereka lakukan. Hanya saja input ilmu tadilah yang membuat mereka tidak menyadari kekeliruan tersebut. Kebayang kan kalo kita ga berilmu dalam mendidik anak maka akan ada mata rantai problem keluarga yang bakal jadi kutukan 7 turunan atau bahkan lebih???

★ Selain belajar dari masa lalu dan mengambil benang merah atas kekusutan yang ada dari orang tua kita, beberapa hal yang saya coba simpulkan setelah melalui self healing inner child adalah:
1) manajemen emosi itu perlu
2) profesional dalam memilah masalah itu harus
3) intervensi kepada anak jangan
4) treatment anak boleh
5) pasrah kepada Allah itu wajib

Karena sejatinya terapi inner child adalah terapi berkepanjangan yang selalu harus kita pantau perkembangannya. Terapi inner child bukanlah ketidakmampuan kita dalam mengendalikan diri karena lemahnya iman atau kurang nya kualitas dan kuantitas ibadah seseorang ataupun ketidakdewasaannya seseorang. Terapi inner child adalah bentuk kepedulian kita terhadap masa depan keturunan kita. Akan mewarisi kebaikan kah atau malah masih berkutat pada permasalahan ego state yang tak kunjung damai karena kita ignore dia. Inside out! Keluarkan apa yang seharusnya dikeluarkan. Gali lebih dalam di setiap lembar memori masa lalu kemudian bantu tenangkan. Mungkin sekarang kita merasa tidak bermasalah karena karakteristik kita sangat kuat sehingga mampu untuk sementara waktu membendung ego state bermasalah untuk keluar. Namun jika sudah memuncak, maka meledaklah dia. Daripada meledak diwaktu yang kita tidak inginkan, mending tenangkan dan damaikan selagi masih jinak.

★Jika perlu, terapi lah pada profesional. Karena self healing jika pake alat analisis yang kurang tepat yang pernah saya lakukan hasilnya juga jadi ga tepat. Makanya hasil analisis sana hasil terapi saya beda.

Nb:
Dalam mempelajari inner child ini saya berfikir, inilah mungkin penyebab kenapa saya masih melihat fenomena aneh dalam keseharian seperti:
* fenomena anggota dewan yang berantem kaya anak SMA >> bisa jadi kan ego state nya bermasalah jaman anak-anak dan muncul saat remaja (awal kenakalan remaja apa juga terkait kayanya sama ego state ini. Kemudian seolah terselesaikan dengan mendewasanya seseorang, namun tadi, tidak ditenangkan. Pas sidang dewan kepancing deh muncul lagi). Hehehe
* fenomena dimana makin banyak orang yang butuh di motivasi lewat acara-acara motivasi. Sering ga sih merasa habis ikut acara motivasi iya sih termotivasi, abis itu melempem lagi. Semangat kendor. Semangat menyala kalo ketemu orang yang memotivasi tadi aja. Bisa jadi kan kita gagal mengembangkan ego state pemberani kita saat kecil karena faktor tertentu. Kenapa tidak damaikan ego state ini, sehingga akhirnya kita berani untuk kembali menata mimpi

Columbus, October 4th, 2016
9.46 am .est

Kontak untuk terapi
Kak Idzma +62 813-2008-1141 (wa/sms/call)

di edit kembali pada tanggal 22 Januari 2018


49 komentar on "Self Healing Inner Child"
  1. Jdi inget pepatah seorang guru,masa lalu itu bukan untuk dilupakan tp untuk memetik hikmah. Semoga stiap waktu yg terlewati diri ini mnjadi pribadi dan orang tua yg lebih baik.

    BalasHapus
  2. klo boleh tahu bagaimana cara terapinya dan biayanya berapa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cara terapinya hanya dengan mendengarkan dan melakukan instruksi terapist mba :) untuk biaya bisa mba hubungi no kontak yang saya tulis di akhir tulisan mba :)

      Hapus
  3. Makasih mba infonya kebetulan akhir2 ini lagi kepoin inner child. Besok mau ikut terapi..mmh ga jauh beda sama yg aku rasain mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama2 mba .. alhamdulillah mudah2an tulisanku ada manfaatnya ya mba meskipun dikit.. hehehe.. boleh share donk mba penglaman terapi nya.. semoga cepat teratasi ya mba ... aamiin ...

      Hapus
  4. Balasan
    1. beliau di bandung mba .. tp mobilitas bandung jakarta .. bisa dikontak langsung mba 😊 barangkali beliau mau mendatangi bbrp kota (orangnya ramah kok hihihi)

      Hapus
  5. Tulisannya bermanfaat sekalii. Sedikit banyak pun saya menyimpan inner child, sebagian rasanya sudah tertangani sebelum nikah, masi nyisa dikit dikit lagi kayaknya.

    Terimakasih sudah mau berbagi yaa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. self healing inne child ini mmg long life therapy mba katanya ... mudah2an kita bisa berhasil recall inner child kita buat ditenangkan ya mba .. hehehe .. makasi juga udah berkunjung 🤗🤗🤗

      Hapus
  6. Bermanfaat sekali, saat ini kami sedang coba membantu adik yg blm selesai dg inner child nya. Sampai sekarang blm menikah dan tidak mau bekerja. Dia masih menyalahkan almarhum bapak yg waktu itu mengarahkan dia masuk stm padahal maunya sma. Tks banyak y Mbak saya save no kontak terapisnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. mudah2an adiknya segera menerima ya mba terhadap yang sudah menjadi takdir .. dan bisa ikhlas menjalani kehidupannya .. aamiin .. sama2 mba ...semoga manfaat 😊

      Hapus
  7. Klo Inner child bikin berantem mulu sm orang tua mungkin gak?

    BalasHapus
  8. Jujur baru tau innerchild,, Ya allah.. Kemana aja selama ini,, 😀
    Mulai gugling dan terdampar disini,, dan aku tertampar mba.. Persis sm yg aku alami selama ini,, apa aku hrus terapi jg,, waktu anak pertama baby blues bgt,, dan mungkun berkaitan yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. mudah2an bisa diatasi sendiri ya mba ... kalo mau terapi bisa aja .. coba aja konsul dulu ke terapis yg ada.. biasanya suka dilihat dlu tingkat kegawatan nya hehehe

      Hapus
  9. Hi mbak salam kenal! Jujur baca ini kaya tiap paragraf dalem hati teriak,"ih gue banget ini!" saya sudah lama aware innerchild bermasalah tapi clueless ga tau harus gmn :( baca tulisan ini saya jd inget janji saya ke diri sendiri untuk beresin masalah innerchild saya. Terima kasih ya mbak sudah sharing

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mba cindi ... semoga segera menemukan jalan yg tepat ya mba buat ngatasin inner child nya ... semangat mba ... your not alone 🤗🤗🤗 ... very welcome kalo mau berbagi pengalaman atau diskusi ya mba ...

      Hapus
  10. Thanks for sharing mbak Merisa

    BalasHapus
  11. Mba trimakasih, artikelnya sgt membantu. inilah jawaban pertanyaan sy selama ini "lo kenapa?" in trjwb mba, trnyta sy buth berdamau dgn innerchild saya. Trimakasih mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2 mba .. semoga bermanfaat dan segera bertemu jalan untuk berdamai dg inner child nya ya mba .. 😊

      Hapus
  12. Huwaaa hebat teh ini tulisannya masuk page one google. Aku juga lagi seneng baca tentang psikologi2. Dan itu tentang post power syndrom pengen aku tulis di blog belum jadi2 ya salam, padahal kayaknya banyak yg merasa jd "useless"ketika menikah dan akhirnya jd ky punya beban emosi/kemarahan sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah masih ya? Terakhir aku cek udah ga page one google wkwkwkwk.. ada tulisan lain yang ngebalap dan lebih berisi mmg .... ini satu2nya tulisan yg ningkatin performa blog aku ini hahahaha

      Ayo ditulis tet ... banyak yg butuh tema2 kaya gitu ... aku belum PD aja buat bahas lbh bnyak terkait psikologi ... trus yg baru kealamin juga bru ini sih ...

      Btw aku merasa tersanjung euy dikunjungi blogger kece kaya tetty #janganterbangyaaaaa 😂😂😂😂

      Hapus
  13. Makasie mba udah memberikan pencerahan. Merasa ketabok lg, krn habis marahin anak semalam. Pengem banget berdamai dengan inner child ini. Pengen banget memutus mata rantai td. Jangan sampe kerekam di memory masa kecil mereka kalo emak nya pemarah kyk gini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ... semoga segera dapet solusi ya mba ... terimakasih juga sudah berkunjung 🤗

      Hapus
  14. Bener bgt..saya merasa bgt..perlu berdamai dengan inner child..makasi info nya..
    Butuh tetapi seperti nya.hehe

    BalasHapus
  15. benerr bangett. nyesel setengah mati abis marahin anak. . mgkin perlu terapi kalik yaa.. ,😭 sampai saat ini masih brusaha berdamai dengan inner child.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat mba ... buat cari solusinya ... in sya allah selalu ada jalan keluar ... 🤗🤗

      Hapus
  16. Maa Syaa Allah. Gada yg kebetulan sih. Sy slma ini lagi nyari solusi dari sifat emosional dan sikap "over mandiri" sy. Baru tau istilah innerchild ini semalem pas sharing sm tmn. Trnyata memori kekerasan Masa kecil scra gak sadar emg mmpengaruhi sikap Dan sifat Sy smpe dewasa saat ini. Kadang Hal ini yg buat sy takut melangkah (menikah), takut jgn smpe sikap & sifat Sy berdampak jg pd Suami dan anak2 Sy kelak. Trnyata emg bener, Klo ga segera diputus Mata rantainya emg bakalan kyk gtu jdinya. Di Makassar Ada gk sih therapist innerchild? Yg Tau infonya boleh share dong... Mksh banyak mbak udh share tulisan ttg innerchild nya... Smg mbak Dan keluarga Makin disayang Allah. Aamiin. 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya kurang tau juga mba kalo di makasar ada apa ga. Tp mungkin kalo dicari bakal ada mba sejenis seminar buat menggali lbh dalam lg ttg innerchild ini. Atau lewat kuliah online gitu2 mba .. semoga segera terselesaikan dan ga jadi ragu buat nikah ya mba 😊😍. Aamiin ya Allah ... doa yang sama utk mba juga ... 🤗🤗🤗

      Hapus
  17. Baru baca lengkap tulisanmu un. Pas ngerasa makin kesini,qo makin aku susah banget kontrol emosi ke anak2. Dan yang paling bikin sedihnya anak2 niru cara marah aku yang bad sangat. Sedih, takut, bingung, khawatir, campur aduk semuanya.

    Mungkin seperti yang un bilang, perlu me time, ngobrol jujur dari hati ke hati sama diri sendiri dan menyelesaikan inner child. Padahal selama ini ngerasa baik-baik aja dengan semua memori masa kecil. Tapi sepertinya memang perlu digali lagi semua memori yang tertanam untuk menyelesaikan pr besar ini.

    Thanks for this good article un.🤗

    BalasHapus
    Balasan
    1. Depoy ini kamu ya? Kadang penyebab marah ga melulu krn wounded innerchild kalo kata aku. Faktor eksternal internal terkait psikologis itu kan banyak. Misal faktor tekanan hidup, beban hidup, finasial, dll. Jd coba aja renung2kan apa yg saat ini bikin kamu agak kurang relax sampe akhirnya marah2 ke anak.

      Pada akhirnya, Allah lah tmpat kita berserah. Allah yg genggam hati kita. Selama kita minta sama Allah. In sya allah semua akan baik2 saja. Semangat poooooy😘😘😘😘

      Hapus
  18. Hai mb merisa salam kenal ya. . Makasih sudah share artikel ini. Hari ini aku sengaja browse ttg innerchild. Gegara pagi td smpat "perang" Sama ibu. Nggak se dramatis kata "perang" Sih, cm spnjang hari aku jd melow bnget. Nangis muluk. Udh nikah punya anak, msh diomelin ibu. How? 😭
    Prinsip ibuku orangtua gk pernah salah. Anak hrus selalu nyelondojlh minta maaf ke orangtua dlu. Dan aku nggak sepakat bangeeet. Krn aku jd sllu tersalahkan. Bgitu jg adik2ku. Prinsip ini tdk pernah ibu rubah sjak aku kecil smpek skrng. Jdilah ibu gk pernah minta maaf ke aku pdhal kata dan kalimatnya ketika marah sdikit bnyak melukai perasaanku. Aku bertekad ingin menstop kebiasaan ini. Gk pngen anakku dpt jg dari aku, dpt marah2 yg gk ke kontrol. Pngen bnget mendamaikan innerchild aku, tp blm tau mulai dri mana ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mba eny. Memang bergulat dg masa lalu apa lagi masih tjd ampe skrg itu berat mba. Ku juga problem serupa. Hal pertama yg bisa kita lakukan menurut teori psikologinya 'Acceptance' atau menerima apa yg ada mba. Termasuk menerima kekurangan orang tua kita.

      Kl bahasa agamanya ikhlas.

      Sulit mmg mba. Tp demi memutus mata rantai, kita sbg generasi pemutus mmg hrus rela melakukan usaha lebih.

      Mudah2an sedikit membantu ya mba. 🤗

      Hapus
  19. terima kasih banyak bu tulisannya sangat bermanfaat. akhir-akhir ini saya merasa sangat tantrum dengan emosi. sulit mengendalikan emosi, apalagi ketika pembicaraan mengarah pada masa lalu saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin mba butuh bantuan untuk menerima apa yg tjd di masa lalu dan memaafkannya. Semoga nemu titik cerah ya mba.

      Hapus
  20. Hi mbak, mau nanya kalo mau baca2 soal innerchild enaknya baca buku apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buku2 luar mas. Saya belum nemu di indo buku khusus yg bahas innerchild. Salah satu buku luar yg pernah sya baca homecoming penulisnya john bla bla saya lupa mas. Coba search di google schoolar atau book .. maaf ga banyak bantu 🙏🙏

      Hapus
  21. Mba, saya kebetulan abis curhat ke teman dan diarahkan baca blog mba merisa. Skrg saya jadi tau apa problem saya. Saya tidak tau ini masuk inner child atau ga, karna kejadian buruk ini terjadi saat saya sudah lulus kuliah, tp sampai saat ini saya blm bisa berdamai dgn masa lalu terkait hal itu dan blm bisa terima kenyataan. Setelah membaca ini, saya kira mungkin saya memang perlu terapi, agar apa yg mengganjal dihati bisa kuluar semua...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mas. Yang paling tau jalan terbaik atas problem batin yang kita alami selain Tuhan ya tentu kita sendiri mas. Terapi atau pun tidak terapi semoga mas memperoleh pencerahan thd apa yg menimpa batin mas ya ... Jika ada yg bisa saya bantu bantu dont hesitate to contact me. Salam 🙂

      Hapus
  22. Makasih, Mbak, artikelnya bermanfaat. Saya belakangan ini juga lagi tertarik untuk menggali lagi soal inner child saya lebih dalam. Anak-anak Mbak beruntung punya ibu yang berwawasan kayak Mbak! c:

    BalasHapus
  23. Terima kasih Mbak artikelnya...
    Sangat setuju dengan point 5 self healing inner child
    5) pasrah kepada Allah itu wajib
    Self healing untuk semua permasalahan.
    Bersabar, bersyukur dan selalu berusaha mengambil hikmah dari setiap cobaan yang terjadi pada diri sendiri dan orang lain.
    Selalu libatkan Allah dalam menjalani kehidupan ��

    BalasHapus
  24. aku kira cuman aku aja yang ngerasa jadi orang yang sangat mudah marah, aku agak merasa ringan setelah tau mba merisa juga mengalami hal yang sama dengan saya. cara mengendalikan ini gimana mba? alhamdulillah sih kadar amarah saya berkurang, tapi tetep ada apalagi kalo lagi cape dan ngantuk.

    dan ternyata kita sama, semua puncak emosi mengarah pada kebutuhan ME TIME.

    BalasHapus
  25. Kak, kalo misalnya kita ngerasa enggak percaya sama orang-orang yg sering kita ajak bareng dan nggak yakin untuk berteman dengan orang-orang yang padahal sering kita ajak bareng itu termasuk innerchild kah? Karena jika kembali ke masa lalu sy waktu sy masih kecil, sy nggak punya teman sma sekali waktu tk sampai kls 1 sd kak yg ada malah sy waktu itu dijauhi dn dibully sma tmn" sekelas. Apakah itu berpengaruh dengan alam bawah sadar sy sekarang ini sehingga sy enggan untuk berteman dg orang-orang yg bahkan sering sy ajak bareng, entah kenapa bawaannya curiga mulu sy sma mereka (teman") :")

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba dilihat lagi lebih jauh ada ga kira2 faktor penyebab trauma itu? Bisa jadi di bully mjd faktornya. Jika iya, bisa jd itu yg mempengaruhi sikap kita ke org2 skitar. Apakah itu innerchild? Saya kurang bisa jawab krn saya bukan ahlinya 😁. Yg saya tau segala sesuatu terkait kejiwaan kita, jika ada yg ga nyaman, artinya kejiwaan kita lg ada masalah. Jd hrus segera diselesaikan.

      Mudah2an sedikit tercerahkan ya 😇😇

      Hapus
  26. mba, itu terapisnya psikologkah? apa boleh saya langsung menghubungi beliau?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hubungi aja langsung beliau mba kata beliau ttip pesan ke saya. Beliau bukan psikolog mba. Terapis aja.. 🤗

      Hapus

Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗