MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Ungkapan Rindu untuk Abi

Kamis, 31 Desember 2015

★★ Zaid Kangen Abi? ★★
Sumber: putrihasma.blogspot.com
Kemaren sore, tepatnya pukul 16.00, anak-anak bangun dari tidur siang mereka dan, Zaid (Za) tantrum lagi ... #garuk-garuk tembok deh eike sambil mewek ...
Memang sudah dari hari Senin Za pasti tantrum satu kali dalam sehari. Alhamdulillah cuma Za saja, jadi Ziad (Zi) bisa saya titip ke Om, Uncu atau Oma nya. Dan kemaren sore kali ketiganya Za tantrum tanpa ada pemicu yang jelas. Biasanya, jika pun tidurnya belum pulas, ketika ada hal yang saya lakukan namun dia-nya ga seneng, cukup dikomunikasi kan baik-baik semuanya beres. Tapi tidak untuk 3 hari belakang ini. Apapun yang saya komunikasikan mental. Parahnya, semua hal yang saya lakukan dan tawarkan mental dan malah bikin Za makin meradang. Mamaaaaaaaaaah #mewekmenjadijadi
Saya mengakui memiliki PR BESAR dalam kontrol emosi. Karena saya mengetahui titik lemah saya ada di poin itu. Terlebih ketika kemumetan pikiran menjadi pemantik emosi saya baik karena situasi psikis dan fisik saya yang letih. Jujur Hayati lelah bang Zainudiiiiiiiiiin #meweklagi
Senin dan Selasa saya bablas memarahi Za saat tantrum. Marah pemirsah!!! Marah benar-benar marah. Ah sudahlah ,,. :( Dan selasa malam nya, setelah membaca sebuah artikel, saya menangis sejadi-jadinya menyesali apa yang saya lakukan. "Bantu Umi belajar menjadi orang tua yang baik nak, pliiiiiiiis"... dan tangisan saya berujung di pulau kapuk (alias ketiduran setelah chat dan curhat via chat WA dengan tuan suami).
Rabu, kemaren, tantrum lagi?????!!!! Ya Allah ... sabar kan hamba... :( Sabar... Sabar... Sabar...
Ketika Za menangis sejadi-jadinya, saya berpindah posisi dari ruang tengah ke kamar. Sontak Za pun mengikuti saya terbirit-birit dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi. Setelah dia juga masuk kamar, pintu langsung saya kunci. Zi pun memanggil dari luar. Saya membuka pintu. Tadinya saya fikir Zi mau masuk juga. Tapi Za, yang tadinya minta keluar malah menutup pintu dengan sikap tantrumnya yang semakin menjadi-jadi. Akhirnya, sambil menahan pintu agar tetap terbuka, saya bilang ke Zi "dede, abangnya lagi rewel, dede main sama oma dulu ya.." dan Zi pun mengangguk. (Ziad memang dekat dengan oma opa dan uncu nya).
Drama pun masih berlanjut sesaat setelah pintu kamar ditutup. Lebih kurang 20 menit lebih Za tantrum. Dalam kurun waktu itu saya melakukan berbagai macam hal. Dimulai dari mendiamkan, bernegosiasi, menawarkan pelukan dan gendongan sambil menebak-nebak apa yang sebenarnya menjadi akar dari tantrumnya Za yang tidak biasa ini. Saya pun penasaran membuktikan, apa benar Za kangen sama abinya? (Nada ga yakin.. hehee peace abi,,,). Saya coba melontarkan pertanyaan "Abang kangen abi?". Namun seperti pertanyaan-pertanyaan lain saat negosiasi saya lakukan, He only said 'NO!!!'. Bedanya 'No' kali ini lebih besar dan bereskpresi sedih. Saya akhirnya saat itu menyerah. 20 menit lebih sodara!!! Rekor waktu untuk kontrol emosi yang pernah saya lakukan. Belum lagi ibu saya yang teriak-teriak dari luar minta agar saya keluar dan bilang kasian anak, nanti perutnya tegang. Bla bla bla. Saya under pressure. Disatu sisi ingin memecahkan teka teki ini, disisi lain saya cape. Psikis saya belum begitu stabil dengan LDR kali ini. Tapi ya itulah, bagian hidup saya yang ini harus tetap saya jalani agar bisa menjemput bagian hidup yang lain #serius >_<
Dengan nada lelah, cape penuh kelemahan. Saya ajak Za ngobrol dari hati ke hati. Entah kenapa hati saya tergetar. Saya ingat artikel yang saya baca di malam sebelumnya. Saya berjanji tidak akan menggoreskan luka lagi pada anak-anak terutama Za.
"Umi janji bang... Tolong bantu umi. Umi ga kuat melihat abang nangis kaya gini. Umi takut kepancing emosi. Umi takut bablas mukul kamu lagi. Umi mau Zaid tumbuh jadi anak yang lembut. Tidak kasar seperti Umi. Umi mohon..." #asliinisayanangis :'(
Dan memang, hati hanya bisa digenggam oleh hati. Meski sebelumnya saya berdoa di hati agar Allah melembutkan hati Za, tapi ketika hati saya sendiri masih keras, tidak akan mungkin bisa doa itu sampai pada hati anak yang fitrahnya sangat lah lembut. Allah ... Ya! Allah lah yang memberikan saya kelembutan hati sehingga untuk yang pertama kalinya saya hanya bisa menangis menghadapi anak tantrum. Perlahan tangisan Za mulai terdefinisi kan. Kami menangis berdua. Dan tangisan kami semakin deras saat Za teriak memanggil Abinya ... Ya rahman... ternyata dia memang rindu Abinya. Sambil menunjuk arah luar Za terus menangis sesegukan.
"Abang mau telp abi?" Za pun mengangguk sambil bilang "Bi...". Saya buka video call LINE. Tentunya tidak ada jawaban. Karena disana masih dini hari. Subuh disana nyaris jam 7. Karena saya dan Za sudah saling menyatu hatinya, alhamdulillah saya coba negosisasikan ke hal lain dan negosiasi pun tidak mental alias berhasil. Za yang saya gendong memeluk saya erat. Dan kami pun merasakan keromantisan antara ibu dan anak. Jujur, baru kali ini saya berhasil memahami perasaan anak saya.
Anak yang berusia 2 tahun 5 bulan. Yang kemampuan verbalnya masih dikhawatirkan karena belum mampu bercuap-cuap seperti anak seumurannya. Karena hal inilah saya, sering dihadapkan pada situasi dimana saya harus menterjemahkan keinginin si kembar ini, dalam bahasa ala-ala mereka. Dalam keadaan normal saya mampu menerjemahkan dengan baik. Namun dalam keadaan tidak normal seperti tengah tantrum ini, saya menyerah.
Alhamdulillah ... Alhamdulillah ... Alhamdulillah
Materi kontrol emosi dan mengatasi anak tantrum akhirnya bisa saya praktekan dengan baik meski menguras energi dan pikiran. Akhirnya saya bisa menyimpulkan, bahwa inti utama dari ilmu parenting itu adalah "meyakini bahwa Allah lah yang berada dibalik semua peristiwa"
Payakumbuh, 31 Desember 2015
Tulisan ini saya persembahkan untuk suami saya, yang selalu setia membaca tulisan-tulisan acak saya... :)
Post Comment
Posting Komentar

Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗