MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Dilema Anak Kembar

Kamis, 29 Juni 2017

Siang ini seperti biasa kami bermain di taman bermain komplek apartemen. Dan saya seperti biasa izin me time ke anak-anak. Tak berapa lama, datang anak lain ikut bermain. Alhamdulillah ... mereka jadi makin seneng karena ada temennya, jadi bisa main makin lama alias me time emaknya juga jadi bertambah 😆😆

Tiba-tiba, Ziad teriak dan Zaid menangis. Ternyata Zaid terjatuh. Disinilah awal cerita baru bermula. Babak baru pengasuhan 2 anak kembar yang berbeda karakter.

"Dede bisa, teman bisa, babang ndak bisa", ungkap Zaid sembari nangis sesegukan menahan sakit dipinggangnya pasca jatuh.

Ya Rabbi ... dada saya terasa sesak. Ada babak baru yang lupa saya persiapkan. Atau lebih tepatnya agak terkaget untuk menghadapinya. Tadinya saya hanya menganggap biasa saja kebiasaan Zaid yang sering menyerah sebelum berperang. Dan karakter ini bertolak belakang dengan Ziad yang sedari dulu selalu optimis meski akhirnya dia menyadari bahwa sesuatu itu sulit dilakukan.

Pengasuhan anak kembar, jujur saja tak mampu berjalan sesempurna dan serapi pengasuhan anak di sekolah. Dimana catatan perkembangan anak tertulis rapi dan bisa dilihat kembali sebagai bahan evaluasi. Sedangkan saya? Hanya mampu menyimpan dalam memori pola karakter mereka berdua. Tanpa bisa memastikan apakah benar karakter A itu ada di Ziad dan B itu ada di Zaid. Karena tak jarang mereka sering bertukar karakter atau bisa jadi efek saling mempengaruhinya mereka berdua.

Tampaknya salah satu solusi yang bisa saya lakukan untuk menumbuhkan rasa percaya diri Zaid adalah dengan dating time bersama Zaid. Menghabiskan waktu hanya berdua dengan melakukan hal-hal menantang untuk membuktikan bahwa dia bisa melakukannya.

Sedangkan solusi lain berupa dorongan melalui contoh yang ditunjukkan Ziad nya hanya membuat Zaid merasa semakin kecil diri. Karena memang karakter Zaid yang tak mau kalah dengan Ziad. Sedangkan Ziad memiliki karakter yang mau mengalah. Ziad juga sangat membuka diri untuk diajari oleh siapapun ketika dia belum mampu, termasuk diajari oleh Zaid.

Ya! Zaid sang perfeksionis dengan gengsi selangit hanya bisa dilembutkan lewat kesempatan yang kita berikan agar dia berfikir tentang apa yang telah dia lalui. Sedangkan Ziad sang sanguin yang easy going ... semoga saja mereka bisa saling dorong dan motivasi ...

Jujur, semakin memasuki usia sekolah semakin deg deg ser dengan perkembangan 2 anak ini. Semoga saya mampu menjadi ibu yang bijaksana ... bahwa setiap anak memiliki kemampuan masing-masing.

Ini cerita random pasca insiden panjat memanjat yang berujung jatuhnya Zaid. Gambaran peristiwa nya sedikit banyak tergambar lewat foto ya ... 😊

Columbus, 27 Juni 2017

Post Comment
Posting Komentar

Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗