MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Jurnal Ramadan: Percobaan Liquefaksi

Sabtu, 09 Mei 2020
Jujur saja, saya adalah orang tua yang baru saja belajar. Belajar tentang diri sendiri, pasangan, anak dan lingkungan. Sehingga tantangan berat memang buat saya ketika harus belajar sembari membersamai anak-anak belajar. Terutama ketika saya dan suami memutuskan untuk Homeschooling.


Seperti yang pernah saya tuliskan di sebuah artikel (saat tulisan ini dibuat tulisan tersebut belum publish di website komunitas yang saya ikut), saya meyakini bahwa tak hanya anak yang unik, masing-masing keluarga pun unik. Sehingga dari hal inilah saya mulai menipiskan berbagai macam perasaan tak mampu membersamai anak belajar. Karena hakikatnya sudah sangat jelas. Keunikan keluarga kitalah wadah utama tempat belajar kita.

Ya! Kita! Semua anggota keluarga. Tak hanya anak melainkan juga orang tua. Kita semua sedang dan akan terus belajar.

Dari hal inilah saya coba melihat dan masuk dengan sangat perlahan tentang cara yang bisa saya gunakan agar tujuan pendidikan anak yang saya impikan tercapai. Apakah itu? Saya berharap anak-anak bisa menjadi pembelajar mandiri yang selalu bersemangat mencari ilmu. Dan tentu kuncinya ada pada diri kita orang tua. Dengan cara terus menerus belajar. Tak peduli anak-anak ngeh atau tidak.


Nah pagi ini, anak-anak yang memang tipe random learner memergoki saya tengah menonton video liquefaksi yang terjadi di Sulawesi. Sengaja tidak saya stop videonya seperti biasanya, karena video ini adalah pengetahuan. Dan benar saja, mereka bertanya panjang lebar tentang peristiwa tersebut tak ada habisnya. Karena saya harus berbagi perhatian dengan Zaynab, saya pun menawarkan aktivitas outing untuk melakukan mini experiment tentang peristiwa liquefaksi ini.

Berbekal informasi singkat dari sebuah video yang kami temukan di google, saya mulai kebayang percobaan seperti apa yang bisa kita lakukan. Padahal tadinya saya ragu apakah anak-anak akan tertarik atau tidak. Dan alhamdulillah memang mereka anak-anak alam yang paling seneng kalo diajak keluar memperhatikan alam sekitar.


Terkadang kita suka terlalu cepat menarik kesimpulan bahwa oh kita tidak mampu atau anak tidak mau. Padahal mungkin kita hanya butuh waktu untuk melihat sesuatu lebih mindfull. Karena sesungguhnya dibalik ketidaknormalan kondisi tetap ada pembelajaran di dalamnya. Makanya jangan langsung patah semangat dulu jika pancingan yang kita berikan untuk anak agak kurang mempan. 

Perlahan meski tidak terlihat, tapi satu persatu aktivitas sederhana dalam keluarga kami yang sangatlah baru di dunia homeschooling ini memperlihatkan polanya. Jika berbicara hasil agaknya terlalu dini. Sehingga saya memang berfokus pada pola yang bisa dibentuk dalam keluarga kami untuk membawa anak-anak menjadi pembelajar mandiri.

Oh iya, bagi teman-teman yang ingin melakukan percobaan liquefaksi ini, alat dan bahannya sangatlah mudah. Ga perlu beli-beli atau preparasi lama. Saya coba catatkan semoga bermanfaat.

1. Siapkan satu wadah untuk media yang akan diisi kerikil dan tanah
2. Siapkan sendok atau sekop kecil untuk memudahkan memindahkan tanah
3. Sediakan air secukupnya untuk memberikan efek becek pada tanah
4. Siapkan benda yang ingin dicobakan terkena dampak liquefaksi, seperti mobil-mobilan atau mainan lainnya.

Caranya:
Perkenalkan kepada anak bahwa struktur tanah yang selama ini kita injak terdiri dari beberapa lapisan. Untuk percobaan kita buat dua lapisan saja. Lapisan bebatuan sebagai dasar, dan lapisan tanah di atasnya. Di dalam tanah juga terdapat air. Disini kita juga bisa menjelaskan dari mana air yang selama ini mereka pergunakan untuk mandi dan lain-lain. Jika perlu buatkan sketsa sederhana mengenai struktur tanah ini.

Lalu, siramkan air ke dalam wadah karena tanah memiliki air di dalamnya. Nah peristiwa liquefaksi terjadi ketika adanya perubahan kepadatan tanah akibat sebuah peristiwa seperti peristiwa gempa bumi. Yang menggeser struktur tanah bagian dalam, seperti kerikil tadi yang menyebabkan air tanah naik ke permukaan dan membuat tanah kehilangan kepadatan dan kekuatannya. Disaat inilah tanah seolah bersifat seperti air. Bisa memiliki gelombang sepertu air laut dan mampu menghanyutkan atau menenggelamkan benda yang ada di atasnya.

Mudah-mudahan bermanfaat ya dan anak-anak jadi terpancing daya berfikir kritisnya. Semakin banyak mereka bertanya, semakin bermakna pembelajaran yang kita suguhkan.

Batujajar, 6 Mei 2020
Post Comment
Posting Komentar

Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗