MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Ibu, Bahagiakan Dirimu, Sejahteralah Anak-anakmu

Jumat, 09 Februari 2018
Ibu ... Indah ya panggilan itu. Didengarnya aja syahdu ... menyejukkan kalbu. Siapapun wanita pasti menginginkan menjadi seorang ibu. Karena memang itulah fitrahnya. Seorang wanita diberi anugerah oleh Allah Subhanawata'ala berupa Rahim yang berarti 'sayang'. Di dalam rahim inilah kemudian akan muncul benih dari kasih sayang antara dua hamba yang bernama anak. Indah ya ... Masya Allah 😍😍😍



Tulisan berikut ini, saya dedikasikan untuk para orang tua, terutama para wanita muslimah ... yang tengah berjuang sepenuh hati untuk menjalankan amanah sebagai seorang atau calon ibu.

Selamat membaca 🤗

***

Hidup adalah ujian
Pernah mendengarkan sebuah hadits Rasulullah Solallahu'alaihiwassalam yang berbunyi:

"Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan" (HR. Muslim no 91)

Dari hadits ini, makna kata Maha Indah (Al-Jamil) menunjukkan kesempurnaan keindahan Allah Azza wa Jalla pada semua nama, sifat, dzat dan perbuatannya. Pembahasan lebih lengkapnya bisa dibaca disini. Artinya bahwa apa-apa yang datang dari sisi Allah pastilah indah, tanpa cela.

Selama kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang telah ditetapkan Allah Azza wa jalla, yaitu sesuai tuntunan Al Quran dan sunnah, meskipun hal tersebut berupa masalah sekalipun, tetap saja apa yang menjadi ketentuan Allah itu akan tetap indah dalam pandangan kita.

Misalkan, kita tengah tertimpa kemalangan berupa kehilangan sepeda motor, kemudian dalam menyikapi musibah tersebut, kita mengembalikan semuanya kepada ketentuan Allah. Lalu ternyata tiba-tiba pasca kehilangan tersebut, kita dihadiahi mobil oleh seorang kerabat kita karena dia ingin balas jasa atas kebaikan kita. (Ini contohnya sinetron amat ya, eh tapi jangan salah, ada pasti di kehidupan nyata nya ini 😆)

Ya iyalah indah, kehilangan motornya diganti mobil 😅😅😅

Hmmm ... iya sih, tapi esensinya ada pada penyikapan yang kita lakukan atas musibah atau kemalangan yang menimpa kita.

Seperti apa penyikapan terbaik dalam menyikapi musibah yang datang seperti contoh kasus di atas?

Yang pertama, beristighfar sebagai wujud taubat kita kepada Allah ta'ala atas kelalaian yang kita lakukan. Yang kedua, melakukan ikhtiar fisik berupa melaporkan kehilangan tersebut kepada Polisi atau pihak yang berwajib, misalnya. Yang ketiga, instrospeksi diri barangkali ada hak harta yang belum kita keluarkan. Yang keempat, berpasrah kepada Allah atas apa yang terjadi dan mengikhlaskannya.

Wait! Kaya yang gampang ya 😆. Padahal prakteknya sulit. Apalagi misalkan kesulitan yang menimpa kita ini berbarengan dengan kesulitan-kesulitan lain seperti kehilangan sepeda motor ketika anak sedang sakit parah dan suami lagi diluar kota sedangkan kita jauh di rantau orang. Wah yakin deh semua orang yang mengalami pasti langsung lemes seolah hidup terasa mau diakhirkan saja ... Astaghfirullah 😐

Keindahan hidup dalam naungan Islam
Lalu dimana letak indahnya apa-apa yang diberikan Allah itu?

Indahnya terletak di dalam proses pelaksanaannya. Dimana ada nurani yang berbisik dan iman yang menelisik. Sehingga, dengan jalan yang tak diduga dan tak disangka, Allah Subhanawata'ala mengganti apa yang telah kita pasrahkan tadi dengan hal yang jauh lebih dari apa yang kita harapkan. Dan tentunya tanpa bisa kita rekayasa ya 😊

Selama hayat masih dikandung badan, selama itu pulalah kita akan menjalani ujian demi ujian silih berganti. Sunatullahnya begitu. Termasuk urusan membesarkan dan mendidik anak. Dimana ujiannya memberikan sensasi nano-nano yang mampu membuat kita kaum ibu-ibu berteriak "Tidaaaak!!!" atas ujian yang dirasakan hehehehe #sinetronamatyak

Baca juga: "Muslimah Solehah Zaman Now"

Oke! Maaf kalo lebay. Tapi jujur, memiliki anak, membesarkan dan kemudian mendidik mereka merupakan sebuah aktivitas maha dahsyat melelahkan lahir batin buat orang tua, terutama ibu. Iya atau iya? 😆

Artinya, kedahsyatan aktivitas ini tentunya kata lain dari 'anak adalah ujian'. Dan pastinya kita pernah mendengar donk tentang hal ini di dalam Al-Quran yang berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan RasulNya, dan juga janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu padahal kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar." (QS. Al Anfal:27-28)

Dari ayat di atas, kita jadi tahu bahwa anak adalah cobaan. Semenjak anak kita ketahui sebagai ujian atau cobaan dalam kehidupan kita, semenjak itu pulalah seharusnya kita menempatkan penyikapan terbaik dalam menjalaninya. Ketika ada ujian yang dirasakan datang mendera dalam membesarkan buah hati kita, ketika itu pulalah kita kembalikan pada cara yang telah disyariatkan Allah pada kita, diantaranya:

Memperbaiki diri terus menerus Qs. 2:235
Semakin mendekatkan diri kepada Allah Qs. 5:35 
Memperkaya ilmu keislaman Qs. 20: 114
Menjadi contoh atau tauladan untuk anak Qs. 61:2 
Menambah ilmu pengetahuan tentang pendidikan anak Qs. 66:6
Memperbarui niat terus menerus Qs. 98:5
Nikmati prosesnya Qs. 94:5-6
Serahkan hasilnya kepada Allah ta'ala Qs.11:123  

Dari Umar bin Khaththan radhiyallahu 'anhu berkata, bahwa Nabi Solallahu'alaihiwasallam bersabda, "Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang." (HR. Tirmidzi)

Sehingga, jika kita mengembalikan semua urusan kepadaNya, akan jadi indahlah kehidupan kita Insya allah.

Tantangan Era Cyber
Tantangan di era cyber seperti sekarang, mendidik dan membesarkan anak tak sekedar menutup mata dan telinga dari 'hiruk pikuk' omongan tetangga seperti yang dialami oleh orang tua kita terdahulu. Zaman sekarang, kita sebagai ibu dan orang tua harus benar-benar kuat menahan pandangan dan menjaga pendengaran dari 'hiruk pikuk' tak hanya tetangga tetapi juga dunia maya. Sehingga kita mampu menjadi orang tua yang objektif tanpa terintervensi oleh sekitar.

Pada kenyataannya, ternyata intervensi tak hanya datang dari omongan atau tulisan yang negatif saja. Inspirasi dan motivasi yang menyebar luas di dunia maya pun, yang notabenenya merupakan hal positif, bisa memberikan intervensi yang mempengaruhi objektifitas kita sebagai orang tua. Bukan karena kesalahan dari tokoh inspiratifnya, tapi karena jiwa kita yang masih sangat kerdil menerima apa yang menjadi kelebihan orang-orang diluar kita.

Di era digital dimana berita dan informasi dengan sangat mudah kita peroleh, kisah inspiratif dari orang-orang yang berhasil melewati ujian hidupnya tentunya sering kita temui. Banyak diantara tokoh inspiratif ini bahkan mampu memberikan inspirasi bahwa ujian membawa mereka untuk semakin dekat dengan Allah Subhanahuwata'ala.

Termasuk kisah-kisah inspiratif yang datang dari dunia parenting. Geliat menyebar manfaat luar biasa merebak di tengah masyarakat kita terutama dikalangan para orang tua. Yang tentunya bertujuan untuk memberikan inspirasi berharga bagi orang tua lainnya yang bisa saja tengah menghadapi ujian atau masalah serupa.

Namun memang, praktek tak semudah teori yang dibaca atau kata yang diucap. Inspirasi yang didapat pun tak jarang bukannya menguatkan, malah berbalik melemahkan kita dalam menjalani ujian demi ujian membesarkan dan mendidik anak-anak kita.

Ya begitulah. Ketika menjalani kehidupan dengan sekelumit dinamikanya, rasa-rasanya teori sehebat apapun, inspirasi terkeren sekalipun, akan terpatahkan dan terpental jauh-jauh oleh kerumitan hidup kita. Alih-alih solusi yang didapat, yang ada masalah malah dirasa semakin bertambah.

Tatkala kita membaca kisah inspiratif atau membaca sebuah teori parenting dengan maksud memotivasi diri, yang ada kita malah semakin terbanting dan mengkerdilkan diri sendiri. Sehingga tak jarang pada akhirnya banyak para orang tua terutama kaum ibu yang secara tidak sadar memendam kepanikan. Efeknya? Anak menjadi pelampiasan emosi atas kekurangmampuan kita dalam mengelola emosi, terutama dalam mendidik anak.

Sehingga, dalam membesarkan anak, dan menemukan batu sandungan dalam membersamai mereka, bisa berupa terganggunya tumbuh kembang mereka, atau mendapati anak yang suka membangkang. Emosi kita meluap seakan kepala mendidih. Bawaannya ingin marah, antara ingin menyalahkan diri sendiri atas kelalaian yang kita lakukan dan merutuki perangai anak dengan mengomeli mereka. Padahal, semua terjadi bisa saja karena  buah dari kelalaian kita. Semoga Allah Azza wa Jalla mengampuni kita.

Ya, semua bentuk kepanikan itu pasti akan muncul jika kita tidak bertawakal padaNya ...

Berbahagia dengan caraNya
Harapan dan cita sudah barang tentu mengiringi anak-anak kita ketika kita menyematkan nama kepada mereka. Si Fulan yang bernama Amanah, tentunya diharapkan menjadi anak yang amanah, menjaga kepercayaan, bukan sebaliknya.

Baca juga: Bahagianya Memiliki Anak

Namun, pemberian nama tak semudah menjaga harapan dan cita dari nama tersebut. Tak sekedar ucapan dalam doa atau harapan dalam cita, tentunya butuh ikhtiar raga berupa pendidikan dan pengajaran terhadap nilai-nilai agama dan norma-norma. 

Tak jarang, menggantungkan harap dan cita inilah yang kemudian perlahan merampas bahagia kita sebagai orang tua dikarenakan bertindak dan berfikir mendahului apa yang ditakdirkan Sang Kuasa. Secara tidak sadar, nilai-nilai ketauhidan memudar seiring pembandingan demi pembandingan yang kita lakukan.

Oh anak si fulan sudah pintar bicaranya di umur 1 tahun sedangkan anak saya belum bisa bicara di usia 3 tahun. Atau anak si fulan lulus di universitas terbaik Amerika sedangkan anak saya tidak mau kuliah cuma mau bekerja.

Lalu dimana letak bahagianya kita ketika kita disibukkan memperhatikan indahnya rumput tetangga, memperhatikan indahnya hidup orang lain. Dimana letak bahagianya ketika kita sibuk melakukan hal-hal yang membuat hati dan otak kita panas.  Bawaannya baper dan merasa menjadi orang yang paling tidak beruntung di dunia ini. Merasa apa-apa yang kita lakukan tidak membuahkan hasil dan tidak dihargai.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al Baqarah : 216)

Maka, berbahagialah dengan cara yang telah ditetapkan Allah Azza wa Jalla. Berbahagialah tanpa ada embel-embel karena manusianya. Karena apa-apa yang kita lakukan di dunia ini semua akan ada perhitungannya dan kembali padaNya.

Berbahagia yang seperti apa? Seperti yang terdapat di dalam firmanNya:

Dijadikan indah pada pandangan (manusia) kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga). [Ali Imran:14].

Motivasi surga sebagai tempat kembali kita adalah motivasi terkeren bebas baper. Jikapun baper kita bisa mencurhatkannya sama Allah ... Sehingga Allah lah yang langsung menurunkan solusi atas kesulitan kita. Sehingga, bahagialah hidup kita In sya allah. 

Akhir kata ...

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah diantara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak." (QS. Al Hadid: 20)

Berbangga atas jumlah anak itu kefanaan. Yang hakiki adalah ketentuan Allah atas garis keturunan kita. Sehingga tak ada manfaat yang bisa kita petik dalam sikap membanggakan jumlah keturunan melainkan keturunan itu akan tetap menjadi bagian dari ujian. Maka, bukan jumlah anak yang menentukan kebahagiaan kita sebagai orang tua, melainkan akhlak dan keimanan mereka. Agar setiap doa yang mereka lantunkan untuk kita, menjadi amal jariyah kita.

"Dan orang-orang yang berkata "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa." (QS. Al Furqon: 74)

Sungguh, indahnya kehidupan ini akan mampu kita rangkai jika kita menjalaninya sesuai dengan tuntunan syariat.

Ada ilmu sebelum datangnya iman, maka pelajarilah Al Quran. Ada adab sebelum masuknya ilmu, maka didiklah akhlak.

Bukan menanti masa dimana sesal  mendatangi kita buah dari menunda-nunda nya kita. Lakukanlah saat ini juga, disaat ilmu telah sampai kepada kita. Tak peduli seberapapun terlambatnya kita. Karena sesungguhnya Allah yang mengatur segalanya, bukan kita. Karena tugas kita hanyalah belajar dan kemudian menerapkannya, untuk diri kita, untuk anak-anak kita. Agar kita menjadi manusia yang bahagia.

Ibu! Bahagiakan dirimu dengan tuntunanNya ... sejahteralah anak-anakmu atas ketetapanNya ...

Yuk berusaha dan bertawakal menjadi ibu dan orang tua yang baik dalam pandangan Allah! 😊

Columbus, 9 Februari 2018
Post Comment
Posting Komentar

Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗